24 | Kacau

2.7K 327 85
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Suka dan duka harus dijalani sama-sama, sebab tak ada yang namanya rumah tangga sempurna tanpa cacat dan cela."

Aku menggeram sebal saat kaki ini baru saja memasuki area rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menggeram sebal saat kaki ini baru saja memasuki area rumah. Kacau, itulah kesan pertamanya. Hunian yang kutinggalkan semula bersih serta rapi, tapi sekarang berantakan seperti kapal pecah yang baru saja kena rampas perompak.

"Beresin!"

Lelaki itu menggaruk tengkuk bagian belakangnya. "Maaf, Teh aku kan gak bisa kalau beres-beres rumah mah, jadi ya begini."

Aku menjatuhkan tubuh di sofa. "Itu mah sama aja kamu nambah list kerjaan aku. Bukannya pulang dimanjain, ini malah disuruh beberes."

Dia ikut serta duduk di sampingku, tangannya menggapai jari jemariku. "Maaf atuh, Teh, jangan marah. Aku yang beresin deh," katanya membujuk.

Aku menarik lepas tanganku. "Ya emang seharusnya kamu yang rapihin. Kerjaan kamu cuma buat aku naik darah aja," sebalku seraya bersidekap dada.

"Iya, Teh, iya," sahutnya.

Dia bergegas mengambil sapu, alat pel, dan juga pengki. Sedangkan aku lebih memilih untuk duduk bersantai menonton telivisi. Biarkan saja dia yang membersihkannya seorang diri. Dia yang berulah ya dia sendiri yang harus bertanggung jawab.

Rumah sangat jauh dari kata bersih, sampah bekas kuaci berserakan di mana-mana. Dan aku dibuat semakin geram kala tadi melihat dapur. Bak pencucian penuh dengan piring-piring kotor, panci yang gosong seperti hangus terbakar.

Bukan itu saja, kamar pun tak mau kalah ikut andil. Ruangan itu kacau dengan seprei yang sudah tak menyelimuti kasur dengan baik, bantal guling berjatuhan ke lantai. Pakaian kotor pun berserakan di lantai. Ingin rasanya memarahi lelaki itu dengan brutal.

Namun aku harus sadar bahwa ini tak sepenuhnya salah Naresh. Aku sudah lepas tanggung jawab dan tak mengurusnya selama kurang lebih tiga minggu terakhir ini. Dosa besar aku karena sudah lalai dari kewajiban.

"Selama ini kamu makan apa?" tanyaku saat dia tengah berusaha untuk menyapu lantai. Namun bukannya bersih, sampah itu malah semakin menyebar luas ke mana-mana.

"Go food, tapi kadang juga cuma masak mie instan doang," jawabnya yang membuatku miris seketika.

Selama ini aku makan layak di kediaman kedua orangtuaku. Tapi ternyata Naresh malah berbanding terbalik.

"Emangnya bisa masak mie instan?" selorohku.

"Bisalah, orang di balik kemasan udah ada tata cara membuatnya. Tinggal ikutin doang, tapi yang pertama gagal sih, aku lupa sampai mie-nya hangus terbakar." Dia cengengesan dan terlihat malu.

Penghujung Cintaku | Cinta Tapi Diam Series 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang