Waktu berlalu cepat, hidup yang kutempuh berjalan biasa. Setengah tahun lebih sudah terlewati dan sebentar lagi tahun pertamaku di SMA akan berakhir.
Sebagian di awal waktu kuhabiskan untuk beradaptasi dengan transisi masa remaja yang katanya, merupakan menuju masa penemuan jati diri dan pendewasaan.
Teman-teman kelas saling berbagi resolusi yang ingin mereka capai. Ketika ditanya hal yang sama, aku tidak bisa menjawab dengan gamblang, karena pada dasarnya aku tak memiliki pikiran yang muluk-muluk di SMA. Rasanya ya, hanya gitu-gitu saja.
"[Name]-chan, ayo ganti baju olahraga. Bentar lagi pelajaran dimulai!"
"Eh iya, tunggu sebentar!"
Pelajaran olahraga kali ini adalah berlari di lapangan lari sebanyak lima putaran. Teman-teman sekelas perempuanku menghela napas kecewa, berkebalikan dengan murid laki-laki yang nampak antusias.
"Seperti biasa, yang cepat selesai duluan dapat nilai tambahan."
"Baik, pak!"
-o-
"Gila, awal semester lalu kita udah lari, ini lari lagi," komentar teman-temanku yang baru saja menyelesaikan putaran terakhir.
"Capek banget, sumpah."
Aku sudah usai beberapa menit lebih awal, kini mendudukkan diri di sisi lapangan dengan meluruskan kaki. Napas masih tersengal dan mengembang-mengempis.
Pak Sakamoto sudah mengambil nilai, jam pelajaran yang belum berakhir sisanya dijadikan free time. Ada yang langsung memutuskan kembali ke kelas dan berganti. Ada juga yang duduk-duduk ngobrol, atau main bola di lapangan.
"Eh, eh, lihat! Di gimnasium anak-anak cowok kelas tanding voli sama anak kelas 1-1!"
"Wah, mampir nonton yuk!"
"[Name]-chan mau nonton juga?"
Aku memasang wajah berpikir sejenak. "Boleh, bentar saja. Sekalian mau balik ke kelas."
Saat itulah aku baru melihatmu lagi. Pemuda bertubuh tegap, dengan mahkota hitam dan poni belah tengah. Hampir setahun setelah pertemuan pertama ketika daftar ulang siswa baru, aku tak pernah bertemu, melihat atau sekedar papasan denganmu.
Padahal seangkatan, meski beda kelas. Ah, mungkin aku saja yang jarang keluar kelas.
Aku menonton dengan seksama. Teman-teman cewek kelas bersorak histeris. Bukan mendukung tim cowok dari kelas kami sendiri, malah mendukung tim lawan.
Karena mereka unggul jauh, dan juga sedari tadi teman-temanku meneriaki nama salah satu pemain yang berambut abu-abu.
Kau berada di posisi depan net, memasang raut berkonsentrasi. Ketika bola melambung di udara dari daerah lawan, kau melompat, tangan kau julurkan ke atasーyang kutahu disebut sebagai gerakan block.
Beberapa saat selanjutnya kau melompat lagi. Kali ini bergerak mengayunkan tangan untuk memukul bola. Aku tidak tahu banyak soal voli, tapi aku tahu dari melihat gerakanmu saja, itu sesuatu yang luar biasa.
Aku terperangah, tak sadar bibirku bergumam sendiri, "Suna."
Salah satu teman cewek di sampingku menoleh. "Eh, ada apa [Name]-chan? Kamu kenal Suna Rintarou?" tanyanya.
Aku gelagapan, lalu mengangguk pelan. Toh, kami memang pernah sempat berkenalan walau hanya sekejap.
"Wahh, kok gak pernah bilang? Kenal sama salah satu pemain inti voli SMA kita yang hebat, aku iri!"
Aku sudah dengar banyak berita tentang SMA Inarizaki punya tim voli yang hebat, jadi aku tahu. Tapi aku baru tahu, bahwa meski kelihatan seperti orang yang lebih irit energi, nyatanya kau adalah seorang atlet voli.
Sial, aku terperangah lagi.
Permainan berakhir dengan cepat. Kelas kami kalah telak. Pemain cowok dari kelas kami menghampiri cewek-cewek yang menonton. Salah satu menggerutu kesal.
"Kok kalian malah dukung kelas sana sih?"
"Ya, habisnya kalian mainnya payah!"
"Mau gimana lagi, mereka punya dua orang yang memang atlet voli."
Di sepanjang perjalanan kembali ke kelas, benakku bertanya-bertanya. Kapan turnamen voli tingkat SMA diselenggarakan?
Aku menggosok-gosok telapak tangan. Sudut bibir mengembang, tidak pernah merasa setertarik dan semenggebu ini.
Aku tidak sabar untuk menonton beberapa pertandingan resmimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
skeptis ❥ s. rintarou
Fanfiction[ reader x suna rintarou ] karenamu, aku mulai mencoba menepis segala ragu. namun, jika tentangmu, mengapa aku selalu menemukan ragu yang kembali berpendar? ia mengedar dalam kelebat bayang, melesak dalam pikiran-pikiran, dan menjerembabkan sanubar...