Undangan dan Pulpen Emas

85 13 9
                                    

Jangan lupa vote comment untuk next.








Pemuda berusia 21 tahun dengan tampang angkuhnya berjalan tegak melewati kerumunan orang.
Sesekali tatapan tajamnya menatap sekeliling yang sedang membicarakannya diam-diam.

"Hai, selamat pagi cantik. Hari ini aku ingin ice americano ditambah roti selai coklat stroberi," katanya dengan mengerlingkan sebelah mata.

Wanita barista di hadapannya bahkan tampak 'tak terlalu peduli dengan godaan yang meluncur dari mulut sang pemuda.
"Totalnya 10 won."  Wanita barista itu hanya menatap malas ke arah laki-laki di hadapannya yang masih berusaha keras menggoda.

"Wah ... kenapa ya semua orang menatap ke arahku? Apa aku terlalu tampan?" Laki-laki itu menatap ke seisi cafe dimana para pelanggan menatap selidik ke arahnya.

"Jeon. Bukankah kita tidak pernah mengenal? Bisakah kau pura-pura kita hanya orang asing?"
Pemuda bernama Jeon Jungkook yang disebut namanya menoleh lagi pada barista.

"Yerim, memangnya kau tidak lagi menyukaiku?" Jungkook sekali lagi memastikan hal yang selama ini ada dalam pikirannya.

"Ck, maaf aku lupa sesuatu." Wanita bernama Yerim itu menunduk, lalu merogoh sesuatu dari dalam tas ranselnya.

Setelahnya memberikan sebuah kartu yang kira-kira berukuran 10x15 centimeter, Jungkook menerimanya.
"Gedung LaviLa, hari Selasa, 14 Februari, pukul 7 malam. Byun Baekhyun dan Lee Yerim."
Yerim mengucapkan semua keterangan dalam kartu tersebut agar Jungkook 'tak perlu susah payah membaca semuanya.

Wajah Jungkook merengut, memajukan bibirnya.
"Kau ... menikah? Sudah tidak minat denganku? Padahal sebulan terakhir ini aku ke GYM dan olahraga rutin juga diet lhoh."

Wanita Lee kembali berdecak dan tersenyum remeh, membuang pandangannya.
"Wajahmu menjijikan. Ingin seindah apapun lekuk tubuhmu, aku tidak akan pernah ingin memiliki pasangan berkepribadian aneh sepertimu."

Jungkook mengangguk beberapa kali setelah mendengar ucapan setajam pisau yang keluar dari mulut Yerim.
"Ini kopi dan rotimu, semoga harimu menyenangkan." Segelas ice americano dan sepotong roti yang terbungkus kertas sudah berada di tangan Jungkook.

Lantas pemuda itu mundur beberapa langkah, tersenyum manis.
"Baiklah, Semoga hidupmu bahagia. Aku kembalikan kartu undanganmu, karena sungguh aku hanya menganggap kita ini candaan selama ini."

Jungkook tertawa keras membuat seluruh atensi pelanggan lagi-lagi teralih padanya.
Dengan santainya ia berbalik badan dan berjalan keluar cafe.

Yerim menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak percaya pernah menyukai laki-laki sinting sepertinya," gumamnya.



"Jin Hyung." Jungkook berteriak setelah melempar asal sepatunya di dekat pintu masuk.
"Jin Hyung pergi sebentar, katanya ingin membeli buah dan membuatkan kita salad buah." Suara Taehyung berasal dari balik sofa membuat Jungkook hanya membulatkan mulutnya.

"Kau habis darimana? Kenapa tadi pagi pukul 6 saat aku ke kamarmu, kamu tidak ada?" Taehyung mendudukkan dirinya dengan 'tak melepas pandangan dari ponsel.

"Ada keperluan sebentar," ucap Jungkook melepas jaket denimnya.
"Oh, mulai main rahasia? Kau berkencan diam-diam?" Taehyung menatap selidik ke arah Jungkook yang ikut duduk di sampingnya meminum air dingin.

"Tidak, ini bukan sesuatu yang penting, Hyung," ucap Jungkook dengan memberengut ke arah Taehyung.

Tit Ceklek

Pintu terbuka dengan SeokJin membawa kantong belanjaan berisi buahnya.
"Astaga, Kim Jungkook! Sudah berapa kali aku memungut sepatumu yang berserakan?! Hyung sudah katakan untuk meletakkan barang dengan rapi."

SeokJin memungut sepatu Jungkook dan meletakkannya di rak sepatu.
"Kim Jungkook! Pungut jaket denimmu, atau kubuang di tempat sampah!"

Untuk kedua kalinya SeokJin berteriak.
"Hyung, jangan dibuang. Jaket denim itu milikku, Jungkook meminjamnya."
Taehyunglah yang berakhir memungut jaket denimnya sebelum memelototi Jungkook yang tersenyum jahil bersembunyi di balik sofa.

"Lihat ini, adik Hyung yang tidak tau diri. Dinasehati malah tertawa cekikikan di sofa."
Bibir Jungkook mengerucut kesal menatap Hyung keduanya yang tukang mengadu sedang berjalan di tangga lalu masuk ke kamar.

"Jungkook, tadi Hyung ke kantor pos menerima surat yang ditujukan untukmu. Pagi-pagi sekali kantor pos menelfon ke telepon rumah, katanya ada kiriman untuk Jeon Jungkook."

SeokJin membongkar tas kecilnya dan mengeluarkan amplop kecil.
Pengirimnya anonim dan penerimanya Jeon Jungkook.

Jungkook mengambilnya, duduk lagi di sofa dan membuka amplop itu.
Merobek ujungnya perlahan lalu terlihatlah bibir amplop menganga.

Isinya hanya sebuah pulpen, bukan sembarang pulpen.
Pulpen dengan warna hitam berhiaskan gambar naga emas yang melingkari gagang pulpen tersebut.

Jungkook mendadak sakit kepala. Kepalanya berdenyut nyeri dan pusing saat mengingat kejadian yang melibatkan pulpen tinta emas itu.

Kertas kecil yang terlipat berisi sebuah pesan singkat untuk Jungkook.
"Kau melupakan pulpen ini? Itu hadiah dariku. Bukan sebagai salam perpisahan, tapi salam pertemuan. Karena kita akan bertemu lagi. Aku harap pulpen ini bisa memberikanmu kenangan kedua nanti. Sampai Jumpa, Kim— ah ... atau bisa kupanggil Tuan Jeon Jungkook."

Jungkook memejamkan matanya, matanya berkunang-kunang.
Ia menyingkap kaosnya, memperlihatkan bagian perutnya yang terdapat luka memanjang dan terhias garis berwarna emas.

Pulpen itu yang menorehkan tinta emas permanennya di perut Jungkook.
Beberapa tahun lalu kenangan 'tak mengenakkan terjadi pada Jungkook.

Sejak Jungkook berumur 17 tahun, SeokJin dan Taehyung hidup di London. Bukan tanpa alasan ataupun tega meninggalkan adik kecil mereka sendirian di Korea.

Tetapi pada waktu itu Taehyung yang sudah berumur 24 tahun mengikuti jejak SeokJin melanjutkan bisnis yang bercabang di London.

Jungkook menolak ikut, ia 'tak suka pindah sekolah dan dengan berat hati kedua kakaknya pergi sampai empat tahun hingga Jungkook berusia 21 tahun.

Itu artinya selama empat tahun, SeokJin maupun Taehyung 'tak terlalu mengetahui apa saja yang adik polos mereka lakukan. Jungkook pandai menyembunyikan segalanya.

"Jungkook, itu surat apa?" Pertanyaan SeokJin membuyarkan lamunan Jungkook.
"Kamu sakit? Kenapa?" Tiba-tiba SeokJin sudah berada di hadapannya, menempelkan punggung tangan ke dahi Jungkook.

"Hah? Tidak. Ini hanya surat dari temanku yang sekarang tinggal di Jepang."
Mulut SeokJin membentuk huruf o.
Kakak tertuanya itu berlalu, kembali mengurus buah-buahan di dapur.

"Jangan sampai Jin Hyung dan Tae Hyung mengetahui semua ini," batin Jungkook.


















🔜🔜🔜
Tbc...
Vote comment for show your attitude.

Mr.Jeon JKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang