BAGIAN DUA

1 1 0
                                    

Grizelle mendorong pintu ruangan itu. Terlihat seseorang yang tengah mengetik dengan laptopnya. Posisinya membelakangi Izel.
"Itu pasti Dafa." gumamnya lalu masuk mendekati laki- laki yang fokus dengan laptopnya itu.

"Ehhm. Lo Dafa kan? Dicari Bu Nuni suruh ke kelas."

Orang itu membalikan badannya melihat ke arah Grizelle. Dia bukan Dafa! Grizelle gugup apalagi langsung to the point gitu, taunya salah orang kan MALU! Apalagi Izel mengenalnya, temen mainnya dulu pas satu kompleks, usianya saat sekolah dasar. Sekarang beda, keduanya sama-sama canggung untuk menyapa duluan, seperti orang yang tak saling mengenal. Sejak dia memasuki sekolah menengah pertama, dia tidak lagi dikompleksnya itu dikarenakan pindah kota bersama orang tuanya. Anzal Gista Reyan, namanya. Dia lebih tua satu tahun dari Izel, yang kini menjadi kakak kelasnya. Kelas XII IPA 3.

Grizelle tau Anzal kembali lagi di perumahan itu, tapi tidak mengubah keduanya seperti dulu. Bahkan seperti orang asing, mungkin? Entah Grizelle tidak tau. Sifatnya juga berbeda karena sekarang mereka bukan anak-anak lagi. Mereka sudah sama-sama dewasa.

Malu banget, gue kira Dafa.

"Ma-maaf gue kira Dafa. Tadi gue suruh cari katanya disini." Izel memberi penjelasan lalu membalikan badan akan mencari di tempat lain.

Grizelle memberhentikan tangannya yang memegang gagang pintu lalu membalikkan badan lagi. Dilihatnya Anzal masih menatapnya belum kembali pada laptopnya. Sungguh akward sekali.

Grizelle hanya akan bertanya apakah ia melihat Dafa atau tidak. Sulit sekali mengucapkannya. Siapa tau tadi Dafa habis dari sini kan? Lagi pula Anzal pasti tau Dafa, dia kan juga jadi osis. Lebih tepatnya mantan osis, sebelum diganti oleh kelas sebelas sekarang yakni angkatan Grizelle. Makanya Anzal bisa berada di ruang ini.

"Tau dimana Dafa Za...eh ka.. mm."

"Panggil nama gue aja."

Bukankah Anzal kakak kelasnya? Mereka sama-sama osis bukan, rasanya tidak sopan memanggil namanya begitu saja. Walaupun dari kecil telah memanggilnya 'Anzal' apa sekarang harus menambah dengan kata 'kak'?. Tapi, Anzal juga tidak apa Grizell memanggilnya tanpa embel-embel itu.

"Oh oke. Jadi, l-lo tau dimana nggak?" rasanya kelu berbicara 'lo' ke dia yang pernah menjadi teman kecilnya -dulu.

"Udah ke kelas sebelum lo kesini."
Wah lancar sekali. Perlu dapat tepukan meriah dari Grizelle.

"Loh ko gue ngga liat." Grizelle kesal sendiri. Dia sudah kesini, taunya salah orang, dan yang terakhir Dafa udah ke kelas? Tau kaya gini ia langsung ke kelas aja. Merepotkan.

"Zel." panggilnya berdiri dari tempatnya mendekati Grizelle.

"A..iya?"

"Lo apa kabar?"

Seperti yang bisa lo liat, gue baik. Tapi, bukan berarti hati gue baik. Ingin sekali Grizelle mengatakan seperti itu, tapi ia tidak bisa.

"Baik ko." ucapnya singkat.
Gue kangen lo. Apa lo sama seperti gue? Ah sepertinya tidak.

"Gue pergi dulu Zal." Grizelle berjalan pergi. Baru tiga langkah ia melangkah kini terhenti lengannya ditarik Anzal.

"Lo ngehindar dari gue Zel?" ucapnya menatap punggung Izel dan tangannya masih memegang lengan Grizelle

Pertanyaannya sontak membalikan tubuh Grizelle dan menatap penuh Anzal mencoba menahan emosi yang datang tanpa diundang. Pertannyaan macam apa ini? Bukannya dia yang menganggap Grizelle tidak ada dan sekarang ia berbicara Grizelle yang seakan-akan menjauhinya. Bukan apa, Grizelle hanya canggung harus berbicara bagaimana? Harus ngomong 'lo masih anggep gue ada? Lo lupa gue? Kemana aja lo? GUE KANGEN ELO ZAL.' Harus ia begitu? Grizelle mengerti satu hal. Dia bukan siapa-siapa hanya berteman dulu waktu kecil dan ditinggal tanpa pamit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GRIZELLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang