e n a m

623 115 7
                                    

6

Lepas bel terakhir berbunyi dan penghuni terakhir kelasnya berlalu pergi, Hinata segera memacu langkahnya menghampiri Sasuke. Perasaan aneh itu meletup lagi, kali ini bertalu-talu tanpa tahu malu lebih parah dari yang sebelumnya. Sejujurnya ia tidak tahu hendak melakukan apa, tetapi bermodal kuriositas serta logika separuh bengkok yang mematahkan intuisi, akhirnya Hinata nekat.

Sasuke sendiri bisa merasakan ujung bibirnya berkedut geli ketika melihat Hinata menghempaskan diri pada kursi di seberangnya. Sedikit-banyak ia tahu apa yang akan gadis itu katakan, pun juga ia telah mempersiapkan jawabannya. Ah, mempersiapkan bahkan terdengar begitu merendahkan, sebab tidak—Sasuke bahkan telah menantinya.

"Kuriositasmu akhirnya mengalahkan segalanya ya?" tanya Sasuke usil. Pemuda itu melipat tangannya di depan dada dan memandang Hinata lekat tepat di mata. "Apakah ini tentang kemarin malam?"

Hinata berjengit di tempat. Ia memang hendak menanyakan hal itu, tentang apa yang sesungguhnya terjadi kemarin malam karena ia tak bisa mengingat apapun. Meski ia yakin betul bahwa kepalanya tak mengarang realita, tetapi semua itu tetaplah tak masuk ke dalam logika. Dan ia tidak menyangka bahwa Sasuke akan menyerang langsung ke topik tanpa menyangkalnya.

"A-aku hanya ingin tahu kebenarannya." Jawab Hinata pelan. Matanya menatap Sasuke dalam keraguan, tidak betul-betul yakin tentang apa yang selanjutnya bakal terjadi.

Sasuke tersenyum tipis, lalu untuk yang kedua kalinya, mengetuk dahi Hinata dengan dua jari. Kali ini ia kelihatan puas, bahkan cenderung gembira bila kilat manis di matanya memang bisa diartikan demikian. Tubuh pemuda itu lalu melengkung maju, memperpendek jarak di antara wajahnya dengan Hinata sebelum kemudian ia berujar separuh geli dan separuh jengkel, "Kali ini butuh waktu lama bagimu untuk mengutarakan hal bodoh itu, ya, Hinata."

"A-apa?" Hinata mengernyit, bingung.

Sasuke menggedikan bahunya jenaka. Ia kembali meluruskan tubuhnya dan bersandar di kursi. Matanya masih tak beralih, namun kini ia jauh lebih santai. Ia menelengkan kepalanya sedikit, menanti pertanyaan lain yang akan dilontarkan Hinata dengan sabar, sampai beberapa saat setelahnya, ketika tak kunjung mendapatkan satu tanya pun, ia mengernyitkan dahi dan kembali bersuara,

"Kukira kau ingin tahu kebenarannya?"

Hinata mengangguk, gugup namun dalam ketergesaan.

"Dan apakah itu yang ingin kau ketahui, hime?"

Pipi Hinata bersemu tipis mendengar panggilan yang Sasuke berikan. Sejenak ia meragu lagi, tetapi bila sudah sejauh ini tak sepantasnya ia mundur. Apalagi sepertinya Sasuke memang memiliki jawaban untuk segala intuisi dan firasat yang selama ini ia terka-terka, sesuatu yang mungkin memang tak seharusnya ia berusaha jawab dengan logika, "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"

Bingo!

Ding ding ding!

"Pertanyaan sejuta dollar," gumam Sasuke, kelewat puas. Dalam satu gerakan cepat ia bangkit dan meraih tubuh Hinata. Senyum tak kunjung meninggalkan bibirnya, terlebih ketika ia mendudukan Hinata di atas meja dan mempersempit jarak di antara wajah mereka. Samar ketika ia bisa merasakan napas Hinata yang hangat tercekat menyapa bibirnya, Sasuke menundukkan kepala dan mengeratkan lengannya di pinggang gadis itu. Ia mencuri kecupan tipis di sudut bibir Hinata, lalu menjawab sekenanya, "Tentu saja. Sebelumnya, dan sebelumnya, dan sebelumnya, dan sebelumnya, dan sebelumnya. Pertemuan yang telah lama berhenti kuhitung saking banyaknya."

Hinata bersemu lagi. Tangannya bersandar pada bahu Sasuke dengan kikuk, tetapi meski begitu tak menolak sama sekali. Jawaban pemuda itu masih membingungkannya, seolah berputar tak memberi hal yang gamblang. Namun ketika sekali lagi Sasuke mengeratkan lengannya di pinggang Hinata dan sepasang netra jelaga memandangnya intens meminta persetujuan, Hinata tak lagi memikirkannya. Ia tahu apa yang akan terjadi berikutnya dan begitu saja menyerahkan dirinya tanpa tanya.

Bibir Sasuke mendarat di atas bibirnya, hangat dan lembut. Dan Hinata memejamkan mata tanpa berpikir dua kali. Lengannya yang semula bersandar kikuk di bahu Sasuke kini bergerak melingkari leher pemuda itu dengan spontan. Setelahnya, dalam kecupan singkat yang terasa menghabiskan waktu lebih dari sekelebat, segalanya jadi masuk akal.

Seluruh potongan mimpi yang berhari-hari belakangan menghantui kembali menyeruak ke dalam memori, hanya saja kali ini mereka lebih dari sebatas bayangan buram dan Hinata ingat betul momen demi momen yang terjadi di dalamnya. Ia bisa melihat kilas gambar itu dengan jelas—diisi oleh dua sosok yang sama dalam berbagai era dan pelataran, dirinya dan Sasuke. Dengan percakapan yang beragam, kisah yang tak sama, namun akhir yang serupa—janji Sasuke bahwa pemuda itu pasti akan menemukannya lagi.

"Aku akan menemukanmu, bahkan selepas ini. Lagi dan lagi." Sasuke memecah keheningan, menegaskan apa yang ada di antara mereka dengan pernyataan yang sama seperti sebelumnya. Napas pemuda itu masih terengah, tetapi wajahnya tampak serius dengan binar mata yang menghangat. Si lelaki Uchiha menyatukan dahinya dengan dahi Hinata, membiarkan hidung mereka bersentuhan seiring tarikan napas. "Meski kau selalu melupakanku."

Hinata menarik tubuhnya pelan, air mata entah sejak kapan luruh dari pelupuknya. Perasaan berkecamuk dalam dadanya, namun kali ini tak lagi ada kuriositas yang membebani, sebab terjawab sudah semuanya. Ia memindahkan lengannya ke pinggang Sasuke dan memeluk pemuda itu erat, membiarkan kepalanya melesak pada dada bidang si lelaki Uchiha tanpa peduli keadaan.

"Terima kasih," Gumam Hinata, samar. Air matanya masih belum berhenti, tetapi ia sudah jauh lebih tenang ketika bisa merasakan tangan Sasuke hinggap di pucuk kepalanya dan membelai lembut rambutnya. "sudah bersedia menantiku lagi dan lagi."

"Aku akan menanti dalam keabadian untukmu." Sasuke berujar tipis. Ia menghapus jejak air mata di wajah Hinata dan mendaratkan sebuah kecupan di pipinya. "Karena pada dunia yang seluruhnya temporer, sebatas perasaan untukmu yang tak usang dimakan waktu." (3)

.

.

.

fin

(3) "In a world full of temporary things, you are a perpetual feelings."Sanober Khan

Curiosity [SasuHina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang