"Vania ayo, cepetan." Teriak Tina dari garasi pada Vania. Setelah sarapan dan bersantai sebentar Tina langsung menyuruh Vania untuk segera bersiap-siap karena dia akan mengajak Vania ketempat yang akan dijadikan Vania sebagai tempat usahanya nanti.
"Ia sebentar Tina." Jawabnya sambil mengunci pintu rumah dan melangkah memasuki mobil menyusul Tina yang sudah berada di dalam mobil menunggunya.
"Ya ampun Vania kamu lama banget sih, kita harus cepat aku takut nanti teman ku nunggunya lama."
"Teman?"
"Iya, yang punya tempatnya itu teman ku dulu."
"Oh."
Setelah menempuh waktu 35 menit akhirnya mereka sampai pada tempat yang mereka tuju. Turun dari mobil mereka melangkah mendekati bangunan dua lantai dihadapan mereka.
"Bagus ya Van?"
"Iya bagus, tapi kayaknya mahal deh Tin."
"Ihh kamu tenang aja aku udah bicarakan kok sama teman ku itu untuk kasih diskon dikit, jadi kamu tenang aja Ok."
"Hai Tina." Seorang wania dengan dress selutut berwarna biru itu menghampiri mereka dan menyapa Tina dengan senyum merekah. Melihat siapa yang menyapanya Tina langsung memeluk temanya itu.
"Hai Tasya. Kamu udah lama nunggu?" Tanyanya setelah melepaskan pelukannya.
"Enggak kok baru aja sampek. Kamu?"
"Sama aku baru aja sampek. Oh ia kenalin ini sahabat aku namanya Vania."
"Oh Vania kenalin aku Tasya." Sambil mengulurkan tangannya dan di sambut dengan senang hati oleh Vania.
"Vania."
"Ok jadi kamu mau beli bangunan aku ini? Kamu suka sama tempatnya?
"Iya aku mau beli, aku juga suka tempatnya strategis selain itu jaraknya ke Cafe aku juga gak terlalu jauh hanya butuh 5 menit aja. Iyakan Vania? Bagaimana kamu suka?" Menatap sahabatnya minta pendapat.
"Iya aku suka kok."
"Yaudah kalo kalian suka gimana kalo aku ajak kalian untuk lihat-lihat dulu kedalam."
"Yaudah ayok."
"Bagaimana kalian suka? Setuju untuk membeli?" Setelah selesai berkeliling dan melihat-lihat mereka kembali lagi mendiskusikan tentang ruko yang akan dibeli oleh Vania dan Tina.
"Iya aku suka dan aku akan beli. Untuk pembayarannya nanti aku transfer."
"Tapi Tina."
"Apalagi Vania kamu gak suka tempatnya?"
"Bukan itu."
"Jadi?" Merasa heran dengan Vania yang sepertinya merasa kurang nyaman. Bingung karena Vania belum juga menjawab Tina kembali berbicara dengan Tasya dan membuat kesempakatan. Setelah setuju Tina langsung mentransfer uangnya kerekening Tasya dan Tasya yang menyerahkan surat-surat penting dan bukti pembayaran.
"Ok sekarang tempat ini jadi milik kamu semoga kamu betah ya kalau gitu aku permisi dulu."
"Iya kamu hati-hati." Sambil melambaikan tangan.
"Tina bukankah ini terlalu berlebihan, bagaimana caranya nanti aku bayar hutangku pada mu?"
"Gak usah dipikirkan Vania. Mending sekarang kita belanja keperluan untuk rumah makan kami ini aja ayo."
"Tapi Tina."
"Sudahlah ayo."
💜💜💜💜💜💜💜
Romi menyenderkan kepalanya sambil memejamkan matanya, entah mengapa dia merasa sangat pusing apalagi itu diperburuk dengan setumpuk dokumen yang harus dia periksa.
"Tolong buatkan saya kopi." Perintahnya pada sekretarisnya melalui intercom. Sambil menunggu dia kembali menyenderkan kepalanya dan menutup matanya untuk beristirahat sejenak.
Brakk
Suara pintu di dorong dengan keras mengganggu istirahatnya, sang pelaku dengan tidak tau dirinya berjalan dengan santai kearah sofa yang ada diruangan itu mendudukan diri sambil mengangkat kakinya ke meja dengan angkuh. tanpa merasa terganggu Romi kembali memejamkan matanya mengistirahatkan diri.
"Aku datang setelah sekian lama dan kau tidak menyambutku?" gerutu orang itu karena merasa terabaikan.
"Kau tidak penting."
"Oh ayolah Romi jangan mengabaikan ku aku tidak suka diabaikan." sambil mengerucutkan bibir merasa kesal.
"Berhenti bertingkah laku seperti perempuan Jovin kau membuat ku jijik." ucap Romi pada sahabatnya itu. Jovin Leonard Johnson sahabatnya dari kecil.
"oh ayolah Rom mari kita bersenang-senang, lagi pula aku sudah kembali setelah sekian lama. Apa kau tak merindukanku?"
"Buat apa aku merindukan mu kau tidak penting bagiku." tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas dan laptop yang berada di hadapannya.
"Hei paling tidak lihat aku, apa laptop mu lebih menarik dari pada pria tampan yang sedang duduk di ruangan mu ini?" jawab Jovin kesal. Dia kesal karena temannya ini mengacuhkannya, apa dia tidak sadar bahwa di sini ada orang lain bukan dia sendiri. Lagi pula di datang ke sini untuk melepas rindu dengan sahabatnya ini tapi apa yang dia dapat, dia di acuhkan dan diabaikan. Sungguh malang nasib mu Jovin punya teman sepertinya.
"Sudahlah kalau kau tidak ada urusan lagi bisakah kau tinggalkan ruangan ini." usir Romi halus pada sahabatnya yang selalu membuatnya kesal. Mendengar pengusiran halus dari sahabatnya itu Jovin yang sudah kesal menjadi semakin kesal, merasa bahwa kedatangannya sangat mengganggu sahabatnya itu.
"Kau mengusirku?" dengan nada kesal yang begitu ketara merasa tidak terima dengan pengusiran yang dilakukan sahabatnya itu.
"Aku tidak mengusir mu. Apa kau merasa diusir?" jawab Romi acuh mengabaikan kekesalan sahabatnya itu. Dengan wajah di tekuk dan kesal Jovin melangkah keluar meninggalkan sahabatnya itu tanpa pamit. Buat apa pamit toh Romi sendiri yang mengusirnya secara tidak terhormat, lihat saja nanti pasti akan Jovin balas semua perlakuan tidak menyenangkan ini.
Brakkk
Pintu ruangannya di tutup dengan sangat keras oleh sahabatnya itu tidak membuat Romi terkejut karena itu sudah menjadi hal biasa yang sering dilakukan oleh Jovin. Dia memang sengaja mengabaikan sahabatnya itu selain karena banyaknya pekerjaan dia juga memiliki masalah lainnya membuat dia pusing dan lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
RomanceDi perkosa oleh orang yang tidak dikenal. Dan harus menghadapi masalah lagi saat kehidupan baru hadir di kehidupannya dan tumbuh didalam rahimnya. Apa yang harus dilakukannya? Apakah dia harus mempertahankan atau menggugurkannya?