Permulaan : Bab 1 part 1

56 2 13
                                    

Namaku Azwari, umurku 16. Hanya seorang remaja biasa yang hidupnya biasa-biasa saja. Yah, pada mulanya memang seperti itu.

Aku baru saja sampai di sekolah. Sekolahku tidak terlalu bagus, hanya seperti barisan rumah yang di kelilingi pagar dan dilengkapi lapangan olahraga yang juga menjadi lapangan upacara.

Bruuk, ada yang menepuk punggungku sampai aku terbatuk-batuk. Aku menoleh. Itu Alice, si gadis cantik berambut merah. Dia ahli beladiri yang otaknya terbuat dari otot. Bersama dengan adiknya, Natalia, mereka pindah ke sekolahan ini enam bulan yang lalu.

"Pagi-pagi sudah melamun."

"Eh, Alice rupanya. Aku kira siapa tadi."

"Apa yang kamu pikirkan?"

"Tidak ada apa apa, Natalia dimana?"

"Natalia sudah duluan, ada tugas piket katanya." Jawab Alice sambil mengangkat bahu.

Natalia memang murid yang rajin. Berbanding terbalik dengan kelakuan Alice.
Walaupun bersaudara, mereka tidak memiliki kemiripan sama sekali. Natalia itu pendiam dan penurut.

Kami melanjutkan obrolan sambil berjalan santai.

"Ngomong-ngomong, kamu sudah belum mengerjakan PR?" Tanya Alice

"Memangnya ada PR?"

"Bahasa Inggris, jangan bilang kamu lupa!"

Gleek, Aku menelan ludah. Aku tidak ingat sedikitpun tentang itu. Gawat gawat gawat. Guru Bahasa Inggris itu sangat galak, kalau begini aku akan menjadi korban pembantaian sepihak.

"Sialnya nasibmu." Kata Alice dengan seringai licik di wajahnya. Tentu saja, kawanku ini suka melihat orang lain menderita.

"Makanya jangan main game terus!" Sambungnya.

"Pasti Natalia yang mengerjakan punyamu." Aku menceletuk.

"Buahahaha." Sekarang dia mirip bos monster dalam game RPG.

"Sudahlah, aku harus bergegas." Ucapku lalu aku berlari-lari kecil. Moga-moga masih sempat mengerjakan PR sebelum pelajaran B. Inggris dimulai.

° ° ° ° °

Aku berhenti berlari. Di depanku ada 3 orang yang mengenakan jaket kulit di luar seragamnya - geng Nebula. Ini tidak bagus, aku harus mencari jalan lain.

"Oh, hai cupu." Gawat bahkan ketuanya, Yanor, ada di sini.

Lari, aku harus lari. Aku berbalik dan melihat 2 anggota lain yang menghalangi jalan keluarku satu-satunya.

"Ayolah, jangan terburu-buru! Temani aku ngobrol sebentar." Kata Yanor sambil mendekatiku.

"Uggh." Perutku di tinju, pukulannya kuat sekali. Sebelum sempat melakukan apa-apa pukulan kedua sudah mendarat di rahangku. Rasa sakit menjalar ke seluruh wajahku.

"Pegangi dia." Seketika kedua tanganku tak bisa digerakkan.

"Aku ingin kamu melakukan satu hal." Daguku diangkat paksa oleh Yanor.

"Bilang pada temanmu si murid baru, jangan sok jago di sini kalau tidak mau berurusan dengan kami."

"Pesanmu sudah sampai." Terdengar suara baru yang tajam. Diujung kiri penglihatanku, aku melihat Alice yang dengan santainya memasuki arena.

"Lihat siapa yang datang, kebetulan se-"

"Aku menantangmu berduel!" Alice menyela ucapan Yanor. Sontak suasana menjadi hening. Kemudian Yanor tertawa di susul anak buahnya.

"Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar, seorang gadis belia menantang ku bertarung. Jangan bercanda." Ekspresinya bercampur antara tidak suka dan mengejek. Bibirnya menyeringai sambil menyipitkan sebelah mata.

"Aku tidak peduli dengan pendapatmu, mulut ember." Hahaha, hanya Alice yang bisa bilang begitu kepada Yanor.

"Jadi, cepat putuskan jawabanmu!" Alice melanjutkan perkataannya.

Ekspresi Yanor menjadi masam, " oke, ayo kita bertarung sekarang. Akan ku pastikan kamu menyesali perkataan mu barusan."

ElinalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang