"Assalamu'alaikum," salam seorang dari luar pintu rumah keluarga Nesa. Nampak seorang pemuda dengan wajah yang tampan lengkap dengan setelan berdasi khas orang kantoran, dilihat dari raut wajahnya mungkin usianya berkisar pertengahan dua puluhan, tapi ya belum menjamin karena jaman sekarang wajah bisa menipu. Posturnya yang tinggi tegap sekitar 185 cm bisa dibilang tinggi yang ideal atau mungkin sedikit lebih tinggi dari postur orang Indonesia pada umumnya.
"Wa'alaikumussalam, ehh, den Bian, masuk, den." Balas seorang perempuan paruh baya dengan hijab yang melekat di kepalanya.
"Nesa ada, bi?" Bian nama pemuda terswbit bertanya dengan senyum yang lebar di wajahnya.
"Ya jelas ada, den, semua lagi pada sarapan." Bi Rani asisten yang barusan membukakan pintu memberi jalan pada Bian untuk masuk, ya Bian adalah tamu langganan di rumah ini karena dia adalah teman dari anak sang pemilik rumah, makanya dengan tidak takut sang asisten mempersilahkan masuk.
"Ada siapa, bi?" Tidak lama bi Rani mengajak Bian masuk datang seorang pemuda yang tidak kalah tampan dari Bian keluar dari ruang keluarga, melihat siapa yang datang lelaki itu tersenyum. "Eh, Ian? Tumben pagi-pagi dah datang ke rumah."
"Ya mau jemput calon makmum." Jawab Bian dengan tengilnya.
"Belum muhrim di larang berduaan."
"Kan bareng sama kamu juga, Lif."
"Alasan, yuk masuk, dah sarapan belum."
"Belum."
"Ya udah minta siapin piring sama bi Rani terus sarapan bareng." Mereka beriringan menuju ruang makan namun Bian berhenti sejenak untuk bertanya kembali pada Alif. Oh ya Alif ini adalah sahabat Bian sekaligus kakak dari perempuan incaran Bian.
"Oh ya, Nesa gimana moodnya pagi ini?"
"Kenapa? Takut?" Ejek Alif, Bian ini bisa dikatakan takut dengan mood Nesa yang kadang berubah apalagi kalau ada dirinya di sekitar gadis itu.
"Nggak lah, ngapain takut." Elaknya.
"Mood Nesa baik pagi ini, asal jangan kau ganggu dengan rayuan gombalmu itu."
"Ya namanya usaha?"
"Makin ilfil yang ada kalau kamu gitu ke dia, kamu tahu kan gimana Nesa melihat lelaki yang cuma jago OMDO?"
"Terus gimana naklukin dia?"
"Minta sama yang punya hati dia,"
"Ha?"
"Gini lho, Bian, adekku itu hatinya milik Allah, kalau mau hati adikku minta sama Allah,"
"Ohhh iya juga ya? Kok aku nggak kepekiran ke sana ya?"
"Makanya jangan mikir nikah mulu, pikir gimana catanya biar semesta merestui kalian."
"Pinter juga kamu, Lif"
"Dari dulu ...,"
....
Gimana? Lanjut nggak kalau mau baca aku dah post dengam judul sama "Kaulah Bidadariku (Season 2)"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaulah Bidadariku
Romance"Mari kita berpisah." Ucapan Bian bak anak panah yang dengan bebas menikam jantung dan hati Nesa. Hancur lebur sudah harapannya mempertahankan pernikahan yang baru ia bina. Cintanya tak mampu membuat sang suami untuk sudi memandangnya. #1 Maaf 25-04...