Iklila terpana. Selama ini , setelah nonton dia memang selalu mampir ke toko langganannya itu sebelum pulang ke apartemen, namun dia tidak menyangka Irsya juga mengetahuinya.
"Kuanter ke apartemen juga," lanjut Irsya tersenyum, lesung pipit di sebelah kiri muncul dan gingsungnya menyembul. Iklila menjadi salah tingkah. Dia berdeham sesaat, dan mencoba melepaskan tangannya dari genggaman laki-laki itu.
Semua pemandangan itu kembali memudar, warna hijau pepohonan dan rumput terhampar di taman kota merebak. Iklila dan Irsya duduk berdampingan di bangku kayu, keringat terasa di seluruh tubuh Iklila. Lari pagi mereka diakhiri dengan ngobrol ringan seperti biasa.
"Everybody's change." Irsya tersenyum saat mengatakannya.
"Maksudnya?"
"Setiap orang bisa berubah, La'. Termasuk kamu. Buktinya kamu dulu susah nunjukin emosi, sekarang malah bisa nangis. Karena itu aku percaya, sekarang udah kelihatan, kok. Meski kamu masih nolak ngakuinnya, kamu sebenernya sudah ada rasa ke aku. Iya kan?"
Seketika Iklila terbahak. "Ge er!" Serunya.
"La', buka hati kamu, ya. Ayo kita nikah!"Iklila yang sedang menenggak air di botolnya langsung tersedak. Setelah batuk beberapa saat bersamaan dengan Irsya yang terlihat khawatir, perempuan itu tertawa. Itu pertama kalinya Irsya mengucapkan kata 'menikah' setelah perubahan status persahabatan mereka.
"Kamu bercanda, kan?"
"Aku serius. Aku cinta kamu, ingat? Aku ingin mbahagiain kamu, La' ..."
Mata Irsya yang teduh membuat Iklila tertegun. Dia merasa kupu-kupu beterbangan di dalam perutnya.Perlahan pemandangan taman pagi itu menjadi samar-samar, ayah dan ibunya muncul, dan menjadi semakin jelas setelah beberapa saat. Iklila ingat, itu adalah hari ulang tahunnya yang ke-5. Mereka bertiga terlihat bahagia, jemari kedua orang tuanya saling bertaut erat, sedang Iklila kecil menyanyi Balonku dengan riang. Kehangatan menjalar di hati perempuan itu, air matanya leleh.
Kemudian terdengar isakan lirih. Iklila melihat Ibunya duduk di samping ranjang, hidungnya terlihat memerah karena terlalu lama menangis. Di tempat tidur itu, Iklila melihat dirinya sendiri, selang-selang yang entah apa berseliweran di sekitar tubuhnya. Perempuan itu seperti tak percaya saat mengetahui sebagian wajahnya tak dapat dikenali dan salah satu kakinya terlihat lebih pendek dari yang lain.
"La, bangun, Nak" disela-sela sesenggukannya, Ibu Iklila mengucap kata itu berulang-ulang.
"Ibu ... Kenapa bisa?"
"La, kamu harus kuat, kami semua mencintaimu. Ayo buka mata, Nak!"
Kemudian pandangan Iklila menjadi semakin jelas. Selain Ibunya, di ruang itu ada Ayah, dan juga Irsya. Laki-laki itu duduk di seberang dekat dengan kepalanya, tangannya menggenggam jemari Iklila. Dari matanya, terpancar kekhawatiran. Penampilannya yang lusuh dan kumal memperlihatkan bahwa dia sudah lama berada di sana tanpa istirahat."Yum, ayo kita ke dokter"
Tiba-tiba, Ayahnya berbicara pada Ibunya tanpa nada marah atau putus asa seperti yang biasa dia lihat beberapa tahun lalu. Iklila tertegun, ia tak pernah melihat yang seperti itu.
"Tapi dokter bilang kita harus ..."
"Ini sudah 10 hari, Yum. Kalau Iklila belum bangun juga, kita akan mengirimnya ke Singapura"Ibunya menangis lagu, dengan lembut Ayahnya merengkuh pundak perempuan yang masih terlihat cantik itu.
"Maafkan aku, semua ini salahku. Meski kita sudah bercerai, kita tetap ingin Iklila mendapat yang terbaik, kan?"Hati Iklila menghangat, entah bagaimana dia tahu orang tuanya sudah saling menerima dan memaafkan. Perempuan itu menangis sejadi-jadinya, ingin memeluk mereka semua, khususnya Irsya. Kini dia telah siap, namun tahu bahwa sudah terlambat. Sangat terlambat.
Tita-tiba Iklila merasa ringan dan terbang. Sementara alat pendeteksi detak jantungnya bersuara konstan dan nyaring. Seketika ruangan menjadi tak terkendali. Dokter dan perawat segera berlarian untuk memberikan pertolongan. Iklila hilang kesadaran.
*****
**** Cerita ini pernah dimuat di buku berjudul "World of Purple" karya NBC Unsri Palembang
****** Cerita ini memiliki akhir yang sedikit berbeda dengan versi asli

KAMU SEDANG MEMBACA
Menunggu Hati Iklila (Cerpen)
Proză scurtăIklila adalah gadis broken home yang menyaksikan ayahnya melakukan KDRT pada ibunya. Ini membuat Iklila trauma. Namun akhirnya dia harus menghadapi rasa traumanya dan menentukan, menerima atau menolak lamaran Irsya. Jalan apa yang akan dia pilih?