SINOPSIS
Murid-murid tak normal, membutuhkan pengajar yang tak normal juga. Mark Tuan, vampir pengajar Ilmu Pertahanan Diri itu mendapati dirinya jatuh cinta pada seorang murid..
* * *
.
Tak berdosa, polos dan mata berkilau seperti berlian yang diterpa matahari.
Itu adalah komentar Mark dalam hati ketika pertama kali melihat Jackson membawa seorang anak tinggi berambut abu-abu masuk ke Akademi. Saat dia melewatinya, aura panas khas Aries (karena anak-tinggi-rambut-abu-abu itu ternyata memang masih ada keturunan) menerpa kulit pualam Mark. Ketika bertemu, Jackson dengan wajah terangkat melemparkan senyum miring padanya, berbeda dengan anak tinggi yang sesekali mengangkat pandangan dari lantai batu dibawah kaki mereka. Begitu terus hingga mereka menghilang di belokan dengan asumsi Mark menuju ke kantor Jaebum.
Mark adalah satu-satunya pengajar di Akademi yang mendengar, atau lebih tepatnya menjadi saksi hidup, melihat Jaebum begitu marah ketika blueprint di kantornya menghilang. Tapi menurut Hakyeon, para penghuni Akademi tidak perlu khawatir dengan kemarahan Jaebum, cepat atau lambat, pemimpin Akademi itu akan menemukan jalannya sendiri menangkap si pelaku. Hakyeon juga berpendapat, darah yang mengalir di tubuh Jaebum—atau ras keluarga Jaebum, kalau Mark boleh tambahkan—selalu punya caranya sendiri untuk mengatasi masalah, dan itu akan selalu berhasil.
Namun Mark tidak khawatir, ketika dua hari kemudian tidak terjadi pembunuhan apapun di area Kastil. Lagipula, si pelaku itu bukan makhluk-makhluk spesial seperti seluruh penghuni Akademi dan asrama dan kastil, dan sebenarnya dia berhak untuk pergi. Namun pada kenyataannya, Park Jinyoung adalah 'kesayangan' Director Lim Jaebum, jadi Mark rasa tak akan semudah itu dia pergi.
Hanya saja yang menjadi perhatian Mark adalah alasan Jinyoung mengambil blueprint itu. Kim Yugyeom. Anak tinggi berambut abu-abu yang ditemui Mark beberapa bulan saat tahun ajaran baru dimulai. Setelah mengundang Mark untuk makan siang di kantornya, Jaebum memandangnya sambil menggigiti pinggiran mulut gelas anggur merahnya—Director itu boleh jadi immortal paling menyeramkan yang pernah hidup, atau mungkin Ayahnya yang paling seram, hanya saja dia tetap punya beberapa tingkah tak mencerminkan kewibawaan khas immortal derajat tinggi—bercerita sedikit tentang kejadian hilangnya blueprint dua hari yang lalu.
"Lalu bagaimana?" tanya Mark sambil mengunyah dagingnya perlahan-lahan, lebih karena dia berusaha mengeluarkan darah yang masih ada di antara serat-serat itu, "kau membiarkannya pergi?"
"Tidak. Kalau aku membiarkannya pergi maka para penguasa langit, akan menemukan anak itu," kata Jaebum menghela nafas lalu melepas gigitannya dan menaruh gelas di atas meja, "kau tahu Yugyeom menjadi salah satu incaran, atau bukan anak yang diharapkan oleh para Dewa Langit. Tak ada lagi keturunan kedua belas rasi bintang kecuali dia, rasi bintang pertama, Aries."
"Tapi dia manusia, Jaebum," kata Mark, ikut-ikutan menyandar di punggung sofa seperti yang dilakukan Jaebum dihadapannya, "kalaupun dia memang keturunan Aries, dia tak sepenuhnya punya keturunan Aries."
"Dia tak punya keluarga. Ayahnya, seperti yang kau tahu, semua keturunan Aries sudah tak ada, ibunya meninggal dan... Dia tak punya siapapun di luar sana." Jaebum, memandang kosong piring makan siangnya yang sudah habis, "tapi kau benar. Dia hanya manusia."
"Seperti Jinyoung. Hanya saja Jinyoung bukan keturunan darah manapun."
Akhir-akhir ini sering sekali ada orang yang menggoda Jaebum dengan menyebut-nyebut Jinyoung si manusia itu. Kemarin Taekwoon dan sekarang salah satu pengajar akademi sekaligus kawan baik Jaebum, Mark. Hanya karena Jaebum masih butuh Mark, dia tak berkata apa-apa dan membiarkan seringai jahil tetap berada di wajah Mark yang kembali menyuapkan satu tusukkan garpu daging ke mulut.
Keingin tahuan Mark membuncah ke langit-langit tatkala ia sedang mengajar outdoor. Saat itu latihan untuk memakai alat-alat bela diri, yang selalu ditekankan Mark kalau itu hanya untuk membela diri bukan menyerang, dan Yugyeom tak sengaja teriris mata pedang. Lukanya tak parah, hanya saja ujung jarinya meneteskan darah segar.
Mark tak punya masalah dengan hidungnya, jadi dia yakin bau manis menguar darisana dan membuat dasar perutnya kelaparan. Jaebum tak pernah memberitahunya kalau mungkin saja Ibu Yugyeom mungkin keturunan peri atau malaikat yang turun ke bumi atau semacamnya, karena aroma semaca itu tak bisa ditemukan kecuali pada keturunan-keturunan fairy, seklaigus itu cukup meyakinkan Mark kalau Yugyeom memang mungkin bisa jadi incaran siapa saja di luar sana. Buktinya, beberapa werewolf serta vampire muda kehausan berusaha menyerang Yugyeom dengan menggeram atau menunjukkan taring mereka, sementara anak itu sekarang ketakutan setengah mati dibalik Jinyoung yang notabene lebih pendek darinya.
Maka Mark meloncat—dia harus meloncat karena gerombolan yang menghalangi jalannya—ke depan Jinyoung dan menekan titik-titik di leher para makhluk immortal muda beringas itu, yang membuat mereka tergeletak begitu saja di atas tanah, bahkan vampire muda yang punya kulit seperti porselen dan kuat karena mereka masih rookies pun berhasil Mark lumpuhkan.
"Kau tak apa-apa?" kata Mark berbalik pada Jinyoung dan Yugyeom setelah menginstruksikan semua murid membawa teman-temannya ke unit kesehatan. Jinyoung tersenyum kikuk lalu menoleh kebelakang pada pemuda yang gemetar dan matanya berair. Pemuda tinggi itu hanya gemetar jadi Jinyoung yang menjawab untuknya,
"Kurasa dia hanya sedikit terkejut," kata Jinyoung menatap Mark yang masih memandang Yugyeom intens. Jadi Jinyoung lalu menggeret Mark sedikit menjauhi Yugyeom lalu berkata pelan,
"Mark hyung tak bisakah ka—"
"Tidak." Kata Mark kaku menunduk menatap manusia itu, tahu kemana arah pembicaraan ini akan mengalir. "Jaebum sudah dengan keputusannya dan kau tahu aku sudah berusaha semampuku untuk mengubah pikirannya. Kau tahu alasannya Jinyoung, disini adalah tempat yang paling aman untuknya."
"Tapi kau melihatnya tadi!" kata Jinyoung menunjuk ke lapangan yang sekarang jarang murid itu, "lihat kejadian itu! Aku tak bisa melakukan apa yang kau lakukan. Bagaimana jika dia diserang dan hanya ada aku? Kami, hanya manusia, oke? Aku bahkan tak bisa mendorongmu jatuh!"
"Kau punya Jaebum. Dia yang harusnya menghkawatirkan dirinya sendiri." Jawab Mark masih memandang Yugyeom yang kini sudah duduk di tanah dan memeluk lututnya sendiri, tubuhnya yang gemetar masih kentara jelas di mata Mark.
Jinyoung menggigit bawah bibirnya menatap Yugyeom, hatinya miris sekali lagi. Hasil mencuri blueprint dan hampir mati ditangan Jaebum, meskipun dia yakin pemuda itu tak akan melakukannya, berakhir sia-sia. Director tetap tak mau melepaskannya pergi, dan sepertinya Jaebum akan melakukan segala cara menahan Yugyeom pergi. Namun Jinyoung juga tidak bodoh, dia tahu alasan Jaebum, jadi suka atau tidak Mark berkata benar, tak ada tempat yang aman untuk Yugyeom di luar sana kecuali Akademi ini.
"Begini saja," kata Mark mencuri perhatian Jinyoung, pemuda yang lebih pendek itu mengembalikan pandangan padanya, "serahkan Yugyeom padaku dan aku berjanji akan melindunginya."
"Apa? Apa maksudmu?"
Mark menghembuskan nafas dan menutup matanya sebentar untuk menetralkan emosi di dadanya, mungkin ini salah satu rencana gila tapi,
"Biarkan dia jadi mateku." Kata Mark sembari tersenyum tinggi menunjukkan deretan gigi-gigi penghisap daranya.
- finish -
KAMU SEDANG MEMBACA
The Academy
FantasíaKumpulan drabble sebuah Akademi tidak biasa, yang diisi oleh para murid luar biasa, dengan Director yang bukan orang sembarangan. boyxboy straight? silahkan pergi nggak suka pairnya? silahkan angkat kaki.