"Iya! Gila kan dia! Dia akan dikirim ke Mars! Dan dia akan menikah! Dan dia tidak mau memberitahu kita siapa yang akan dia nikahi! Kalau aku tidak kemari, aku tidak akan tahu kalau dia akan pergi ke Mars sembari membatalkan pernikahannya! Dia sudah gila, kan Tay?! Dia tidak memberitahu kita! Dasar sinting! Ayo katakan siapa calonnya? Mint? Kik? Siapa?!" Gun merengut ketika New dan Tay sibuk bertatapan dalam diam satu sama lain, seolah tengah berkomunikasi tanpa menghadirkan dirinya. Yeah, mereka sering begitu, "kau pula, Tay! Kenapa kau seolah habis melarikan diri dari rentenir? Jasmu berantakan sekali, dasimu kelihatan seperti mau pingsan dan rambutmu seolah terkena tornado!! Kau kelihatan kayak habis marathon keliling Vatikan."
Gun benar. Tay kelihatan parah. Kancingnya terbuka dua di atas. Badannya keringatan. Jasnya melorot ke satu sisi, dan dasinya mengawang-awang hendak lepas. Nafasnya pendek-pendek, dan rambutnya berantakan bak sarang burung gila, dan kini, duduk di sofa di hadapannya, matanya menatap mata New dalam-dalam, seolah tengah mengatakan sesuatu, namun tak bisa diartikan.
"Halo? Ada orang?" Gun mengerling, "permisi, lagi apasih?"
"Gun," New berkata pelan, mencoba tersenyum meyakinkan di tengah benaknya yang menjerit-jerit, "bisa tolong tinggalkan kami sebentar? Kami harus, uh, membicarakan proyek rahasia soal proyek MARS."
"Benarkah?!" Mata Gun langsung berubah antusias, berbinar-binar kagum, kemudian mendadak meredup lagi, "tapi aku tetap tidak mengizinkanmu pergi. Kau! Tidak! Boleh! Membatalkan! Pernikahan! Kau memang mau menyakiti hati seorang gadis?"
"Pergilah Gun," kata Tay pelan, suaranya setengah menggeram setentah mengawang, seolah ada amarah yang tengah berusaha dikunci di dalam sana, sekaligus kesedihan mendalam, "kumohon."
"Ah, ya, oke." Gun menatap keduanya heran, kemudian mengangkat bahu tak acuh, "dah! Oh, Tay, tolong katakan pada New janganㅡ"
"Gun,"
"Iya, maaf." Sambil cemberut, Gun melangkah pergi, keluar dari ruangan itu dan segera menutup pintu.
Setelah itu, hening. Atmosfer kecanggungan terasa kental di ruangan yang suhunya semakin turun seiring menjauhnya Gun. Keduanya masih betah saling menatap satu sama lain lekat-lelat, dengan pikiran yang berantakan bak kapal yang terkena tsunami parahㅡseolah dengan begitu apapun yang hendak mereka katakan akan tersampaikan.
New mengambil nafas pelan, kemudian menghembuskannya perlahan, "Te, akuㅡ"
"Kenapa tidak bilang dari tadi?"
"Te, aku mintaㅡ"
"Kenapa kau tidak mengatakannya dari tadi?!" Nada suara Tay meninggi. Wajahnya sudah mulai tertekuk, seperti biasa saat dia terpancing emosinya. New tidak tahu apakah dia tengah marah, atau kecewa, atau terkejut. Tapi suaranya bergetar, entah menahan amarah atau tangis pun New tidak bisa tahu.
New sekali lagi menghela nafas, "Te, akuㅡ dengar, aku akan berusaha membujuk Pak Lee, oke? Aku akanㅡ"
"Apa?" Suara Tay merendah, dan ia menegakkan tubuhnya, "Tidak, bukanㅡHin! Ini berita bagus!"
"A.. apa?" New tidak tahu tengah mengharapkan reaksi seperti apa dari kekasihnya itu. Ia sudah menyusun banyak skenario dari macam-macam reaksi yang akan didapatkannya. Tapi ia tidak.. ia tidak menyangka soal ini. Mulutnya menganga, matanya berkedip memastikan. Apa?
"Ini berita bagus!" Serunya. Mendadak, wajahnya kembali ke diri Tay yang biasanya; seseorang yang ceria, humoris, dan sangat menyayanginya, "setelah tiga tahun berlatih, Hin! Setelah semua yang kau lalui! Akhirnya cita-citamu tercapai!"
New kehilangan kata-katanya. Ia terdiam, mulutnya menganga lebar. Dia bahkan tidak tahu harus merespon apa. Rasanya seperti kelewatan. New kewalahan. Rasanya... Salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[IDN] Let The Stars do The Rest ❦ taynew
Fanfiction[ taynew astronaut!au ] New Thitipoom, sang peneliti antariksa di NARIT, akhirnya mendapat kesempatan menggapai mimpi yang selalu ia impikan; terbang ke luar sana, menginjakkan kakinya di salah satu planet liar. Namun, satu fakta membuatnya tidak se...