🌥️ 06. Dia Yang Dicemaskan 🌥️

19 1 0
                                    

Dengan langkah santai seorang gadis memasuki ruang tamu rumahnya dengan darah yang masih tersisa dari sayatannya. Gadis itu tidak merasa kesakitan sama sekali, dia seperti orang yang cuma mengalami luka ringan.

Kedua orangtuanya yang cemas menunggu kehadiran gadis kecil mereka seketika menjadi panik setelah melihat keadaan putri kesayangannya yang terluka parah.

"Astaga sayang kamu kenapa nak?" Tanya Zahra panik melihat kaki anaknya yang berlumuran darah segar.

Ya gadis yang terluka itu adalah Vaira putri kesayangan keluarga besar Kaisa.

"Ah Mama lebay, aku gak papa ini cuma luka ringan gak bisa buat aku mati Ma." Vai menjawab pertanyaan Mamanya dengan santai karena dia tidak mau membuat Mamanya menjadi khawatir.

"Kamu ini jangan ngomong sembarangan Mama tidak suka." 

"Kamu duduk di sini Mama mau ambil kotak obat dulu. Jangan bergerak sedikitpun." Lanjut Zahra dan segera mengambil kotak obat diruang tengah.

"Sayang bilang sama Papa kenapa kamu bisa terluka?" 

"Biasa Pa, anak muda ya seperti ini. Papa kayak gak pernah muda aja." Ucap Vai sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Ini pasti karna kamu taw…" Ucapan Rahman terpotong karena kehadiran Zahra jadi dia mencoba untuk tidak melanjutkan pembicaraannya.

"Kenapa Pah kok diam pas Mama datang?" Tanya Zahra yang merasa aneh dengan sikap suaminya ini.

"Tidak ada apa-apa Ma. Anak kita butuh pengobatan cepat karena Papa lihat lukanya cukup parah."

Zahra segera melihat kearah luka anaknya dan segera mengobati. Dia mencoba untuk tetap tenang dan tidak merasa panik.

"Pah hubungi segera dokter pribadi kita Mama tidak mau terjadi apa-apa sama Vai." 

Dia mencoba membersihkan area sekitaran lukanya dan menutupi luka sayatan itu dengan perban yang bersih.

"Sayang dengarkan Mama jangan pernah tutup mata kamu, sebentar lagi dokter akan datang." Air mata Zahra menetes tiba-tiba ketika melihat putrinya terasa sangat lemah. Bukan karena dia lebay atau apalah tapi memang kenyataannya luka tusukan di paha Vai cukup dalam.

"Mama tenang aja Vai gak papa kok, anak Mama kan kuat." Vai mencoba menghapus air mata yang menetes di pipi Zahra.

Hanya mendengar ucapan anaknya malah semakin membuat hatinya sakit. Tapi tangisan Zahra berhenti kala memandang diambang pintu sudah ada putranya bersama dokter pribadi mereka.

"Ma, Pa apa yang terjadi sama Vai dan ini Daffa sudah membawakan dokter untuk segera menangani Vai." Tersirat nada khawatir dari Daffa ketika melihat kondisi adiknya yang sangat pucat persis seperti mayat hidup.

"Papa dan Mama juga tidak tahu yang terpenting sekarang kamu bantuin Papa gendong Vai ke kamarnya." Pinta Rahman dan Daffa langsung menggendong adiknya ke kamar.

Didalam kamar Vai sedang ditangani oleh dokter pribadi keluarganya.

Semua anggota keluarga cemas menunggu diluar kamar, mereka tahu Vai pasti telah banyak kehabisan darah tapi anak itu tidak menampakkan ekspresi wajah orang kesakitan sama sekali. Wajah itu seperti tidak mengalami luka sedikitpun.

Setelah menunggu cukup lama dokter pribadi yang menangani anak mereka keluar dari kamar dan memberikan informasi mengenai luka yang dialami oleh Vai.

"Vai banyak kehabisan darah untung saja kalian cepat menelpon. Sekarang dia sedang tertidur saya sarankan Vai tidak melakukan aktivitas fisik apapun karena dapat memicu lukanya bisa berdarah lagi. Kalau begitu saya pamit pulang jika ada apa-apa segera hubungi saya." Ucap dokter pribadi mereka dengan sopan.

Ia DistanciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang