Inu Adikara POV
“Bu, tolong hargai keputusan saya! Saya sudah membawa calon ke rumah, kenapa ditolak gitu aja? Sekarang malah saya dijodohkan sama perempuan lain, apa Ibu tega melihat saya menyakiti Belva?”
“Sudah Ibu bilang, Nu, kami semua tidak setuju dengan Belva. Dia nggak cocok denganmu.”
“Yang mau nikah siapa? Saya, kan, Bu! Kenapa harus cocok segala sama keluarga? Yang penting saya nyaman!”
“Sekarang Ibu nanya, masihkah kami penting bagimu? Keluarga ini adalah pendukungmu sejak lama, Nu. Kami menyayangimu lebih daripada pacarmu itu.”
“Kenalan sama Bridgia dulu sajalah, Nu. Mungkin kamu menolaknya karena belum kenal.”
“Saya kenal Bridgia lebih dari keluarga ini!”
“Cinta? Cint!” buyar Belva yang membuatku sadar dari lamunan.
“Hah?” aku menoleh dan mendapati wajah Belva ditekuk-tekuk.
“Kamu ngelamun apa sih? Dan bisa jelasin nggak situasi saat ini? Kenapa Mbak pramugari itu turun dan disambut ibumu?” berondong Belva yang membuatku langsung menatap pemandangan aneh di depan.
Bridgia sedang bercipika-cipiki dengan Ibu dan Budhe Isma. Wajah mereka tampak semringah menyambut Brie. Beda sekali tatkala aku membawa Belva ke rumah. Wajah mereka masam, malas menyambut pacarku.“Inu!” panggil Ibu sambil melambaikan tangan padaku.
Gegas aku menghampiri Ibu sambil menggandeng Belva. Raut wajah beliau berubah, jelas tak suka dengan kehadiran si cantik kesayanganku ini. “Ngapain sih kamu bawa dia?” bisik Ibu.
“Memangnya kenapa, Bu? Kalau Ibu pengen lunch sama Brie, saya juga ingin lunch dengan dokter Belvara!” jawabku sinis.
Ibu menatapku kecewa. “Ckck.”
“Selamat siang, Tante, Budhe!” sapa Belva ramah.
Wajahnya terlihat dinyaman-nyamankan, sungguh kasihan. Namun, pergolakanku melawan keluarga ini baru saja dimulai. Aku kecewa pada keluarga ini. Dulu tak setuju pada Belvara karena dianggap terlalu wah, sekarang malah nggak setuju karena perjodohan sinting ini.“Siang, Bel!” sambut Budhe Isma dengan wajah terpaksa. “Cat rambut baru lagi?”
“Doh, kenapa aku baru sadar kalau cat rambut Belva terlalu gonjreng!” batinku gusar.
“Bagusan rambut hitam, ya nggak Brieee …,” Ibuku makin menjadi dengan menyindir Belva menggunakan Brie.
“Ehehe, iya Bu,” ucap Brie kikuk.
Maaf harus memanfaatkanmu! Tapi kembali padamu lagi bukan cita-citaku, Brie. Kamu nggak lebih dari anak ingusan yang kukenal saat SMA dulu. Entah takdir apa yang sedang bermain, kenapa kamu kembali lagi ke hidupku dengan cara seperti ini.“Maaf Tante dan Budhe, salonnya kemarin salah kasih warna catnya,” ujar Belva berbohong.
Maaf Cinta, harus membuatmu berbohong dan nggak nyaman sepanjang waktu. Hubunganku dan Belva ada dalam kekacauan fatal cuma karena satu kata, perjodohan.
“Masuk aja, yuk! Ibu buat rujak gobet!” Ibuku menggandeng Brie dengan penuh sayang. Beda dengan pacarku yang dicuekin gitu aja.
Tak pikir lama, aku yang menggandeng tangan halus Belva. “Masuk aja, yuk! Nanti aku jelasin semua.”
Suasana rumah semarak dengan makanan khas Jawa yang memenuhi meja. Cuma ngajak makan seorang Bridgia saja harus seheboh ini! Beneran nggak adil buat Belvara, yang kemarin cuma disajikan sayur asam. Benar-benar kurang asam sekali situasi saat itu, sama kayak sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerimis Bulan Desember // Tamat // End
RomanceDisclaimer: Bacaan ini mungkin tidak cocok untuk pembaca usia 19 tahun ke bawah. Designed by Nayla Salmonella Edited: Canva Bridgia Gantari, 22 tahun, seorang pramugari maskapai nasional yang sibuk. Dia bisa terbang berhari-hari dan jarang pulang. B...