1 / atap

716 74 31
                                    

Second week of May, 20xx
***

"Lagi-lagi, gue menemukan lo di sini."

Kim Yohan sepenuhnya mendengar suara dari arah belakang, tapi ia memilih untuk tidak mengindahkannya sama sekali. Ia lebih tertarik dengan kerlap-kerlip lampu kota yang tersebar layaknya bintang di langit yang malam ini sepertinya tengah dimakan awan.

Semilir angin kencang tiba-tiba datang, menerpa tubuhnya yang hanya terbalut kaos putih panjang berbahan tipis. Yohan menggigil sesaat, tapi setelahnya ia kembali bersikap biasa saja.

Yohan mendengar suara decakan dari arah yang sama. Ia yakin orang di belakangnya tadi kini menghampirinya dengan geram. Yohan dapat katakan dari suara derap kaki yang terkesan buru-buru.

Agaknya Yohan tersentak setelah merasakan sebuah jaket tersampir pada bahunya. Ia lantas menoleh ke arah kirinya, di mana sosok ketua kedisiplinan asrama kini menumpukan badannya pada pagar pembatas dan ikut melihat kerlap-kerlip lampu kota.

"Pakai. Gue tahu lo kedinginan."

Yohan tanpa sadar mengulum senyum, senyuman miring yang teramat tipis sehingga terlihat seperti menyeringai meremehkan. Padahal, aslinya ia merasa berterima kasih. Untungnya, si ketua kedisiplinan itu tidak melihat senyum miringnya itu.

Yohan lihat sang ketua kedisiplinan menggunakan hoodienya sendiri. Jadi, Yohan berasumsi kalau dia memang sengaja membawakan jaket untuk Yohan. Makanya, sebenarnya Yohan sangat tersentuh. Tapi ia berhasil menyembunyikannya dengan wajah datar.

"Mana tiket pelanggaran gue?"

"Percuma gue kasih. Besoknya lo ngelanggar lagi dan lagi," ujar lelaki itu dengan jengah. "Gue yang capek lihat lo nyikat kamar mandi setiap hari."

Kekehan Yohan meledak. Merasa lucu dengan apa yang dikatakan sang ketua kedisiplinan. Setelah ia ingat-ingat, memang sudah hampir satu bulan lamanya ia dihukum oleh lelaki di sebelahnya ini tanpa henti. Sudah tiga puluh kali pula Yohan menyikat kamar mandi asrama. Rasanya, semua kamar mandi pada ketiga lantai gedung asrama sudah Yohan jajaki.

Namun, Yohan tak merasa capek sama sekali. Ia menikmati hukumannya. Toh, memang dia sengaja melanggar peraturan asrama nomor delapan di mana para penghuni tidak boleh berada di luar gedung asrama di atas jam 10 malam.

Sementara sekarang, arloji pada pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 11 malam.

"Berarti, besok gue gak perlu nyikat kamar mandi?"

"Gak perlu. Toh, semua kamar mandi udah bersih. Kecuali kalau lo mau ngejalanin hukuman lain, ngepel satu koridor."

"Itu jahat, sih," Yohan tertawa pelan. "Koridor nggak pernah kosong. Gue berani taruhan, sekarang pun masih banyak yang lalu lalang di koridor."

"Cocok buat ngehukum orang bengal kayak lo. Biar jengah dan nggak ngelanggar lagi," kata dia. Pandangannya kini beralih pada Yohan yang juga tengah menatap si ketua kedisiplinan.

"Kenapa lo ke atap setiap malem, sih?" dia bertanya lagi dengan nada frustasi. "Kalau lo mau tahu, gue juga kena hukuman dari ketua asrama karena lalai mendisplinkan penghuni."

Perkataan dari ketua kedisplinan asrama tersebut sukses membuat Yohan terdiam. Rasa bersalah mendadak menjalari hatinya dan itu membuat tenggorokan Yohan tercekat.

Ia jadi teringat hari pertama dia berani melanggar peraturan tersebut. Waktu itu, sang ketua kedisiplinan bahkan sampai membawa penggaris untuk memukulnya sebelum menyeret Yohan untuk masuk ke dalam—selayaknya Yohan adalah pelaku pencurian yang akan dihakimi. Yohan kena semprot saat mereka sudah di depan kamarnya sendiri, kemudian sang ketua kedisiplinan memberikan kartu pelanggaran kepada Yohan dengan wajah yang keras.

throughout the time  ☆  yongha, yohan ; yongyohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang