Musim kemarau tiba di pertengahan tahun yang berjalan biasa-biasa saja, terutama bagi siswa siswi yang kegiatannya hanya berleha-leha. Berbeda dengan beberapa murid yang kini tengah menghentak-hentakkan kakinya di tanah lapang, menggoyangkan lengan-lengan mereka agar seirama satu dengan lainnya.
"Jalan di tempat... gerak!"
"Maju jalan!"
Terlihat sebuah barisan pleton inti yang mulai melangkahkan kaki mereka dengan gagah, mengikuti komando dari sang pemimpin. Mereka tampak semangat berlatih meski ditempa sinar mentari yang semakin terik demi menghadapi lomba antar kecamatan yang sebentar lagi akan segera digelar dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 75. Tiada satu pun dari mereka yang tak berhahap akan kemenangan.
Terlihat seorang laki-laki yang berambut coklat, berbadan kurus, dan berkulit putih berjalan dengan gagah seakan ingin menggoncangkan tanah lapang dan apa pun yang berada di atasnya. Anak rambutnya mulai berjatuhan menutupi pelipisnya yang kini telah bercucuran keringat. Matanya yang tajam, hidungnya yang bangir, serta mimik mukanya yang menampakkan keseriusan, berhasil memikat pengelihatan gadis berambut keriting gantung ini untuk sejenak. Ya, sejenak saja.
"Bagus ganteng ya, Ras!", kata seseorang yang tiba-tiba saja hadir, sengaja menyenggol sikunya bermaksud mengganggu keterpukauan Raras melihat sosok laki-laki yang masih saja menjadi pusatnya.
"Hmmm," jawab Raras tak minat.
Sementara itu, Anis, teman Raras yang baru saja mengganggunya mulai tampak bosan melihat barisan pleton itu. Padahal ia yang mengajak Raras untuk menyaksikan latihan demi melihat si Bagus, cowok idamannya."Kamu lihat siapa sih?"
"Tuh, anak-anak latihan."
"Serius amat, jajan yuk! Itu di pinggir lapangan ada es dawet, gerah banget nih..", ajak Anis sembari menudingkan jari telunjuknya ke arah pinggir lapangan.
Raras memalingkan wajahnya sebentar dari pasukan berbaris itu lalu melirik sahabatnya yang penampilannya sedikit acak-acakan. Pipinya yang cerah tampak mulai memerah, menandakan bahwa ia benar-benar kepanasan. Raras menolehkan kepalanya lagi ke pasukan berbaris itu, sedikit enggan meninggalkan sesuatu di sana, lantas ia tertawa konyol menyadari apa yang ia lakukan saat ini. Segera gadis itu meraih tas di sampingnya, lantas menarik Anis, sahabatnya yang benar-benar manja ini untuk membeli es dawet sekalian berteduh sesuai permintaannya.
"Kenapa nggak ikut lomba, Ras?", tanya Anis pada Raras yang ia ketahui sangat ingin ikut berpartisipasi di dalamnya.
"Hm, nggak kepilih," jawabku. "Lagian aku juga pendek, haha," imbuhku padanya.
"Tonti nggak harus tinggi kali," jawab Anis kesal.
"Iya sih, belom rezeki aja. Pendek cuma aku jadiin alibi biar nggak malu-malu amat mengakui kalo kemampuanku belum ada apa-apanya," kata Raras padanya mencoba tegar.
"Semangat ya, masih ada tahun berikutnya!", kata Anis tulus sembari mengepalkan tangannya, menyemangati dirinya sendiri.
"Siap, bos!", jawab Raras mantap.
Mereka berdua tertawa. Nasib Raras dan Anis sama. Sama-sama gagal pada tahap pertama seleksi lomba di sekolah kami, SMA Padma Jaya. Raras saja masih tak menyangka, Anis yang ia ketahui hebat dalam merangkai kata, bisa gagal menjadi wakil sekolah mereka untuk lomba Puisi di tingkat yang lebih tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pada Akhirnya [ONGOING]
Fiksi RemajaPada akhirnya... Kita semua hanyalah pemeran Tuhan menulis skenarionya Takdir jadi kisah yang tiada pasti Dan, di sinilah kita dipermainkan ____________________________________ Update setiap hari, kalau tidak sibuk hehe✌ Semangatin aku ya, biar r...