Bagas pov
Senyumannya bagai warna di kehidupan ku. Entah bagaimana caranya, tapi orang itu telah mengikis hampir setengah dari tembok yang aku bangun.
Gadis itu juga sudah terlalu dalam masuk ke dalam kehidupan ku, aku tak bisa menepati kata-kata ku sendiri. Kenapa disaat ku mencoba melupakannya, ia harus hadir di kehidupanku.
Gadis itulah yang mengembalikan warna yang hampir pudar di kehidupanku.
Hari ini tepat tiga Minggu Alya dan Santi menetap di kampung ini. Bagaimana pun caranya, aku tetap tak bisa mengusirnya. Semakin diusir, semakin jauh juga ia masuk ke kehidupanku.
Seperti biasanya, gadis itu mengajar wulan, Dito dan Farah di teras rumahnya. Aku selalu tersenyum ketika dia membaca sebuah teks bahasa Inggris, dia memang ahli dalam hal itu. Setiap melihat senyumnya, hatiku pasti bergetar hebat.
"Ekhem.... !!"
Aku tersadar dari lamunanku, Santi menatapku dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
"Kalo lo beneran suka sama Alya, gue bilang lo adalah cowok beruntung !" Aku mengernyitkan kening ku tak mengerti dengan ucapan santi.
"Ya karena, Alya itu gak pernah deket sama yang namanya cowok dan Lo, cowok pertama yang dia deketin. Alya itu paling suka dengerin suara adzan lo, asal Lo tau. Lo adalah orang pertama yang perlahan merubah kehidupannya."
Aku masih terdiam mencerna ucapan Santi barusan. Aku pun merasakan apa yang baru saja Santi ucapkan. Alya juga sama, ia perlahan merubah warna abu-abu yang selama ini aku rasakan dan perlahan menggantinya dengan yang lebih cerah.
"Gue percaya sama lo. Lo pasti bisa Gas !!" Ucap Santi dan pergi begitu saja.
"Huftt..."
Rasanya berat melupakannya dan kembali mencintai seseorang.
***
Author POV
"Ka alya, makasih ya udah ngajarin kita sampe bisa. Kalo gak ada ka Alya, pasti kita gak pernah nyaho sama bahasa Inggris dan akhirnya emak konser lagi di rumah kalo nilai raport gak sesuai harapan". Alya terkekeh mendengar ucapan Wulan, gadis yang selalu berbicara terang-terangan.
"Iya... Tapi setelah ini kaya nya gak bisa lagi deh, karena kan Kaka harus buat soal untuk persiapan ujian."
"Gak papa atuh ka, kita teh udah bersyukur banget ka alya sudah mau ngajarin kita" kali ini Dito yang bersuara.
"Kami pamit pulang ka !" Kembali mereka melambaikan tangan dan itu tak luput dari perhatian Bagas.
Saat Alya ingin melangkah ke dalam, matanya menangkap sosok yang sangat ia kenal tengah memperhatikannya."Bagasss....!"
Teriakan Alya yang sudah terkenal nyaring nya meleburkan lamunan Bagas, pria itu lantas pura-pura tak melihat Alya.
"A...Alya, kenapa..?!"
Alya mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Bagas, jelas-jelas pria itu sejak tadi memperhatikannya.
"Harusnya aku yang nanya kek gitu, kamu kenapa ada di sini ?!" Pria itu gelagapan mencari jawaban.
"Emm...gak ngapa-ngapain, cuman cari angin, sumpek di rumah"
"Ouhhh..., Eh gimana kabar nenek Sanah?" Alya mengambil duduk di sebelah Bagas, hal sesederhana itu bisa membuat jantung Bagas berdetak kencang sampai-sampai ia takut gadis di sampingnya mendengar suara itu.
Bagas bergeser sedikit menjauh dari Alya, bagaimanapun mereka bukan mahrom.
"Alhamdulillah nenek baik, akhir akhir ini nenek sering tanya kenapa kamu jarang pergi ke musholla"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Strong Hero
General Fictionhanya sebuah kalimat yang menurut seorang gadis bernama Alya itu adalah omong kosong tapi, bagaimana menurut seorang pemuda bernama Bagas yang berniat mengakhiri masa depannya...?? Nantikan kisahnya....