"Pagi, Mah!" Vanessa keluar dari kamar seraya mengecup pipi Tari, mamahnya.
"Eh pagi sayang, sini sarapan dulu." ajak Tari sambil mengoles roti dengan selai coklat.
"Abang mana?" Vanessa mengedarkan pandangannya, karna tidak melihat keberadaan abangnya tersebut. Ya, Vanessa memang hanya tinggal bertiga dengan mamah dan abangnya. Jangan ditanya kemana ayahnya, ia sangat membenci manusia satu itu. Mungkin ia juga tidak ingin mengakuinya sebagai ayah lagi.
"Tuh dikamar. Abang kamu abis lembur semalem, mungkin kecapean." Tari menjelaskan.
"Jadi gak kerja dong sekarang?" tanya Vanessa, Tari hanya mengedikan bahu tak tau.
"Udah ah makan dulu,"
Vanessa, atau yang biasa disebut Eca sedari kecil, langsung melahab habis roti buatan sang mamah.
"Uhuk-uhuk," Vanessa segera mengambil air putih.
"Nah kan buru-buru sih makannya, kebiasaan kamu, Ca." omel Tari. Biasa memang, anak gadisnya itu sering mengunyah terburu-buru hingga tersedak ketika sarapan.
"Hehe. Yaudah, aku jalan ya, Mah." Vanessa langsung berdiri dan menyalami Tari.
"Hati-hati sayang,"
Vanessa Silvania, gadis berusia 23 tahun, bekerja sebagai barista disalah satu Kedai Kopi yang letaknya dekat dengan perkantoran. Ia bekerja disana bersama teman SMA nya, Salsa. Kata orang-orang Vanessa dan Salsa ibarat lem dan perangko. Karna sedari SMA mereka selalu bersama, bahkan tidak pernah absen untuk duduk berdua.
"Pagi, Eca ku!" sambut Salsa tersenyum ketika melihat Vanessa baru saja memasuki Kedai. Salsa sudah tiba terlebih dahulu, kini ia juga sudah memakai apron dan topi khusus pekerja disini.
"Kenapa nih senyum-senyum? lagi gak ada sesuatu kan?" tanya Vanessa menyelidik.
"Ye! suuzon aja lo," ucap Salsa.
"Kan biasa lo gitu, Sal." balas Vanessa yang mengingat tingkah sahabatnya itu. Sedari SMA ia sudah sangat hafal, jika Salsa bersikap manis pasti ada sesuatu yang diinginkan.
"Kali ini gue udah berubah," ucap Salsa menimpali. Vanessa hanya mendelik mendengarnya.
Setelah melakukan percakapan singkat dengan Salsa, Vanessa langsung mengambil topi yang disimpan diloker dan memakai apron.
"Hey you, Girls!" seorang lelaki langsung muncul dari balik pintu. Haikal, sepupu Salsa. Ia merupakan seseorang yang mempunyai Kedai Kopi tempat Vanessa dan Salsa bekerja, tetapi meskipun Kedai tersebut miliknya, Haikal tetap membantu sebagai pelayan disana. Untuk mengisi waktu kosong, katanya.
"Eh, Bos. Baru dateng." ucap Salsa meledek.
"Yaelah lu, Sal. Demen banget ledekin gue, jangan panggil bos ah." Haikal menatap jengah sepupunya tersebut.
"Hai, Eca!" sapa Haikal kepada Vanessa yang sedari tadi hanya diam. Vanessa hanya tersenyum tanpa mau membalas sapaan tersebut. Sudah biasa memang, sikap Vanessa akan berubah 80% jika berhadapan dengan lelaki yang bukan merupakan keluarganya. Meskipun Vanessa mengenal Haikal sudah cukup lama, tetapi tak jarang juga ia mengacuhkan Haikal, yang notabenya adalah bosnya sendiri. Ia hanya akan berbicara dengan Haikal jika sedang bekerja dan diwaktu-waktu tertentu saja. Pernah dulu mereka dekat, tapi semenjak Haikal mengakui perasaannya terhadap Vanessa. Vanessa langsung kembali menjadi dirinya yang dulu, tertutup.
Haikal hanya menghela nafas melihat sikap Vanessa padanya. Padahal sejak dulu, sebelum bekerja di Kedainya Salsa sudah memberitau sikap Vanessa yang tidak ingin didekati oleh lelaki. Ya, kali ini ia merasa sangat menyesal telah menyatakan perasaannya, hingga membuat hubungannya dengan Vanessa kembali renggang.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Perantara Secangkir Coffe (On Going)
Ficção AdolescenteSore itu di caffe ... "Lo gak bisa menilai sesuatu dari satu sudut pandang, Ca. Cinta gak melulu soal rasa sakit, gimana bisa lo nyimpulin begitu seterusnya? sedangkan, lo aja gak pernah rasain jatuh cinta. Coba belajar, Ca. Buka hati lo buat gue" ...