PERISTIWA BESAR...

33 1 0
                                    

HARI INI adalah hari yang sangat spesial untukku. Hari dimana aku akan mengambil sebuah keputusan yang besar; Sebuah keputusan yang nantinya akan merubah seluruh hidupku. Aku tidak mau melewatkan sedikitpun momen berharga ini, setidaknya hari ini semua rencana harus berjalan dengan lancar. Aku sudah mempersiapkan jauh hari; Tempat, teman-temannya dan tentu saja sesuatu yang nantinya akan aku berikan, "Bagaimana? Jadi hari ini?" Tanya temanku.

Aku mengabarkan ke beberapa teman-temanku, bahwa hari ini aku akan melamar seorang gadis yang sudah lama aku inginkan. Gadis itu yang nantinya akan menemaniku sepanjang waktu. Menghabiskan hari demi hari bersama. Ah, aku benar-benar tidak sabar untuk mengatakan semua apa yang aku inginkan untuk dirinya, "Aku akan kabari secepatnya, bagaimana nantinya. Tapi, sebelum itu, aku boleh meminta sesuatu?" Kataku ke temanku.

"Apa yang kau inginkan?"

"Hanya satu. Siapkan dirimu, siapkan uangmu. Kau akan menjadi tamu kehormatan di hari spesialku nanti. Bisa?" Temanku tertawa lepas dan ia menyanggupi keinginanku.

Tak lama kemudian, telepon genggamku berdering. Sebuah pesan singkat telah aku terima. Pesan ini dari kekasihku, "Nanti malam, jadi kan, sayang? Kalau jadi, nanti kita langsung ketemuan di tempat. Love you!" Aku membalas pesan itu dan melihat ke arah jam tanganku, waktu masih menunjukkan jam tiga sore. Aku masih punya banyak waktu, toh semuanya sudah siap.

Begitu banyak yang aku persiapkan sampai aku lupa untuk makan. Pagi sampai sore ini, perutku benar-benar tidak terisi apapun. Aku keluar rumah dan pergi menuju warung makan. Setiap langkah, aku merasakan detak jantungku yang berdetak begitu cepat. Bahkan, aku merasakan demam diseluruh tubuhku. Perasaan gugup ini tak pernah hilang dari kemarin malam. Semalaman pun aku tidak berhenti memikirkan dan juga membayangkan raut mukanya. Betapa bahagianya dia tahu bahwa kekasihnya akan melamarnya.

Sesampainya di warung, aku memesan nasi telur dan es teh. Sembari menunggu, aku membuka telepon genggamku dan memandangi tiap isi galeri foto; Kenangan itu tersimpan rapi dalam memori, terekam abadi di dalamnya dan perasaan gugup itu semakin menjadi. Aku benar-benar tidak dapat mengendalikan diriku. Aku merasa seperti lepas kendali; Perasaan gugup ini hampir membuatku merasa bahwa aku sedang meriang. Namun, aku tidak sama sekali merasakan tubuhku sakit; Terkadang bahkan sering, aku mengambil nafas yang panjang untuk bisa mengendalikan perasaan ini. Lagi-lagi gagal.

Pesananku datang dan aku langsung memakannya. Setelah selesai makan, aku membayar pesananku dan langsung kembali ke rumah. Ketika aku berjalan, aku melihat seorang anak kecil yang datang ke arahku. Senyuman itu aku hafal betul; Dia yang selalu mengikutiku kemanapun aku pergi, "Untuk apa kau datang kemari?"

"Hmm. Aku cuman ingin mengingatkan bahwa jangan lupa nanti malam kau akan bertemu dengan pujaan hatimu. Tapi, hati-hati ya. Segala sesuatunya pasti terjadi dengan cepat."

"Kau terus berbicara seperti itu. Mau sampai kapan?"

"Sampai segalanya telah terjadi dalam hidupmu. Sampai jumpa!" Dan dia berlari pergi meninggalkanku. Dasar bocah bajingan, kataku dalam hati. Tahu apa dia tentang urusan orang dewasa?

Sesampainya di rumah, aku mempersiapkan pakaian apa yang akan aku pakai dan bergegas pergi untuk mandi. Setelah selesai dengan urusanku sendiri, aku duduk di dalam kamar dan berlatih untuk berbicara apa yang ingin aku sampaikan. Aku paham, bahwa rasa gugup ini bisa saja menggagalkan apa yang sudah aku rencanakan jauh hari. Aku tahu bahwa sulit nantinya untuk bisa berbicara dengan perasaan semacam ini.

"Teruslah berlatih. Hihi." Dan bocah kecil itu muncul dari balik pintu kamarku. Jujur saja, aku benar-benar capek untuk terus berhadapan dengan bocah ini. Seorang anak kecil yang sok tahu dan sok mengerti urusan orang dewasa, tidak seharusnya dia mencampuri urusan dewasa. Apalagi dia masih kecil. Seharusnya, menghabiskan waktunya itu untuk bermain. Bukan mengurusi hal-hal semacam ini, "Dengar baik-baik. Dengarkan aku bocah kecil!"

"Aku terus mendengarkanmu." Perkataan benar-benar menyebalkan.

"Mau sampai kapan kau akan terus datang lalu pergi lalu datang lalu pergi, dengan perkataan yang selalu sama, 'Hati-hati ya.' Terus menerus. Begini, apapun yang terjadi, aku sudah siap. Semua ini sudah aku persiapkan. Mulai dari rencana, teman-temannya, pesta ulang tahunnya,"

"Aku mengerti. Aku tahu kau sudah mempersiapkan semuanya. Segalanya yang kau butuhkan untuk mengingat momen istimewamu. Aku tahu karena aku terus mengawasimu dan melihatmu." Katanya memotong pembicaraanku.

"Lalu? Masalahnya dimana? Di jalan? Jadi aku harus berhati-hati dijalan? Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Aku akan berjalan sangat pelan. Benar-benar sangat pelan. Aku akan berdoa, berhati-hati, waspada. Sudah kan?"

"Iya. Aku rasa sudah cukup untuk hati-hati. Tapi, ah sudahlah. Katamu, aku tahu apa soal urusan orang dewasa? Kan lebih baik aku bermain dengan teman-temanku diluar sana. Lagian, bukan saatnya kan aku memikirkan hal ini?" Dan dia pergi meninggalkanku untuk kesekian kalinya.

Dasar bedebah!

Aku melupakan setiap ucapannya dan kembali melatih diriku untuk bisa berbicara lancar dihadapannya. Selain itu juga, aku mengisi waktu kosongku, daripada aku terus-menerus gugup dan memikirkan perkataan yang bagiku omong kosong itu, lebih baik aku mengisinya dengan hal-hal yang penting.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Aku tidak mau datang terlambat di hari spesial ini. Aku bergegas membawa segala hal yang aku butuhkan, juga cincin yang sudah aku siapkan. Aku berjalan pergi meninggalkan rumah, menuju tempat yang sudah aku tentukan.

Perjalanan dari rumah ke tempat pertemuanku cukup jauh. Bisa dikatakan, banyak menyita waktu. Selama perjalanan, aku selalu membayang-bayangkan betapa bahagianya hidupku. Setelah menunggu cukup lama, kami berdua akan segera tinggal bersama. Namun, terkadang, aku memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk. Iya, bagaimanapun aku tetap memikirkan kemungkinan terburuk. Entah aku mengalami penolakan ataupun aku diterima olehnya dengan perasaan yang bahagia, namun mau tidak mau aku harus siap untuk terpuruk dan itu cukup membuatku takut. Setiap orang pasti pernah merasakan ketakutan akan kehilangan seseorang yang dia cintai, begitu juga aku. Tapi, hari ini, entah kenapa aku merasa yakin. Sangat yakin bahwa dia akan menerimaku. Bagaimanapun nantinya disana, aku benar-benar yakin. Sangat, sangat yakin. Setibanya disana, aku mengatakan ke pramusaji bahwa aku sudah memesan sebuah tempat. Ia menyuruhku menunggu sebentar dan lalu mengantarkanku ke tempat yang sudah aku pesan.

Aku duduk dan menunggu dengan perasaan gugup yang semakin tak karuan. Aku benar-benar tidak dapat mengontrol perasaanku, diriku sendiri juga pikiranku. Semua bayangan itu masih saja melekat di otakku.

Tak lama kemudian, teman-teman dari kekasihku datang menghampiriku. Ada empat orang yang sudah datang. Mereka semua langsung duduk di dekatku. Beberapa dari mereka ada yang mengobrol, namun ada satu yang hanya diam. Entah dia memang jarang suka berbicara atau mungkin sedang ada masalah, aku tidak tahu, namun dia seperti sedang menyembunyikan sesuatu dariku, "Ada apa? Kok diam saja?"

"Eh, gak. Hehe. Gak ada masalah apa-apa kok." Katanya.

"Syukurlah kalau tidak ada masalah."

"Hehe, iya. Eh Akhmad, kamu sudah menghubungi Indah?"

"Sudah. Dia mengajakku untuk langsung ketemuan di tempat ini."

"Oh. Kamu juga udah benar-benar siap?" Aku tersenyum.

"Kalau boleh jujur sih, aku sedikit gugup. Bukan sedikit, benar-benar gugup. Ini bisa dikatakan, pertama kalinya dalam hidupku. Apa ya, sulit untuk dibicarakan. Intinya, aku benar-benar gugup. Kenapa memangnya?"

"Oh, gak. Gak ada apa-apa. Aku cuman ingin memastikan bahwa kamu benar-benar siap. Aku tahu rasanya bagaimana, gugup itu pasti sih. Cuman, semangat ya!" Katanya. Pembicaraan kami pun terhenti ketika aku melihat kekasihku datang berjalan menghampiri kami. Ia hari ini tampak berbeda, tampak lebih cantik dari biasanya. Aku terdiam melihat ia melangkah menghampiri kami semua. Malam ini, ia tampak sempurna. Aku tak henti-hentinya melihat ia berjalan menghampiri kami. Semuanya aku lihat; Raut muka dan juga cara dia berjalan. Namun, aku melihat satu hal; Ada yang berbeda dari dia. Ada sesuatu yang sedang terjadi atau itu hanya pikiranku semata atau saja, itu hanya perasaan gugupku yang semakin menjadi. Apapun itu, hari ini aku benar-benar merasakan ada yang berbeda dari dia.

Firasatku mengatakan bahwa sesuatu yang besar akan terjadi. 

AKU YANG PINDAHAN RUMAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang