chapter 1 : Angkasa

267 26 5
                                    

Seperti hari-hari biasanya, setelah menyelesaikan kursus Bahasa Mandarin, aku melangkah menuju sebuah kafe yang telah menjadi tempat favoritku untuk belajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti hari-hari biasanya, setelah menyelesaikan kursus Bahasa Mandarin, aku melangkah menuju sebuah kafe yang telah menjadi tempat favoritku untuk belajar. Nama kafe itu Acazia.

Interior Acazia sederhana namun memukau, dengan gaya modern yang didominasi warna-warna hangat. Di sini, aku tak hanya menikmati keheningan dan suasana nyaman, tetapi juga hidangan yang tak pernah mengecewakan. Kue buatan mereka sungguh menggoda, dan aku tak pernah lupa memesan Americano, minuman yang selalu menenangkan pikiranku.

Namun, sesungguhnya bukan hanya kue dan kopinya yang membuatku selalu ingin kembali ke Acazia. Ada satu alasan lain yang lebih kuat. Seseorang yang membuat langkahku tak ragu untuk terus kembali.


🌑🌘🌗🌖🌕🌔🌓🌒🌑

Bunyi lonceng kecil menandai kedatanganku.

"Selamat pagi, Angkasa!" sapa Adit, pastry chef berbakat di Acazia. Kue-kuenya selalu membuatku takjub.

Aku memilih tempat duduk favoritku dekat pintu masuk, dari sini aku bisa mengamati setiap gerakan para barista dan chef.

Ya, ada seseorang yang selalu membuatku kembali ke sini. Bukan Adit, sekualitas apa pun kue-kuenya, bukan pula Juna dengan ketampanannya yang menawan namun sedikit narsis.

Adalah Arkasa Haridra, sosok yang mencuri hatiku. Setiap kali mataku bertemu dengannya, jantungku berdebar tak terkendali.

"Silakan diminum," ujarnya sambil menyodorkan Americano kesukaanku.

"Terima kasih," balasku, hatiku berbunga.

Arkasa, dengan gerak-geriknya yang lincah dan senyum yang menenangkan, selalu berhasil membuatku terpukau. Ia bagai magnet yang tak tertahankan.

"Dit, ada pelanggan," katanya, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

Aku ingin sekali berbicara dengannya, namun keberanianku seolah sirna.

"Hayo, lagi ngeliatin Arkasa, ya? Ngaku deh," goda Adit.

"Ah, enggak kok," jawabku malu-malu.

"Tumben datang pagi sekali," ujarnya lagi.

"Iya, kelasnya selesai lebih awal."

"Aku lagi bikin kue baru nih. Karena kamu pelanggan setia, aku kasih kamu tester, ya."

"Wah, terima kasih banyak!"

Sambil menikmati kue buatan Adit, mataku kembali tertuju pada Arkasa. Setiap gerakannya begitu indah di mataku.

Aku ingin sekali memintanya menjadi milikku. Namun, apakah itu terlalu egois?

🌑🌒🌓🌔🌕🌖🌗🌘🌑

Cahaya sore mulai meredup, menyelimuti kafe dengan nuansa hangat. Arkasa terlihat semakin sibuk, melayani pelanggan dengan senyum khasnya. Hatiku menghilang, menyadari bahwa hari ini pun harapan untuk mengungkapkan perasaanku kembali sirna.

𝐀𝐦𝐞𝐫𝐢𝐜𝐚𝐧𝐨 (𝐘𝐨𝐨𝐧 𝐉𝐞𝐨𝐧𝐠𝐡𝐚𝐧)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang