februari

535 84 50
                                    

[ 2 ]

_

Ceklek

Pintu putih itu kembali tertutup. Meninggalkan diriku yang tengah berkutik sendirian di dalam kediaman yang nan membisukan.

Lagi lagi harus ku dapati wajah lelah mama. Sebagai seorang anak, tentu saja aku tidak kuasa tuk harus melihatnya bekerja keras bagaikan kuda-- pagi dan malam, hanya untuk membiayai proses pengobatanku.

Tetesan air mata membasahi pipi ku. Bukannya aku cengeng, namun rasa menyesal benar benar menggerogoti diriku. Bila saja mama memilih untuk meninggalkan diriku seperti papa, mungkin dirinya tidak perlu untuk melakukan semua hal yang melelahkan ini.

Tok tok tok

Bunyi ketukan yang cukup keras itu sontak membuatku dengan cepat menghapus kasar air mata yang tengah mengalir deras.

"Masuk," ujar ku sedikit keras.

Namun, ku kunjung tak mendapat balasan dari sang tamu. Aneh. Bahkan tidak ada tanda tanda bahwa sang tamu akan melangkah masuk ke dalam ruanganku.

Dengan berat hati, akhirnya kuputuskan untuk berjalan mendekat ke arah pintu dan menengok ke luar. Lebih aneh nya lagi, tidak ada siapapun diluar sana. Hanya sejumlah perawat yang tengah sibuk berlalu lalang keluar masuk kamar pasien lainnya.

"Mungkin ada yang salah ketuk," batinku menerka nerka.

Baru saja pintu putih itu kembali tertutup, ketukan itu kembali terdengar. Bedanya, kali ini lebih keras. Bukan, bukan dari arah pintu bunyi itu berasal-- melainkan dari arah jendela.

Jujur saat ini batinku sedang berkutik lantaran bergerak mendekat atau justru sebaliknya. Namun, kaki ini lantas membawaku mendekat ke arah jendela besar yang tertutup oleh tirai abu tersebut.

"Astaga!" Teriak diriku kaget. Siapa juga yang tidak shock apabila mereka kedatangan tamu tak diundang melalui jendela pada pukul 11 malam pula.

Tetapi aku tahu betul sosok tamu tersebut. Lelaki sipit bergigi kelinci yang selalu kujuluki dengan sebutan pria harimau. Perawakannya memang jauh dari kata menakutkan, namun mata sipitnya justru memberikan kesan hangat seekor harimau.

"kamu siapa? Kenapa bisa ada disini?"

"Bukain dulu napa jendelanya, capek nih," jawab lelaki itu tak acuh.

Memang sepertinya dia begitu niat memanjat bangunan tua ini sampai ke lantai dua. Untung saja ia tidak terluka.

Setelah kubukakan jendela itu untuknya, lelaki yang masih tidak kuketahui identitasnya itupun merebahkan diri pada sofa yang terletak di pojok ruangan.

Tidak ada yang berubah dari penampilan biasanya. Kemeja putih bersih dan jaket hitam legam yang selalu dikenakannya setiap malam, kini pun tengah melekat pada tubuh atletis lelaki itu.

"Kenalin, namaku Soonyoung," ujar lelaki itu sembari berusaha menetralkan deru nafasnya.

Alisku bertautan. Soonyoung? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu sebelumnya. Ku berusaha untuk mengingat kembali, namun hasilnya nihil. Tidak ada memori yang terputar di kepalaku tentang sang lelaki. Akhirnya aku pun hanya berusaha mengalihkan pemikiran ku kembali kepada sang lawan bicara.

"Salam kenal, namaku Fiona," ujar diriku yang kemudian dihadiahi anggukan oleh Soonyoung.

"Kamu cantik juga ya... Apalagi kalau dilihat dari jarak deket kayak gini."

-

Moon Man | Kwon Soonyoung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang