3. Abell-Pertemuan

20 2 1
                                    


Waktu berjalan dengan sangat cepat hingga aku tak menyadari bahwa jam pelajaran telah berakhir. Aku memasukkan buku-bukuku ke dalam tas dengan sembarangan. Kirana menoleh menghadapku. "Ke perpus nggak, Bell?" tanyanya. Dari banyaknya hal yang kusukai pada Kirana, aku sangat menyukainya karena memiliki kesamaan minat pada bacaan buku. Saking sukanya kami dengan buku, sepulang sekolah kami menghabiskan waktu di perpustakaan hingga sore hari untuk mengerjakan tugas rumah atau hanya sekedar membaca buku, dari bacaan yang ringan hingga bacaan yang menguras pikiran.

"Sorry, gue ada janji sama Johan," jawabku dengan wajah memelas. Ku harap wajahku cukup meyakinkannya.

"Kemana?" tanyanya penasaran.

Aku memiringkan kepala sambil memutar bola mataku. "Rutinitas seperti biasanya," jawabku sekenanya.

Karena memahami ucapanku, Kirana membalalakkan matanya. "Nggak ada bosennya adik lo ngenalin kesiapapun. Iri gue," katanya. Memang, tidak banyak yang mendekati Kirana karena Kirana kelewat pendiam di depan laki-laki. Menurutku ia memang anak yang pemalu.

Aku hanya tersenyum dan dengan segera meninggalkan Kirana. Aku sempat berpapasan dengan Cita ketika di lorong. Belum sempat ia mengucapkan sepatah katapun, aku hanya memberitaunya bahwa aku terburu-buru lalu meninggalkannya. Aku menemukan Johan sedang menungguku di ujung lorong sambil menyandarkan diri di dinding. Sesekali ia tersenyum dan menanggapi sapaan teman-teman seangkatanku yang menyapanya dengan menggoda. Oh, Tuhan, kenapa dia harus merespon sok keren juga sih, batinku. Hal itu malah membuat para siswi tersipu malu. Sebenarnya tidak hanya para gadis sih yang menyapanya, ada beberapa laki-laki yang menyapanya sambil berjabat tangan, berbincang sebentar lalu meninggalkan Johan. Saat itu Johan menoleh dan melihatku sedang berjalan ke arahnya. Ia berdiri tegak dari dinding yang menjadi sandarannya ketika aku mendekat.

"Kenapa nggak nunggu di mobil aja sih?" tanyaku heran.

"Gue nggak mau ambil resiko dong. Bisa-bisa lo kabur duluan," sahutnya cepat.

Kini kami berjalan bersama menuju mobil hitamnya. Memang sih, biasanya aku cukup sering bersembunyi untuk mengulur waktu selama mungkin dari yang dijanjikan. Hingga membuat Johan jengkel dan tak enak hati harus berbohong dengan berbagai alasan untuk membatalkan pertemuan tersebut. Aku tertawa cukup lantang. "Gue kan udah janji," jawabku. "Tapi elo harus janji juga ya nemenin gue?" tanyaku.

"Iya iya gue temenin. Santai aja," jawabnya. Kami berdua memasuki mobil lalu meninggalakan sekolah di belakang kami.

Selama perjalanan menuju lokasi pertemuan, aku dan Johan diam saja. Kami sama-sama menikmati alunan musik yang mengiringi perjalanan kami. Aku menekan rasa penasaranku bagaimana sosok lelaki yang akan dikenalkannya padaku. Biasanya aku selalu meminta Johan untuk memperlihatkan foto yang akan dikenalkannya padaku. Paling tidak aku bisa menilai lebih dahulu dari gambar mereka, kan? Tapi aku benar-benar menekan perasaanku karena ini merupakan salah satu kenangan Abell yang aku sendiri tidak mengetahuinya. Bukankah ini termasuk lancang, tanyaku dalam hati. Kalau aku sekarang meminta untuk pulang ke rumah dan membatalkannya saja pasti Johan kecewa karena terlihat jelas bahwa ia ingin berbagi kenangan kakaknya denganku. Ketika melihatnya yang begitu menikmati perjalan sambil menganggukkan kepala mengikuti irama musik, membuatku tak tega untuk berterus terang. Aku mengalihkan perhatianku dengan melihat keluar jendela. Makin lama kita makin menjauh dari bisingnya kota dan bangunan-bangunan tinggi perkotaan, tapi sama sekali tidak meninggalkan perkotaan sama sekali. Hanya saja kami memasuki jalan yang banyak sekali berdiri bangunan restoran dengan gaya arsitektur yang minimalis. Bangunan mereka tidak besar atau luas, tapi cukup nyaman jika kita berdiam diri di tempat tersebut. Aku baru tau ada tempat seperti ini di daerah kami tinggal. Dari lokasi yang akan kami tuju saja, aku sudah dapat memberi point plus untuknya. Biasanya, Johan selalu mempertemukanku dengan teman laki-lakinya di food court salah satu mall atau di restoran mewah. Selain itu, mereka cenderung canggung jika aku hanya duduk diam tidak banyak bicara, hanya menjawab pertanyaan yang seperlunya. Bahkan ketika pertemuan itu ditemani oleh Johan, mereka akan berbincang dengan semangat dengan topik yang tidak aku mengerti. Aku jadi membayangkan sosok Kak Defras yang akan dikenalkan Johan padaku. Aku ingin tau bagaimana reaksinya jika aku hanya diam atau tidak aktif bicara.

My Life is My Secret - IMiawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang