Nesya Bagaskara, atau kerap dipanggil Eca. Nama yang cantik, untuk gadis yang cantik pula. Ia adalah anak kedua dari pasangan Elina Rizella dan Aditya Bagaskara. Namun sayang, Ayah nya sudah lebih dulu pergi kehadapan sang Pencipta saat Eca berumur 13 tahun. Ia mempunyai kakak yang bernama Kalvin Bagaskara. Kakanya sedang mengenyam pendidikan di salah satu Universitas di kota ini.
Hari ini hari minggu. Siang ini Eca akan pergi dengan motor matic kesayangannya kesalah satu kafe punya mamanya. Ia dan teman-temannya akan mengerjakan tugas kelompok disana. Sekarang ia sudah duduk di bangku kelas XI SMA.
Ya, kafe itu memang punya orangtuanya. Semenjak papanya meninggal dunia, Bundanyalah yang mengurus bisnis kafe tersebut. Ia sangat salut dengan Bundanya yang bisa mengurus bisnis dan anak-anaknya sekaligus. Sampai-sampai bisnis keluarga mereka kini sudah membuka cabang di berbagai kota. Eca memang hidup berkecukupan. Tapi, Bundanya selalu mengajarkan hidup sederhana dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada keluarga mereka.
Eca memang sering kali menyuruh teman-temannya untuk mengerjakan tugas di kafenya saja. Karna dengan begitu mereka pasti akan memesan makanan bukan? Atau setidaknya minuman?. Ya, hitung-hitung teman-temannya itu akan menambah deposit uang di keluarganya, iyakan? Itu yang ia katakan kepada teman-temannya.
Eca melihat banyak barang-barang yang diturunkan dari mobil pick-up kerumah disebelah rumahnya, lebih tepatnya tetangganya. Ia begitu terkejut, pasalnya rumah itu telah lama tak pernah ditinggali sejak Tante Ira, teman Bunda sekaligus Mama sahabatnya dulu sewaktu kecil pindah keluar kota.
Karna kepo, Ecapun bergegas kembali pergi kedapur untuk menemui Bundanya yang sedang memasak dan menunda sebentar kepergiannya.
"Loh Eca gak jadi pergi?" Bunda bertanya heran karna Eca kembali ke dapur padahal tadi sudah berpamitan.
"Jadi kok Bun, tapi Eca kepo, emm itu yang pindah disebelah rumah kita siapa ya?" tanyanya langsung to the point
"Bunda gak tau, kayaknya orang baru deh karna setau Bunda, Tante Ira udah jual rumah itu."
Nesya agak kecewa mendengar hal itu. Karna bagaimanapun, ia sangat merindukan teman masa kecilnya yaitu Silvia. Kalau sudah begini, artinya ia takkan pernah bisa lagi bertemu dengan sahabat kecilnya itu bukan?
"Oh gitu, yaudah deh Bun. Eca berangkat dulu ya. Daaahhh" ucapnya yang berjalan kembali kedepan rumah sekaligus melambaikan tangan kearah Bundanya.
"NGUCAP SALAM ECA BUKAN MALAH DADAH!"
Eca yang mendengar Bundanya berteriak serta marah dari dapur hanya tertawa dan segera menjalankan motor matic nya.
Setelah sampai di kafe, Ecapun segera bergegas kearah teman-temannya yang sudah lebih dulu datang.
Tetapi apa ini?!
Brakkk!
Para pengunjung kafe yang mendengar suara gebrakan di meja langsung menoleh kearah Eca. Teman-temannya yang sudah berada disana duluan juga menatap aneh kearah Eca yang tiba-tiba terlihat marah dan ingin menangis.
Eca menatap tajam kearah dua orang perempuan dan laki-laki yang sedang makan sambil bermesraan. Ia menghampiri keduanya lalu menampar laki-laki yang ada disana. Kemudian ia pergi berlalu dari sana sambil menangis sesenggukan. Teman-temannya yang ingin mengejar Eca tidak jadi karna Eca sudah keburu pergi dengan motor matic-nya.
Eca menangis dalam diam sambil mengendarai motornya. Ia menepis kasar air matanya nya yang sedari tadi tak mau berhenti. Ia berhenti di lampu merah dan mengusap kasar wajahnya agar air matanya tak turun lagi. Jujur saja, ia malu jika orang-orang akan melihatnya menangis seperti gadis bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
831 224!
Teen FictionIni tentang dua sejoli yang sedang jatuh cinta. Ini tentang Eca dan Zidan. Dua orang yang tak sempurna namun saling menyempurnakan. Penasaran? Baca langsung aja yuk!