Epilog

2.6K 274 74
                                    

Barisan alinea yang tak sempat terucap oleh Samudra. Direkam oleh semesta pada saat ia menutup mata. Kepada Langit, dari sang adik yang telah berputus asa.

Bagiku, lautan adalah rumah. Karena di sana ada Ayah. Aku selalu berdiam diri di pesisir ombak ketika aku kehilangan arah. Membiarkan kaki menjadi basah, sambil mengais kepingan asa supaya saat aku kembali nanti, aku tak lagi terlihat lemah.

Dan di saat itulah Benua akan marah. Dia bilang, dia tak akan keberatan jika aku menggunakan pundaknya untuk melepas lelah. Rengkuhnya akan selalu terbuka lebar tiap aku punya masalah. Hanya saja, aku merasa tak pantas menerima itu semua. Karena aku hanya seonggok raga yang bahkan tak diinginkan hadirnya. Baik oleh semesta, maupun Kak Langit, satu-satunya keluarga yang ku punya.

Kak Langit selalu bilang benci ketika aku bilang sayang. Ia selalu mengharapkanku untuk mati ketika aku justru berjuang. Sejak Ayah pergi dibawa ombak yang menerjang, Kak Langit berubah menjadi sosok yang kehilangan jalan pulang. Tak pernah memunculkan diri di rumah kecuali mega telah menghitam. Atau hanya ketika ia butuh uang. Sisa waktu yang ia punya hanya akan ia habiskan untuk bersenang-senang. Aku bahkan tak tahu hal-hal apa saja yang ia lakukan di luar.

Dulu, saat aku masih menjadi anak lemah yang tak bisa apa-apa, Kak Langit pernah menenggelamkanku dalam bak besar hingga aku benar-benar tak berdaya. Sakit sekali rasanya. Dan aku benar-benar tak menyangka hal itu akan terulang untuk yang kedua kalinya. Bahkan yang kedua terasa lebih menyiksa. Aku ingin menangis, tapi tak bisa. Karena cekikan kuat Kak Langit saat itu menarik oksigenku dengan paksa. Dan membuat hitam segala yang ada.

Tapi aku selalu meyakinkan diri sendiri untuk tak pernah merasa kesal. Karena aku paham, Kak Langit memang kasar, tapi bukan berarti ia tak bisa menunjukkan rasa sayang. Nasi goreng keasinan yang ia buat hari itu benar-benar membuatku girang bukan kepalang. Aku tak menyangka Kak Langit rela memasak hanya karena aku sedang demam. Saat itu rasanya benar-benar membahagiakan. Itulah alasan mengapa aku tak pernah bisa membenci Kak Langit bahkan ketika Kak Langit memintaku untuk menghilang.

Hampir lima belas tahun aku hidup bersama Kak Langit, dan dia tak pernah sekalipun membawa raga lapuk ini ke dalam rengkuhan. Bahkan aku selalu membayangkan bagaimana hangatnya dada bidang itu tiap malam. Tapi sayangnya empat belas tahun terakhir, hal itu tak pernah menjadi kenyataan. Karena seperti apa yang sering Kak Langit bilang, dia akan menjadi langit yang datang dengan membawa badai. Yang akan membuatku porak poranda bahkan sebelum sempat mencari perlindungan.

Tapi aku tak pernah menyangka akhirnya akan ada masa di mana Kak Langit benar-benar akan menantapku dengan sebuah senyum lebar. Aku benar-benar tak pernah bermimpi Kak Langit akan memberiku sesuap nasi dengan lembut dan perlahan. Aku bahkan tak pernah membayangkan Kak Langit rela meninggalkan segala kesenangannya hanya untuk aku yang saat itu tengah kesakitan.

Malam itu, aku pikir aku akan benar-benar hilang. Pria berpakaian hitam yang membawaku pergi benar-benar terlihat menyeramkan. Sakit sekali rasanya saat botol hitam itu dimasukkan ke dalam bibirku dengan paksa. Cairan yang ku minum itu seperti merenggut segalanya. Dadaku seperti diremat dengan erat sebelum semuanya terlihat gelap.

Retak yang membekas di dada tepat setelah sosok itu mendaratkan kakinya juga terasa sangat menyiksa. Sakit sekali hingga menjerit pun aku tak bisa. Aku pikir, aku akan berakhir di sana, sebelum Kak Langit datang dan membawaku ke dalam rengkuh hangatnya.

Di detik itu, aku merasa amat senang. Dada bidang yang selama hampir lima belas tahun aku idamkan ternyata terasa jauh lebih nyaman. Aku hanya bisa memejam menikmati bagaimana Kak Langit berusaha membagi hangat. Saat itu senyumku mengembang tipis di tengah rasa sakit yang menjerat.

Hanya saja, seharusnya aku tahu bahwa semesta memang tak selalu berpihak. Aku bahkan belum sempat menarik napas ketika dingin menyapa dan membuat dadaku dihantam sesak. Tak ada yang bisa aku hirup untuk menjadi penopang hidup. Hanya rengkuhan Kak Langit yang mengerat saat aku merasa kakakku itu bergerak dengan amat cepat.

Ah, saat itu, aku benar-benar merasa bersalah karena tak mampu bertahan. Padahal Kak Langit telah berusaha sekuat tenaga untuk mencapai permukaan. Tapi entah mengapa aku justru tak mampu lebih keras berjuang. Aku biarkan sesak itu merenggut segala yang ku punya. Yang terakhir aku ingat ialah wajah Ayah yang tersenyum seraya mengulurkan tangan. Hingga akhirnya aku benar-benar tak mampu bertahan. Ketika oksigen terakhir yang ku punya terbuang dan tak ada lagi sisa kehidupan yang bisa aku gunakan untuk berjuang.

Kak Langit, Samudra minta maaf karena selalu menjadi figur adik yang menyedihkan. Bahkan mati pun Samudra masih menyusahkan. Samudra harap, Kak Langit benar-benar akan berubah seperti apa yang Kakak janjikan. Jangan pernah sentuh alkohol lagi, jangan pernah berteman dengan judi, Kak Langit harus hidup lebih baik saat Samudra benar-benar telah pergi.

Maaf, Kak Langit, Samudra belum menjadi sosok adik yang berguna.

Untuk semesta, tolong, buat kakakku bahagia.

Dan ketika senyap itu merambat dalam atma, aku ingin sekali menyuarakan kalimat itu, tapi tak bisa. Aku hanya bisa berharap semoga semesta berbaik hati untuk benar-benar membuat kakakku bahagia. Karena saat itu, sesak yang kembali menghantam merupakan hal terakhir yang mampu aku rasakan, sebelum aku sepenuhnya berteman dengan hitam dan tak bisa melarikan diri dari gelap yang merambat secara perlahan.

Ayah, Samudra pulang.

[END]

Kan, nangis lagi 🤧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kan, nangis lagi 🤧

Aku menciptakan karakter Samudra menggunakan hati. Aku sayang dia pakai kata banget. Tapi, sekali lagi, aku harus tetap konsisten dengan ending yang telah aku tetapkan dari jauh-jauh hari.

Jadi, amanat apa yang kalian dapat dari cerita ini?

Seberapa cinta kalian dengan Samudra?

Apakah Langit benar-benar pantas merasa bahagia?

Oh iya, satu lagi, aku akan membuat satu part tambahan setelah ini. Hanya sekedar lapak untuk bercerita. Aku ingin kalian tahu tujuan aku menciptakan karakter Samudra ini tuh untuk apa. Jadi, jangan buru-buru dihapus Samudra-nya dari library atau reading list kalian, ya! Hehe :3

Okay, sampai jumpa, semua!

Revisi
Jakarta, 22 September 2020

Untuk Samudra[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang