Tiga

15 7 3
                                    

Jam yang melingkar di tangan kanannya menunjukkan pukul 20.00 WIB. Gadis dengan rambut sebahu yang kali ini di urai dan diberi jepitan simple berwarna hitam—selaras dengan warna rambutnya—kini tengah mengamati sekitar gedung aula serba guna milik kampus yang ada di hadapannya tanpa minat. Di sebelahnya, gadis dengan rambut bergelombang hasil catokan mengamit lengannya dengan antusias. Bisa ditebak dengan mudah siapa mereka, bukan? Ya, Aksa dan Atma. Keduanya sama-sama mengenakan dress kelabu, dengan Aksa yang memakai flat shoes dan Atma yang memakai sneakers-nya.

Aksa masih saja mengamit lengannya antusias, hingga ketika Atma melarikan atensinya pada gadis itu, ia membalasnya dengan cengiran lebar, “Kemampuan make up ku memang tidak bisa diragukan lagi,” ujarnya membanggakan diri, Atma memutar bola matanya jengah.

“Wajahku seperti dilapisi aspal.” Atma menatap datar ke arah Aksa yang kini tengah cekikikan mendengar kalimat sarkas yang ditujukan Atma untuknya.

“Cantik kok, manis,” ujarnya kemudian. Atma hanya diam, tidak menanggapi.

“Sekarang, ayo kita cari temanmu yang tadi kamu ceritakan!” Aksa menyeret Atma dengan antusias—sadis bagi Atma—mulai mencari ‘teman’ yang dimaksudkan Aksa.

Atma memaksa berhenti, menarik paksa lengannya yang diseret Aksa, kemudian berbicara ketus, “Dia bukan teman!”

Mendengar itu Aksa tergelak, “Kalau bukan teman, siapa lagi? Kekasihmu, begitu?”

Atma mengernyitkan dahi kesal. Bagaimana bisa aku bertahan hingga sekarang dengan menjadi temannya? Menyebalkan! Pikir Atma.

“Bisa diam tidak!” hardiknya kesal pada Aksa yang masih saja terpingkal.

“Hei, santai saja. Lagipula, kenapa memangnya kalau berteman dengan Jagat Semesta itu? Tidak ada salahnya mencoba berteman, bukan? Setidaknya beri orang-orang di sekitarmu kesempatan.”

Lagi, Aksa dengan segala wejangannya untuk Atma. Perihal yang masih itu-itu saja, dan Atma sudah mulai jengah untuk menjawab bahwa berteman dengannya dan Anala saja sudah cukup bagi Atma.

Memang, sejak tadi setelah Atma menceritakan perihal interaksinya dengan Jagat, Aksa sudah melabelkan bahwa Jagat Semesta adalah temannya. Keduanya masih berjalan dengan mimik muka yang jelas berbeda, Aksa yang selalu antusias dengan hal-hal baru kontras sekali dengan Atma yang enggan keluar dari tempurungnya.

“Hei!”

Keduanya menoleh pada asal suara, kini di hadapan keduanya ada seorang gadis yang tersenyum ramah, dengan dress cokelat susu yang melekat pas pada tubuhnya. Atma dan Aksa saling berpandangan. Seolah paham mengenai apa yang ditanyakan Aksa padanya, Atma menjawab dengan gelengan yang berarti dia juga tidak tahu siapa gadis dengan gaun cokelat susu di hadapan mereka ini.

“Atma.” Gadis asing itu memanggil namanya, Atma mengerutkan kening dan menatapnya heran. Sedangkan Aksa menatapnya tidak sabar menuntut jawaban. Atma balas menatap Aksa, menegaskan bahwa dia benar-benar tidak tahu siapa gadis asing itu.

“Hei, Atma.” Gadis asing itu kembali memanggilnya. Aksa yang merasa tidak enak sudah mengabaikannya memilih bertanya terlebih dahulu.

“Maaf, apakah kalian saling mengenal?” ujarnya pada gadis asing itu.

Gadis asing itu tersenyum, “Tentu saja, kita teman.”

Atma mengernyit.

Terakhir kali aku ingat, aku tidak pernah memiliki teman selain Aksa dan Anala, terlebih di kota baru yang bahkan belum genap sebulan aku tinggali.

|Trilogy-1| SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang