Aku sama sekali nggak ngerti. Pekan sudah berganti dan ini sudah hari Kamis, lima hari semenjak hari Sabtu. Tiap detil momen hari itu masih terngiang-ngiang di kepala. Mampir kapan saja seperti tidak tahu waktu.
Ketika hari beranjak malam, rasanya makin parah. Intensitas 'kepikiran' makin meningkat. Nyaris membuatku susah tidur tiap malam.
Kadang aku ditegur oleh temanku saat tiba-tiba bertingkah aneh, seperti meremas benda dengan tangan mengepal, senyum-senyum sendiri, atau memukul udara ketika mendadak bayangan tersebut berkelebat.
Temanku sampai tidak habis pikir. Aku lebih tidak habis pikir lagi.
"Kamu kenapa sih?" tanya temanku yang gemas.
"Iya, aku kenapa sih?" Aku juga gemas.
Temanku memutar bola mata. Malas. Gak paham.
"Eh! Eh! Anak-anak klub voli cowok mau lewat lorong!"
"Yang bener?"
"Uwaaa!! Atsumu, Osamu!"
"Kita-senpai!"
Gila. Rame banget. Sudah kayak mau melihat boygrup lewat saja. Langkahku dan temanku yang mau ke kantin jadi tersendat oleh kerumunan ciwi-ciwi yang mendadak banyak yang keluar kelas.
Pemain voli cowok SMA Inarizaki memang populer. Kuakui, mereka juga sangat kuat hingga di Final Turnamen Summer Interhigh Agustus bulan kemarin yang kutonton, mereka berhasil menjadi Runner Up.
Aku tidak menyangka ketika melihat mereka bersama-sama sekaligus saat di sekolah kelihatan sungguh berbeda. Ada aura supremasi yang menguar kuat di udara, menghantarkan atmosfer bergidik kagum.
Di situ irisku menangkapmu berjalan bersama rekan-rekan timmu. Wajah datar tak bersemangatmu selalu terpampang. Sial, hanya dengan melihat wajahmu, ingatan tentang Sabtu kemarin seenak saja kembali berkelebat.
Aku mencoba membuka suara, tangan sedikit mengangkat. Aku bermaksud untuk menyapamu.
Tapi aku urung. Lidahku terlalu kelu untuk menyebut namamu. Takut sapaanku kalah dengar dengan riuhnya siswi yang berkerumun di lorong. Aku berakhir hanya melihatmu melewati koridor ini, hingga punggungmu tak nampak lagi pandangan mata.
"[Name]-chan, ayo jadi ke kantin nggak? [Name]-chan ngelihatin siapa sih?"
"Eh--iya, ayo."
"Kamu tadi kayak mau nyapa seseorang, siapa?"
"Oh, itu tadi, aku berniat nyapa Rintarou tapi gak jadi."
"Hah? Suna Rintarou! Kalian sebenernya sudah sedekat apa?" serunya kaget tapi juga memasang raut interogasi.
Aku mengibas-ngibaskan tangan. "Nggak deket gimana-gimana. Cuma sekedar temen klub, kok."
-o-
Keningku berkerut heran kala tungkai kakiku bergerak mendekati ruang Klub Jurnalistik. Dari luar, aku bisa mendengar suara heboh anak klub. Yang paling keras terdengar, ya suara Kak Manami.Aku melepas sepatu, menaruhnya di rak. Lantas mengintip dari jendela.
Deg. Irisku mendapati eksistensimu di penjuru lain ruang klub. Membaca komik, dengan earphone tersemat di kedua telingamu.
Kalau aku meminjam istilah kekinian dari temanku yang banyak menonton drakor, mungkin ini yang dinamakan shimkung*.
Atensiku beralih ke sumber keramaian. Beberapa anggota Jurnalistik sedang bergerombol, rupanya lagi main Uno Stacko. Mataku berbinar.
"[Name]! Ayo sini join!" sambut Kak Manami begitu melihatku memasuki ruangan. Dengan senang hati, batinku.
"[Name] has joined the server."
Aku sudah lama gak pernah main permainan begini. Terakhir pas kelas satu SMA, karena lagi masa banyak-banyaknya jam kosong. Teman-teman kelas sering sekali memainkan berbagai macam permainan.
Sekarang di kelas dua, kesibukan makin bertambah. Waktu jam pelajaran yang kosong belum kelihatan hilalnya. Makanya aku jadi semangat pas diajak bermain begini lagi.
Pyar.
Apes.
Di permainan pertamaku, aku sudah kalah.
"Gak beruntung banget [Name], baru join udah kalah, hahaha!"
Iya, gak beruntung banget. Bibirku mengerucut mengekspresikan kekesalan.
"Truth or Dare?"
"Hah?"
"Dari tadi kita main, yang kalah harus ToD."
Aku melongo. Apes kuadrat.
"Truth aja lah."
"[Name], siapa yang paling kece di klub ini?" Kak Hiro tiba-tiba melayangkan pertanyaan.
Kak Manami di sebelahnya protes. "Ganti, ganti! Apaan itu pertanyaannya terlalu klise!"
"[Name], ada orang yang kamu sukain gak di sini?" Chizuru--anak kelas 2 bagian desain di klub ini yang menyeletuk.
Uhuk. Padahal lagi gak nelen apa-apa, tapi rasanya mendadak seperti keselek.
Apes kubik.
Kak Manami terkekeh sambil menggepuk punggung Chizuru. "Lho, lho. Kamu ini kemana aja, Chizuru. Dari berbulan-bulan lalu [Name] sudah pdkt-an lho, sama Suna. Aduh, gemas! Ya 'kan, [Name]?"
"Nggak tuh! Kak Manami jangan ngaco deh."
Aku menyangkal dengan sedikit gelagapan. Terik matahari sore di musim panas yang melesak melalui celah jendela ruang klub membelai pipiku, menghantarkan hangat yang menjalar di permukaan.
"[Name], wajahmu memerah!"
Aku menelengkan kepala ke arah lain, tidak mau menyaksikan gerombolan pemain permainan yang tiba-tiba menyerukan godaan-godaan padaku.
Tidak tahu apa yang membuat mataku melirik ke arahmu. Kau masih terdiam sendiri, tampak asik sendiri dengan kegiatanmu. Seolah tidak terganggu oleh keramaian yang ada.
Seakan merasa diperhatikan, kau menengadahkan kepala. Iris kita bertemu. Untuk ke sekian kali.
Wajah datarmu seolah-seolah tak pernah mengguratkan ekspresi terhadap sesuatu yang sedang, atau pernah terjadi.
Aku bertanya dalam hati, juga sedikit berharap, kau tidak mendengar kejadian olok-olok barusan. Tidak kuat berlama-lama adu kontak mata denganmu, aku mengalihkan pandang.
Ada setitik rasa kecewa, melihat ekspresimu yang selalu nampak biasa saja. Sedangkan aku selalu berusaha untuk tidak terlihat gugup.
Ah, tidak. Bukan karena kau yang biasa, mungkin aku saja yang terlalu berlebihan.
-o-
* 심쿵 (Shim-kung) : emotionally heart attack
KAMU SEDANG MEMBACA
skeptis ❥ s. rintarou
Fanfiction[ reader x suna rintarou ] karenamu, aku mulai mencoba menepis segala ragu. namun, jika tentangmu, mengapa aku selalu menemukan ragu yang kembali berpendar? ia mengedar dalam kelebat bayang, melesak dalam pikiran-pikiran, dan menjerembabkan sanubar...