enam

127 19 1
                                    

Mendekati akhir tahun, Klub Jurnalistik menjadi sepi.

"Sepi banget ya, gak kayak biasanya."

Aku mengangguk setuju dengan pernyataan Chizuru. Menatap penjuru ruangan klub yang biasanya ramai, tetapi kini sunyi.

Mau bagaimana lagi, mendekati akhir tahun ajaran kegiatan akademik semakin padat. Semua orang disibukkan dengan kegiatan masing-masing.

"Kelas tiga makin sibuk sama bimbingan intensif ujian kelulusan. Biasanya yang paling ngeramein klub anak-anak kelas tiga. Apalagi Kak Hiro sama Kak Manami," aku ikut mengemukakan pendapat.

Chizuru mendadak memasang muka sedih. "Sedih banget, kalau senpai kelas tiga sudah pada lulus."

"Emang sedih, tapi mereka juga bakal lebih sedih kalau juniornya bukannya ngerjain amanah malah meratapi keadaan."

Kami berdua menoleh, mendapati sosok pemuda teman seangkatan kami di klub menampakkan batang hidung.

Sosok yang ditunjuk sebagai Wakil Ketua Klub. Dia juga yang menjadi Kepala Redaksi majalah sekolah edisi beberapa bulan ke depan.

"Sudah yuk, persiapan rapat dulu. Yang dateng bakal dikit kayaknya, banyak yang sibuk," katanya sembari menghela napas, "Jadi gak perlu nunggu personel lengkap buat mulai rapat."

"Rintarou kok tumben belum dateng jam segini?" tanyaku celingukan.

"Oh, Suna? Dia izin akhir-akhir ini bakal sibuk sama persiapan Turnamen Spring High."

Di saat yang bersamaan, ponselku bergetar. Layarku menampakkan notifikasi pesan dengan nama kontakmu tertera di sana.

Rintarou
[Name], kamu punya catatan lengkap Kimia gak?

[Name]
Iya, kenapa Rin?

Rintarou
Besok pinjam boleh?

Lusa kelasku ada ulangan

Buat referensi belajar

[Name]
Boleh

Btw, izin gak dateng rapat ya hari ini?

Rintarou
Yep

Ini lagi latian persiapan turnamen

[Name]
Dasar orang sibuk www

Semangat ya. Latian kok bisa main hp sih www

Eh latianmu selesai agak malem?

Aku mumpung lagi bawa bukunya. Nanti kelar rapat aku samperin di gimnasium gimana?

Rintarou
Gk keberatan?

[Name]
Enggak, sama sekali

Rintarou
Ok, langsung masuk aja nanti

Makasih ya

[Name]
read Sama-sama😁

Aku menyimpan kembali ponselku ke dalam tas. Rapat dimulai, seseorang daritadi sudah menegurku dengan tegas.

Hawa dingin bulan Desember membuatku mengantuk di tengah rapat.

-o-

"Huwa, anginnya seger banget--eh?"

Mendengar pintu gimnasium dibuka dan suara seorang lelaki, aku menoleh.

Lelaki itu berambut pirang, wajahnya sangat familiar dan tak ada satu sekolahanku yang tak mengenalnya.

Kutarik tubuhku yang semula bersandar di dinding luar gimnasium, menghampiri pintu gedung tersebut.

"Miya-san ya? Latihan Klub Voli apa sudah selesai?"

Dahinya mengernyit. "Sudah. Lagi cari siapa?"

"[Name]?"

Kau muncul dari balik Miya berambut pirang.

"Rintarou!"

"Waduh, waduh. Siapamu nih, Rin? Kok gak pernah ngenal--APA SIH SAM TARIK-TARIK?!"

"Rin, kami balik duluan ya." Miya berambut kelabu datang menghampiri lantas menarik jaket sang kembaran. Ia berjalan menyeret kembarannya meninggalkan gimnasium.

Meski cukup jauh, samar-samar masih terdengar cekcok kecil antara keduanya.

"Lepas woy! Gak sopan kamu orang lagi ngomong main tarik!"

"Jangan ganggu, bego."

Kau menatapku dengan guratan heran. "Sudah nunggu daritadi?"

Aku mengangguk.

"Kok gak masuk?"

"Aku merasa gak enak kalo tiba-tiba masuk. Takut ganggu ...."

"Masuk aja gak apa harusnya. Di luar dingin."

"Terlanjur, haha. Oh, ini bukunya! Yang rajin ya belajarnya." Aku menyerahkan buku catatan yang kugenggam.

"Makasih."

"Ya udah, Rin. Duluan--"

Aku berancang berbalik, tetapi perkataanku terpotong oleh pertanyaanmu.

"Kamu terburu-terburu?"

"Enggak juga."

"Mau menungguku berberes sebentar? Sekalian pulang bareng."

"Eh?"

Aku tak bisa melayangkan penolakan. Kita berdua berakhir jalan berdampingan menyusuri trotoar.

Wajah kutundukkan, dagu kusembunyikan dalam syal yang melilit di leher. Masing-masing tangan dalam saku kutenggelamkan ke sisi yang lebih dalam. Mencari penghangatan.

Menjelang akhir Desember udara benar-benar dingin. Aku menahan untuk tidak menggigil.

"Kamu lupa gak bawa sarung tangan?" kau bertanya tiba-tiba, memecah sunyinya malam, sepinya jalanan, dan hening antara kita berdua.

"Lebih tepatnya, aku baru ingat sarung tanganku ketinggalan di kolong meja. Kelas jam segini sudah dikunci," jawabku, sedikit meluarkan kekehan ketika mengingat keteledoranku.

Kau meraih salah satu tanganku yang berada di dalam saku, menariknya keluar. "Kalau begini sampai rumah tanganmu bisa-bisa membeku."

"Nih, pakai saja." Kau lepas sarung tangan yang kaukenakan, lalu menaruhnya di telapak tanganku.

Di sepanjang perjalanan, aku masih terperangah. Tidak habis pikir dengan perhatian kecil yang telah kau berikan.

Udara yang berembus memang dingin, tapi hatiku merasa hangat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

skeptis ❥ s. rintarouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang