Suara deru mesin mobil seakan menjadi melodi bagi dua insan yang saat ini masih sibuk dengan pemikirannya masing-masing."Kau tak apa?" tanya Kevin mencoba memecah keheningan yang tercipta.
"..."
"Princess?" ucap Kevin lagi mencoba untuk menyadarkan dan menggenggam tangan gadis yang kini masih menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong.
"Ah.. Ya.. Kevin. Kau tadi bicara apa?" tanya sang gadis yang kini mulai kembali dari lamunannya.
"Apa kau baik-baik saja, Princess?" ujar Kevin dengan tatapan khawatir.
Pasalnya dari rapat tadi hingga sekarang gadisnya itu tampak murung dan aneh. Apa karena kakinya yang masih sakit? Atau karena rapat itu? Bella yang ia kenal adalah Bella yang ceria bukan yang seperti ini."Ah ya. Aku baik-baik saja Kevin" sahut Bella seraya mencoba tersenyum menyakinkan menatap sang kekasih.
'Bohong! Apa yang kau pikirkan, Princess? Kenapa kau tak jujur padaku?' ingin sekali ia bertanya demikian namun tidak ingin membuat gadisnya menjadi tak nyaman dengannya.
"Benarkah? Apa kakimu masih sakit? Apa kita perlu ke rumah sakit?"
Hanya pertanyaan ini lah yang akhirnya keluar dari bibirnya."Tidak perlu, Vin. Bisa antarkan ke apartemen ku saja?"
Kevin menoleh ke arah Bella dan tersenyum menenangkan. "Tentu, Princess" ujarnya.
"Thanks, Kevin" ucap Bella seraya tersenyum. Senyuman yang manis namun terasa hambar untuk Kevin. Ia tahu bahwa gadisnya sedang tidak baik-baik saja saat ini. Mungkin ia akan menunggu hingga Bella siap dan mau menceritakan ini nanti.
"Apapun untukmu, Princess" ujar Kevin sambil mengelus rambut gadisnya dengan sayang.
Sedang sang gadis hanya tersenyum.
Setelah itu kesunyian mulai kembali dan bertahan hingga mereka sampai di depan pintu apartemen."Kau benar-benar tak ingin aku masuk dan mengobatimu?" tanya Kevin dengan tatapan khawatir dan mencoba meluluhakan si kepala batu yang kekeh ingin mengobati kakinya sendiri. Demi Tuhan ia sangat khawatir melihat gadisnya saat ini. Rasanya ia ingin menyeret gadisnya itu ke masionnya saja. Tapi dia harus bersabar hingga saatnya nanti.
"Tak perlu, Vin. Aku tak ingin merepotkanmu. Lebih baik saat ini kau kembali ke perusahaan, maaf karena aku tak bisa membantumu" ujar Bella dengan tatapan bersalah. Ia tak mau kekasihnya kerepotan mengurusi dirinya sedang ia tahu banyak tugas yang masih menumpuk di perusahaan.
Kevin berjalan menghampiri Bella dengan sedikit menunduk karena tinggi gadisnya hanya sebatas bahunya.
"Hei.. Jangan seperti itu, aku tak pernah merasa kau repotkan sungguh. Kau kekasihku, ingat?" goda Kevin mencoba mencairkan suasana.
"Tentu saja, yang sakit kakiku bukan kepalaku Kevin! Tak mungkin aku melupakanmu" balas Bella tak mau kalah.
"Ah senangnya kau selalu mengingatku, Princess" ujar Kevin seraya tersenyum manis dan terkekeh geli. Ia juga merasa lebih tenang karena Bellanya telah kembali.
Berjalan mendekat dan mendaratkan kecupan di dahi Bella. "Obati kakimu lalu istirahat. Kabari aku jika terjadi sesuatu. Kau mengerti, Princess?" lanjutnya.
Bella mengangguk pelan dan tersenyum. Betapa baiknya kekasihnya ini. Pria yang penuh kasih sayang dan perhatian. Jangan lupakan wajah tampannya itu.
"Good girl, aku pergi dulu" sambungnya lagi kemudian berlalu pergi.
'Maafkan aku Kevin' ujar Bella dalam hati.
***
Alexander Corp, 04.30 PM.
Pria tampan nan rupawan itu hanya terdiam. Menatap lurus keramaian New York dari ketinggian. Mengabaikan berkas-berkas yang menumpuk dimejanya. Entahlah ia merasa sangat bosan dengan kehidupannya. Setiap hari bekerja tanpa ada habisnya. Dia itu kaya, walaupun tak bekerja sekalipun hartanya tidak akan habis tujuh turunan dan tanjakan. Tapi Ia tak setega itu untuk mengecewakan keluarganya.
Leon masih memikirkan gadisnya. Pantaskah ia masih berkata demikian setelah apa yang ia lakukan? Entahlah, yang ia tau hanya gadisnya harus kembali kepelukannya bagaimanapun caranya. Suka atau tidak suka, Arabella Evelyn Anderson adalah miliknya.
Tak lama kemudian, terdengar suara getaran ponsel.
"Selamat sore, Sir. Saya telah mendapatkan apa yang anda inginkan" sapa orang kepercayaannya itu.
"Bagus, segera kirimkan ke emailku" jawab Leon dengan simirknya.
"Baik, Sir"
Tut.
Leon langsung memutus sambungan dan langsung melihat apa yang ia dapat disini. Ternyata gadisnya bersembunyi disini sejak lama. Bodoh sekali anak buahnya tak mengetahuinya. Ingatkan Ia untuk menghukumnya nanti. Ia masih membaca data itu hingga...
Brak...
"Sialan! Berani sekali kau, Sweetheart. Takkan ku biarkan dia disampingmu lebih lama lagi. Kita lihat saja nanti" umpat Leon dengan rahang yang mengeras. Ia tak terima gadisnya dimiliki oleh orang lain.
'Aku datang, Sweetheart' ujarnya dalam hati, lalu berlalu pergi meninggalkan ruangan yang membosankan itu.To be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Down Slowly
RomanceBagaimana rasanya terkhianati oleh sahabatmu sendiri? Seseorang yang kau anggap pelindung, kau percaya dan slalu menemani dengan teganya menusukkan belati tepat dihati. Dan bagaimana rasanya sang pujaan hati malah bermain api dibelakangmu? Sakit...