Pertama kalinya dalam hidupku aku merasa resah dan gugup di hari Sabtu. Hal itu karena aku akan bertemu lagi dengan Kak Defras. Selama mengikuti pelajaran di dalam kelas aku berusaha fokus dengan penjelasan guru. Meski berhasil membuatku diriku fokus, namun selama istirahat aku kembali memikirkannya. Pikiran itu diperkuat pula oleh Johan yang terus menanyaiku apa yang aku bicarakan dengan Kak Defras kemarin. Tentu saja itu adalah privasiku dan kesalahannya karena meninggalkan kami berdua.
Ah, teringat percakapan kami membawa pikiranku pada senyumnya yang begitu menghangatkan. Ugh, perutku tergelitik ketika aku berada di rumah dan menatap gaun bewarna biru muda tergantung rapi di kamarku. Aku meletakkan tasku dengan sembarangan dan merebahkan diriku di tempat tidur. Aku menghela nafas dengan keras mengingat percakapanku dengan Kak Defras. Aku sedikit menyesal ketika aku meminta bantuannya untuk membantu mengingat memoriku semasa kecil. Aku jelas mengingat diriku semasa kecil tapi aku malah meminta bantuannya? Aku mendengus dengan keras dan menendangkan kakiku ke langit-langit kamar. Kini aku mulai mengkhawatirkan diriku, bagaimana jika Kak Defras mulai mencurigai diriku? Bagaimana jika aku menimbulkan masalah baru? Bagaimana jika Kak Defras mengetahui diriku yang sebenarnya? Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana jika... jika... argh! Entahlah! Aku juga penasaran bagaimana kehidupan Abell. Yah, jujur saja saja aku memang penasaran dengan hubungan dekat mereka dan aku bersimpati dengan Kak Defras karena ia telah menunggu bertahun-tahun untuk bertemu denganku, maksudku dengan Abell. Aku menggigit bibir bawahku dengan cemas.
Sepanjang waktu aku berusaha tenang dan mengenyahkan bayangan Kak Defras dipikiranku. Hingga akhirnya ketika akan berangkat ke acara ulangtahun Om Leo, aku masih saja terus memikirkannya. Bahkan aku semakin gugup. Ku lihat diriku sendiri di cermin besar di kamar Bunda. Cocktaill dress bewarna biru muda dengan rok mengembang sebatas lutut dan kain yang transparan di bagian lengan hingga tulang selangka membuat diriku terlihat dewasa namun masih memberikan kesan yang sopan. Aku menyampirkan sling bag kecil dengan tali yang tipis bewarna perak di pundakku. Selain itu, untuk melengkapi penampilanku, tentu saja aku harus mengenakan sepatu high heels dengan warna yang senada dengan tas kecilku. Aku bersyukur pegawai Bunda meriasku tidak berlebihan sehingga wajahku tetap terlihat seperti anak remaja. Untuk rambut tentu saja aku gerai seperti biasanya namun dihias dengan jepit kecil yang bertengger di atas telinga kananku. Kemudian aku menatap tangan kiriku yang tersemat jam tangan putih kecil pemberian dari Kak Defras. Aku mengusap pelan bingkai jam tangan itu. Tanpa sadar aku tersenyum kecil.
"Sayang, nanti jangan lupa bawa bunga buat Om Leo, ya. Bunda udah titipin ke Pak Hari," kata Bunda.
Aku menoleh dan melihat Bunda sedang merapikan riasan wajahnya. "Oke, Bunda," jawabku.
Ketika Bunda selesai berdandan, aku dan Bunda berjalan ke depan dimana Ayah dan Johan telah menunggu kami dengan setelan jas hitam yang menawan.
"Sudah siap?" tanya Ayah padaku.
Aku hanya mengangguk dan mengikuti Ayah menuju mobil yang akan kami tumpangi. Namun, sebelum aku mendekati mobil tiba-tiba Johan menahan sikuku. Aku menoleh dengan wajah penuh tanda tanya.
"Kalau ada apa-apa, langsung kontak gue ya," katanya.
Ku lihat sorot matanya tampak khawatir. Aku tersenyum untuk menenangkannya. "Tenang aja," jawabku dengan wajah meyakinkan.
"Habis pulang lo harus certain tentang Kak Defras ke gue, ya," pintanya.
Aku memutar bola mataku. Ternyata perhatiannya adalah tipu muslihat. Aku mendesah dengan keras. "Kalau elo penasaran, tanya sendiri sama orangnya," jawabku dengan gemas lalu meninggalkan Johan sebelum ia sempat bicara.
Kami menggunakan mobil secara terpisah. Aku dan Ayah menggunakan mobil yang akan dikendarai oleh Pak Hari, supir pribadi Ayah. Sedangkan Bunda dengan Johan menggunakan mobil Johan. Selama diperjalanan aku melihat keluar jendela memperhatikan jalanan yang kami lalui. Ayah sama sekali tidak mencoba mengajakku berbicara. Sesekali aku melihat bucket bunga yang ada di pangkuanku. Tanpa terasa kami telah sampai di lokasi dengan banyaknya mobil yang berjajar hingga membuat kemacetan. Ternyata ada banyak wartawan yang menunggu di depan karpet merah. Aku melihat orang-orang turun dari mobil ketika sampai di karpet merah, berjalan lalu berpose sebentar di depan stan foto untuk para wartawan. Aku juga melihat beberapa adalah orang-orang penting yang sudah biasa kutemui di berbagai pesta yang aku kunjungi lalu sebagian aku melihat artis-artis yang terkenal. Aku mengerutkan dahi, bertanya-tanya pesta ulangtahun ini akan semeriah apa hingga mengundang artis-artis yang terkenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Life is My Secret - IMiaw
RomanceAku bersyukur dapat menikmati hidup yang sebelumnya tak pernah aku bayangkan. Aku berada di keluarga yang sangat mengasihiku. Segala kebutuhanku terpenuhi dengan baik. Hingga terbentuklah diriku yang sebenarnya bukan diriku. Kehidupanku semakin rumi...