01

4 2 0
                                    

Jangan tatap saya seperti itu.
Saya tidak akan ge-er
Tapi kamu yang akan malu.
~nyai~


Setelah Eca  memperkenalkan diri semua murid kembali pada latihan masing-masing, tapi Eca justru duduk di atas rerumputan hijau lapangan, seolah menyapa rumput-rumput muda yang segar itu.

"Kamu akan terus duduk di sana atau ikut latihan dengan yang lain?" suara barithon milik Nanda tak mengusik kedamaiannya dalam menikmati persantaiannya membuat Nanda mengehembuskan napas kuat. "Uji kesabaran lagi." Bathin Nanda, kemudian menghampiri siswi barunya itu.

"Evelyn Caroline Barnelius"  Panggilan itu membuat Eca tersentak kaget, pasalnya ia sedang berpikir bagaimana cara memulai pendekatan dengan teman-teman barunya kali ini, perlahan ia menoleh ke arah Nanda yang berdiri tegak menjulang di depannya yang sedang duduk.

"Apa?" ucap nya seadanya yang membuat Nanda mengepal kuat tangannya.

"Kamu mau belajar atau tetap duduk di sini?" tanya Nanda lagi, Eca menatap dalam manik mata milik Nanda yang ntah apa artinya, Nanda yang ditatap seperti itu sontak gugup dan menggaruk belakang lehernya yang tak gatal, ia selalu bertingkah bodoh, bila sudah ditatap gadis Sma di depannya ini.

Eca bangkit dari duduknya dengan tatapan yang tak lepas dari semula, ia menghembuskan napas nya pelan dan berkata " Bapak yakin nyuruh saya ikutan olahraga?" tanya nya lembut bagai alunan melody halus menusuk indra pendengaran Nanda begitu merdu, sempat terkesima namun Nanda berhasil mengembalikan akalnya ke dunia real.

"Kenapa saya harus ragu? Ini jam olahraga, tentunya kamu harus ikut olahraga" ucap Nanda tegas.

"Okay Om pedo!"

"Jangan panggil saya Om Pedo, ini di sekolah dan saya adalah guru kamu"

"Iya iya pak guru,"

"Yasudah, sana gabung sama yang lain"

Saat Eca sudah melangkahkan kakinya, kemudian ia mundur berbalik pada Nanda. "Pak suami, istri mau latihan dulu!" sontak kalimat Eca mendapat tatapan tajam bak silet dari Nanda, benar-benar gadis menyebalkan!

Eca sudah memulai larinya, jujur sebenarnya ia sangat menyukai olahraga, tapi bukan karena gurunya adalah Nanda melainkan dari kecil ia memang penggemar olahraga, sama seperti ayahnya yang menggilai sepak bola, bahkan ayahnya juga merupakan seorang Couch sepak bola, ya, sama halnya dengan Nanda bagi ayah nya menjadi pelatih sepak bola bukanlah suatu pekerjaan yang akan menguras waktunya, melainkan sebuah hobby di luar jam kerja.

Sementara anak didik nya tengah latihan, Nanda merogoh sakunya dan mengarahkan kamera ke arah salah satu siswi yang tengah berlari, ntah untuk apa, yang jelas ia suka.

"Hosh hosh hosh, phak echa chaphek!" ucap Eca ngos-ngos an menghampiri guru olahraga nya itu. Nanda hanya menatap lurus pada Eca yang kelelahan, keringat mulai bermunculan di bagian pelipis, kening, dan pinggir wajahnya, membuat Nanda kembali melupakan siapa dia di sekolah ini.

Tanpa memperdulikan kalimat dari Eca barusan, Nanda lansung menyodorkan sapu tangan ke arah Eca, beberapa siswi yang melihat nya melongo tak percaya, sementara Eca dari posisi menunduk menjadi menoleh ke atas melihat wajah Nanda dengan perasaan kesal sekaligus bingung.  "Ck! Om Pedo! Ica haus, butuh air! Malah dikasih sapu tangan!" Nanda yang tak ingin keindahan itu dilihat oleh orang lain, lansung menghapus keringat yang ada di wajah dan leher Eca dengan sigap, Eca yang mendapat tingkah tiba-tiba itu hanya mampu diam tak percaya, mau bagaimana lagi? Ia sedang berada di lapangan sekolah, andai ini di rumah, pasti panci dan pisau dapur sudah ia layangkan ke wajah Bapak-Bapak tampan di depan nya ini.

Keringat SuciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang