Pagi itu, matahari menyinari bumi dengan lembut, menciptakan suasana hangat yang menembus kamar Adinda. Di balik tirai jendela yang sedikit terbuka, cahaya matahari memasuki ruangan, memancarkan harapan baru. Adinda sudah terbangun dari tidurnya, tetapi pagi ini terasa sepi dan hampa baginya.
Di atas meja kecil di samping tempat tidurnya, Adinda melihat bingkai foto yang memperlihatkan momen indah bersama Ridho. Mereka terlihat kompak mengenakan baju couple, senyum ceria di wajah mereka seolah menceritakan kebahagiaan yang saat ini terasa jauh.
"Rid, bagaimana kabar lo?" Ucap Adinda sambil menatap bingkai foto itu, kerinduan menyelimuti hatinya.
Druutt… drutt… drutt…
Suara notifikasi di ponselnya memecah keheningan. Pesan dari Ridho, sahabat sejatinya, muncul di layar.
"Assalamualaikum, Adinda. Apa kabar? Oh ya, selamat pagi sahabatku!"
"Waalaikumsalam. Gimana kabar lo? Gue kangen!"
balas Adinda, dengan antusias yang tak bisa tersembunyikan.
Ridho tersenyum membaca balasan itu, merasa ada kehangatan dalam kata-kata Adinda.
"Lihat pergelangan tangan lo. Di sana kan tertulis 'kita'.Alfa. Dan gue selalu ada di sebelah lo, percayalah!" tulisnya dengan semangat.
Dengan nada sedikit kecewa, Adinda membalas,
":("
"Tau ah, sebel. Ga ada yang traktir gue makan dong."
"Bisa kok! Gue kan tetap kirim bunga buat lo," jawab Ridho, berusaha menghibur. "Gue maklumi semuanya, Din. Kita sudah dewasa dan ini emang masa-masa kita sibuk dengan masa depan masing-masing. Masa di mana kita mencari jati diri. Tetapi kita tetap sahabat, kan? Gue tetap punya tujuan yang sama dan lo juga punya tujuan lo. Sampai kita bertemu lagi, pas kita sama-sama sudah sukses dan hidup bahagia."
Di sisi lain Rafka disibukan Dengan menyiapkan keperluan Adinda di kampus baru.pagi yang biasanya tenang, Rafka duduk di mejanya, dikelilingi oleh buku-buku dan peralatan kuliah. Dengan penuh perhatian, ia memilih beberapa perlengkapan, seperti laptop, buku buku, alat tulis dan Snack kesukaan Adinda. Ya. Walaupun Rafka terlihat cuek, tetapi Rafka masih mengingat itu.
Rafka melirik ke layar komputernya dan mulai mencari informasi tentang kampus baru Adinda. Setiap klik membawa rasa ingin tahunya semakin dalam. Dia melihat foto-foto kampus yang megah, dengan pepohonan rindang yang mengelilingi gedung-gedung bersejarah. "Wow, keren banget!" gumam Rafka. Dia bayangkan bagaimana Adinda akan beradaptasi dengan suasana baru, bertemu teman-teman baru, dan menghadapi setiap tantangan yang datang.
Dengan hati-hati, Rafka memasukkan semua perlengkapan ke dalam tas ransel biru milik Adinda. Ia berharap keperluan tersebut dapat memberikan semangat tambahan bagi Adinda, terutama di saat-saat ketika ia merasa rinduu rumah. Dalam hati, Rafka berdoa agar perjalanan Adinda di Bandung menjadi awal dari petualangan baru dalam hidupnya—petualangan yang penuh warna dan kesempatan untuk tumbuh.
Ketukan pintu memecahkan lamunan Adinda. Dia sedang tenggelam dalam pikirannya, mengenang kembali moment-moment kecil bersama Ridho
Tok tok tok
Adinda langsung menaruh ponselnya dan berjalan menuju pintu kamar. Dia membuka pintunya dan melihat Rafka yang berdiri di sana. "Apa?" tanyanya dengan suara datar, berusaha menutupi ketidaknyamanannya.
"Saya hanya mengingatkan. Segera bersiap untuk ke kampus barumu!" jawab Rafka dengan nada penuh semangat.
Adinda memutarkan bola matanya malas, merasa sedikit terganggu dengan pengingat tersebut, dan langsung menutup pintu kamarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu Yang Salah
General Fiction🚫DiLARANG PLAGIAT! 🚫 JIKA ADA KESAMAAN TOKOH. MOHON MAAF BUKAN DI SENGAJA. Adinda dan Ridho. Dua sahabat yang saling mengerti dalam diam, saling menyimpan rasa tanpa pernah benar-benar berani mengucap. Tapi takdir memaksa mereka mengambil jalan b...