o5o

62 8 0
                                    

"Percayalah, semua ini tidak akan ada ujungnya, jadi ini bukanlah akhir, tapi awal dari segalanya."

Sudah hampir delapan bulan hubungan Vanesha dan Pangeran Iqbaal berlangsung, dan semua berjalan seperti apa yang mereka inginkan. Walau hanya hubungan gelap, atau istilahnya hubungan yang tak ingin diketahui oleh siapapun khususnya keluarga besar, orang-orang yang keluar-masuk kediaman pangeran kedua ini seperti pengawal ataupun dayang, tahu benar dengan apa yang keduanya lakukan. Wajar saja, Iqbaal dan Vanesha tak pernah malu mengumbar kemesraan mereka; mengecup dahi Vanesha sebelum memulai suatu tugas kerajaan sudah menjadi rutinitas, tetapi tak satupun dari mereka yang berani melaporkan hal itu pada sang raja.

Ya, Iqbaal mengancam mereka, hidup mereka tak akan baik-baik saja jika ia dan Vanesha ketahuan oleh orang luar apalagi keluarganya. Entahlah, tak sekalipun ada di pikiran keduanya untuk memberitahu hubungan mereka pada keluarga istana.

Semenjak kejadian di dalam kamar mandi itu, Iqbaal maupun Vanesha saling mengungkapkan perasaan mereka, dan akhirnya pengakuan itu berujung kebahagiaan bagi keduanya karena tidak ada lagi cinta dalam diam yang menyayat jiwa, tapi tetap saja mereka hanya bisa bemesraan di balik tembok raksasa kediaman sang pangeran muda demi menghindari orang-orang yang tak menyukai keduanya bersama.

Mulai hari itu pula, semua tugas yang berhubungan langsung dengan sang pangeran dipegang oleh Vanesha seorang diri, dan Yola tak mempermasalahkan itu, ia justru sangat senang karena tugasnya sebagai mak comblang sukses besar.

Vanesha sendiri pun sekarang sudah tinggal di dalam kediaman sang pangeran, tidur bersama dalam ranjang yang sama dengan Pangeran Diafakhri bungsu itu.

Seperti saat ini, dirinya sedang tersenyum saat menatap wajah Iqbaal yang tampak damai dalam tidurnya, tangan kecilnya menari di wajah sang pangeran, ia mengelus pipi Iqbaal yang sudah mulai terasa kasar karena ditumbuhi bakal janggut yang nakal.

Ia merasa bahagia, sangat-sangat bahagia. Entah apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya sampai ia bisa
hidup berdampingan dengan seorang pangeran padahal dia hanyalah pencuri yang hina, tapi Vanesha sungguh bersyukur kepada Dewa-nya yang berbaik hati memberikannya begitu banyak berkat. Ia hanya berharap perjalanan mereka nanti akan tetap mulus seperti ini.

"Engh, geli, Vanesha." Iqbaal melenguh seraya menyingkirkan tangan Vanesha dari wajahnya tanpa membuka mata, wanitanya ini sangat mengganggu tidurnya.

Vanesha terkekeh kecil melihat raut wajah pangerannya yang tampak kesal, menggangu Iqbaal memang sudah hobinya, "Tapi aku suka, Pangeran. Omong-omong, kalau kau lupa, hari ini kau dipanggil ke istana."

"Hm, ... tapi sekarang matahari saja belum terbit, aku masih mau tidur, Sayang! ... dan berhentilah menggelitik leherku!" protes Iqbaal, ia menggengam kedua tangan Vanesha dengan satu tangan kekarnya, sedangkan tangan yang lain mengelus rambut merah muda Vanesha yang kini tergerai kusut, "Tidurlah, atau kau akan mengantuk besok." Vanesha mengangguk, ia melepaskan tangannya dari genggaman Iqbaal lalu memeluk erat pangeran miliknya.

Semoga saja, semua akan baik-baik saja esok dan hari selanjutnya, Dewa, Vanesha berdoa di dalam batinnya sebelum mengecup dahi Iqbaal yang sudah lebih dahulu terbang kembali ke alam mimpi.

**

Berhubung Iqbaal sedang pergi ke istana, tugas Vanesha hari ini benar-benar kosong, ia berencana mengajak Yola jalan-jalan ke pusat desa Konoha jika wanita itu tidak sibuk, dan tentu saja Yola tidak sibuk karena ia bisa menyerahkan tugasnya pada dayang bawahannya. Ingatlah jika dia adalah kepala dayang.

Dengan gungnyeo berdalaman merah juga rambut digulung layaknya dayang yang lain, ia bersama Yola berjalan keluar kediaman pangeran kedua.

Senyumnya terbentuk saat melihat para warga mulai beraktivitas di pagi yang cerah ini. Memang itu hal biasa, tapi tidak untuknya, di dalam kediaman pangeran, hanya ada para pengawal dengan pedangnya juga dayang yang tampak terburu-buru mengerjakan tugasnya. Ingin rasanya ia bilang pada Iqbaal untuk pergi dari istana dan membuat sebuah rumah yang walaupun kecil, tetapi layak ditempati. Kemudian hidup bahagia bersama dengan tawa anak-anak mereka kelak.

Is It What Called Destiny ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang