Anya duduk di pinggiran kasurnya. Sudah satu lemari ia obrak-abrik hanya untuk mencari baju yang cocok untuknya. Malam ini sesuai dengan yang Ardan katakan, Anya harus menemani Ardan menemui kakeknya, sang kepala yayasan sekolahnya. Anya benar-benar bingung harus memakai baju seperti apa untuk datang di acara formal semacam ini. Gaun? Anya hanya punya beberapa gaun. Itu pun kalau belum hilang entah kemana. Setiap bepergian Anya lebih nyaman mengenakan celana jeans panjang dan kaos. Tapi masak iya dia harus memakai pakaian itu sekarang? Bisa digorok habis sama Ardan nantinya.
Anya menghela napas lelah. Sudah satu jam ia mencari pakaian yang cocok tetapi tak kunjung ia temukan.
Dandan yang cantik dan feminim. Ubah penampilan kucel lo ini jadi secantik mungkin. Feminim?
Anya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Sambil berpikir keras ia turun ke bawah berniat hendak mengambil camilan di dapur. Anya yang hanya memakai celana pendek di atas lutut dan croptank warna abu-abu dengan rambut dicepol asal-asalan berjalan menuruni tangga. Ekspresinya biasa saja hingga tiba-tiba kedua matanya melihat ke arah sofa di ruang tamu. Ruang tamunya tidak kosong seperti biasanya.
Cowok tinggi dengan celana jeans hitam dan kaos putih polos yang dilapisi jaket kulit hitam yang sedang duduk santai itu tengah menunduk memainkan ponselnya. Sementara itu, pembantu Anya, Bi Imas tergopoh-gopoh menghampiri Anya.
"Neng, itu ada temannya datang. Baru saja Bibi mau manggil si Eneng. Berhubung Eneng udah turun, Bibi ke dapur dulu," ujar Bi Imas. Anya terlonjak kaget dan berbalik badan hendak naik ke atas tangga.
"Anya?"
Mampus gue! "Eh? Iya, Kak."
Ardan memandang penampilan Anya dari atas ke bawah. Cewek itu memiliki tinggi proporsional 164 cm. Kulitnya putih bersih dengan raut wajah yang terkesan jutek. Anya sebenarnya cantik, hanya saja ia terkesan tomboy sehingga aura cantiknya kurang terlihat.
"Kak?" panggil Anya menyadarkan Ardan dari lamunan ngawurnya.
"Eh, iya. Sorry, ini gue kesini cuman bentar, kok. Cuman mau ngasih ini," ucap Ardan salah tingkah. Ardan benar-benar terpukau dengan bentuk tubuh cewek di hadapannya ini. Sial, apalagi Anya sekarang tengah memakai tank top crop putih dan hotpants hitam. Ardan masih normal dan sekarang ia hanya bisa menelan ludahnya susah payah.
"Gue ganti baju dulu, ya, Kak," ujar Anya berniat naik ke kamarnya untuk berganti baju.
"G..gak usah. Gue langsungan kok. Nanti malem lo pakai ini, ya. Udah lengkap sama sepatunya juga. Nih," ujar Ardan sembari menyodorkan paper bag pink yang cukup besar bertuliskan sebuah brand ternama. Anya mengangguk menerima paper bag itu.
"Yaudah, kalau gitu gue balik dulu." Ardan mati-matian menahan degupan jantungnya yang berubah cepat. Hanya melihat Anya yang memakai croptank saja sudah membuat pipinya panas. Tanpa menunggu jawaban Anya, Ardan langsung keluar pintu rumah Anya. Sementara Anya menautkan alisnya bingung dengan tingkah aneh Ardan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDANYA
Teen Fiction"Lo ngikutin gue?" tanya Ardan dengan sinis. "Eh? Enggak, kak. Maaf, tadi gue pikir gak ada orang di sini." Anya gugup setengah mati berhadapan dengan cowok misterius seniornya ini. Drestanya Deswita, gadis berusia 16 tahun yang baru saja menapaki...