“Ayolah Nuuuu, kenalan sama calonnya Ibu! Hem?”
Lelaki tampan yang masih berseragam loreng dengan wajah penuh coretan samaran itu hanya bisa melengos. Bahkan, tubuh tegapnya menepis tangan sang ibu yang hendak bersandar di bahunya. Membuat sang ibu mencibirnya gemas.
“Ibu nggak tahu kalau Inu udah punya pacar?” ucap Inu kesal sambil menghapus tinta samaran dengan tisu basah.
Sang Ibu melengos. “Keluarga kita nggak suka pacarmu. Paham, kan?”
“Buuu, please! Apa salahnya Belva hingga nggak disukai kalian?” Inu menatap sang ibu frustasi.
“Dia terlalu cantik, Nu. Gaya hidupnya mewah. Emang bisa menyesuaikan sama dunia tentara? Bukankah istri tentara itu harusnya sederhana?” tanya sang ibu yang membuat Inu tergugah.
Btara Wisnu Adikara, 27 tahun, hanya bisa terdiam. Lelaki yang akrab dipanggil Inu itu tak bisa menjawab lagi saat membahas masalah Belvara, sang kekasih. Masalah pelik hidupnya saat ini adalah rasa tidak suka keluarganya pada sosok Belva. Entah kenapa, dari Romo sampai Ibu, hingga Pakdhe dan Budhe, serta kakek sepuhnya tak suka pada Belva.
Padahal Belva cantik, modis, seorang calon dokter yang pandai. Sikapnya tertata, cukup sopan, kendati penampilan glamor. Benar memang, latar belakang keluarganya mapan. Papa seorang jenderal bintang dua, mama seorang dokter pula. Belva sudah menemani Inu sejak lulus dari masa pendidikan di kawah Candradimuka, Lembah Tidar selama 4 tahun. Hubungan mereka tak sesederhana itu.
Belvara menemani Inu sejak balok satu hingga balok dua. Namun, tak menjamin keluarga besar Inu menyukainya. Justru Belva yang jelita itu tak mendapat respon antusias saat dibawa ke rumah dan diperkenalkan sebagai kekasih yang ingin Inu nikahi.“Dia cantik banget lho, Nuuu! Budhe udah lihat fotonya!” Budhe Isma, istri Kolonel Dipraja, tak mau kalah mengompori Inu.
“Ya udah buat Mas Romi aja, Budhe. Kan lajang tuh. Saya udah punya Belva!” Inu nyengir sambil menutup pintu kamarnya keras-keras.
Budhe Isma mesem kecut, keponakan satu ini memang cukup galak. Apalagi semenjak pakai baju tentara, makin judes aja. Kebawa nuansa loreng yang tegas, walau hatinya merah muda. Maksudnya, seorang pecinta wanita. Untuk Inu, cuma Belva seorang.
Inu melepas seragamnya dan meletakkan di keranjang baju kotor di sudut kamar. Setelah cuci kaki tangan, dia menghapus samaran dan limbung ke kasur. Kamarnya yang bernuansa abu-abu ini terlihat adem walaupun hatinya membara. Habis latihan nembak yang letih, dia masih harus menghadapi ibu dan budhenya yang ceriwis itu.“Kamu bersiap ya, Nu! Nanti calonmu datang jam delapan malam!” teriak sang ibu dari luar kamar.
Inu bangun dari posisi tidur dengan wajah curam judes. “Apalagi sih, Bu! Inu nggak mau!”
“Terserah, pokoknya kamu kenalan aja!” paksa sang ibu di balik pintu. “Masalah suka atau nggak pikir nanti! Jalani aja dulu!”
“Apaan sih!” gumam Inu tak habis pikir.
Belvara Angelica
Inu, aku mau ketemu dong! Sore ini, mau nyalon! Bisa nganter, kan?
Inu menghela napasnya, berusaha menarik kesabarannya sedikit. Dia tercenung, apa yang akan Belva lakukan jika tahu Inu akan dikenalkan pada wanita lain? Apalagi Inu cukup lelah hari ini, haruskah menambah masalah lagi dengan membicarakan hal aneh ini dengan Belva?“Duuh, kenapa lagi sih idup gue? Nggak pernah ada tenangnya!” batin Inu melas.
Jadi tentara lemah amat malu ama seragam, pikirnya kacau!Inu Adikara
Oke, Cinta. Nanti aku jemput, jam berapa?Belvara Angelica
Jam 4, oke Cinta?“Jam empat? Setengah jam lagi! Aduh perempuan!” Inu mengeluh hingga menggeleng-gelengkan kepalanya.
Mau mengeluh tentang sifat perempuan tapi terlalu sangsi, Inu terlahir dari seorang perempuan pula. Serba salah, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerimis Bulan Desember // Tamat // End
RomanceDisclaimer: Bacaan ini mungkin tidak cocok untuk pembaca usia 19 tahun ke bawah. Designed by Nayla Salmonella Edited: Canva Bridgia Gantari, 22 tahun, seorang pramugari maskapai nasional yang sibuk. Dia bisa terbang berhari-hari dan jarang pulang. B...