BAB 4 - PESTA (bagian 2)

130 15 127
                                    

.

.

Untuk memulai semua ini, jujur saja, ia tak tertarik sama sekali pada pesta ini.

Persetan masalah mencari jodoh, toh ia juga tak begitu menyukai wanita. Bukan berarti ia sama sekali tak tertarik, karena baginya tak ada yang benar-benar memikat hatinya. Sudah tergaris di takdir, sejalan dengan nasib (entah beruntung atau sial) sebagai seorang pangeran penerus taktha, yang terus dirongrong untuk mencari pasangan dan memiliki keturunan penerus.

Demi Dewa, Teruki sudah lelah dicecar dengan semua itu. Ingin rasanya kabur. Namun ia ingat status. Mau memberi pengumuman ke seluruh kerajaan kalau orientasinya agak belok tak mungkin bisa. Teruki masih sayang pada Mizuki dan kucing-kucing istana. Nanti mau tinggal dimana mereka, kalau istana runtuh atau dibakar massa?

Teruki berjalan menyusuri aula pesta yang ramai oleh rakyat yang berpakaian rapi, dengan langkah yang sebenarnya agak diseret karena ia malas namun tetap terlihat gagah entah bagaimana, dan pikirannya mengawang jauh keluar atap yang tinggi.

Dibanding dengan kehadiran para perempuan cantik (ya, Teruki akui beberapa diantara mereka memang cantik) yang hadir di pesta ini, Teruki lebih mengharapkan Hiroki yang menemaninya saat ini--

"Ck--" Tak fokus memperhatikan langkahnya, Teruki nyaris menabrak seorang pria berjas serba hitam. Sang pangeran sontak membungkuk kecil. "Maaf."

"Tak apa," sahut si pria itu dengan suara kalem dan datar. Teruki merasa seperti pernah mendengar suaranya, dimana ya...

Tiba-tiba saja Teruki merasa punggungnya ditepuk keras-keras, diikuti suara gadis yang memanggil akrab, "Kak Teruki! Disini kau rupanya!"

"Mizuki..." Teruki mengerling malas pada adiknya. Ah ya, sedari sore ia belum melihat batang hidung Mizuki. Mereka dipaksa merias diri, diharuskan berpakaian rapi ala bangsawan seperti mau menyambut tetamu penting, dan berakhir terjebak dalam pesta konyol ini.

"Kau tak berniat untuk kabur dari sini, 'kan?" tanya Mizuki dengan iseng, menyikut lengan sang kakak.

Menyugar rambut gondrongnya, Teruki mendesah. "Kau gila. Aku bisa dipenggal ayah kalau sungguhan kabur," gerutunya.

Mizuki tertawa kecil. Mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, ia merapat pada Teruki dan berkata pelan, "Hei, kau tidak mencari si lelaki yang kau temui di hutan itu? Siapa namanya? Hinata ya--"

"Hiroki. Kalau Hinata itu karakter dari manga ninja."

"Ya, ya, ya. Siapa tahu dia muncul disini," kata Mizuki.

"Entahlah," gumam Teruki kecewa. Aduh, demi Dewa, bisa tidak ia berharap kalau tiba-tiba saja sosok Hiroki muncul di hadapannya, eh? Tidak masalah jika ia turun dari langit bak bidadara (ah, di mata Teruki, dia itu sudah seperti malaikat tampan tak bersayap, kok), ataupun menerjangnya seperti saat mereka pertama kali bertemu dan menekan anunya--

"Kak, aku tahu kau sedang berfantasi hal kotor. Tolong jangan lakukan itu, wajahmu menjijikkan." Mizuki menukas kejam, mendengus dengan wajah jijik yang dibuat-buat.

Masa bodoh. Mendengarkan ocehan Mizuki justru akan membuatnya kesal, makanya Teruki memilih untuk meninggalkan adiknya dan melangkah ke tengah kerumunan tamu undangan. Siapa tahu ia bisa bertemu jodohnya--uhuk, Hiroki, uhuk--disini...

TSUNDERELLA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang