BAGIAN 4 : Keanehan Via

113 20 18
                                    

Happy Reading ....

****

Keesokan harinya aku beraktifitas seperti biasanya. Aku tahu pelaku itu bukan Martin karena surat yang kutemukan kemarin. Aku tidak memberitahukan apa-apa tentang ini, aku belum berani.

Kira-kira kenapa Martin ingin membunuhku? Sepertinya ada yang aneh. Ataukah ... dia diancam? Aku juga belum tahu.

Apakah aku harus menyelidiki kasus ini lagi? Tetapi ... dengan siapa? Via? dia tidak mungkin mau membantuku. Resikonya sungguh besar.

Dan sekarang aku terus memikirkan bermacam-macam cara untuk menyelidiki kasus ini sendirian. Mumpung kelas sepi, hehe.

"Woi!" Aku terlonjak kaget karena mendengar teriakan itu. Dengan perlahan aku menoleh dan mendapati Via yang sedang nyengir seraya menatap diriku.

"Liat PR matematika dong, apa kamu tega liat aku yang belum ngerjain PR matematika?" tanya Via dengan wajah memelas andalannya.

"Ah Vi! Nih, lain kali belajar! Kamu mau otak kamu bulukan gara-gara gak kamu pake terus-terusan?" ujarku kejam.

Via cemberut seraya memainkan kukunya.

"Males tau!"

"Males aja teross! Males teroos!" kesalku seraya melemparkan buku matematika kearahnya.

"Hehe, thanks."

"Hmm." Aku hanya berdeham sebagai tanggapan.

Kini aku sedang menatap keluar jendela, entah apa yang harus aku lakukan. Masalah ini mungkin tidak akan pernah selesai. Pembunuh itu ... Masih berkeliaran di luar sana.

Sebenarnya siapa dia? Mengapa sangat sulit untuk menangkapnya. Apakah setelah ini akan ada korban lagi?

"Andai ... Semua ini gak terjadi. Martin mungkin gak akan di penjara, dia gak bersalah," gumamku penuh kesedihan.

Martin ... Dia sahabat yang sangat baik bagiku.

Apakah misteri ini tidak akan pernah terungkap dan jadi misteri selama-lamanya? Aku tidak mau itu terjadi. Dan aku juga tidak berharap memiliki puisi dari dirinya lagi. Itu sangat menakutkan.

Tak terasa aku sudah melamun sangat lama. Bahkan Via sampai mencak-mencak karena pertanyaannya terus tak aku hiraukan.

"Kamu kenapa sih?" tanya Via penasaran. Aku menoleh dan tersenyum kikuk.

"Gapapa kok! Gak penting juga," jawabku.

"Eh Vi? Emangnya kamu percaya kalau pembunuh itu Martin?" tanyaku saat Via mengerjakan tugas.

Via tiba-tiba berhenti menulis. Tangannya begitu bergetar saat aku membuka obrolan dengan topik sensitif ini. Via tiba-tiba menggebrak meja dengan keras, membuatku terkaget-kaget karenanya.

"GAUSAH BAHAS ITU! AKU GASUKA YA KAMU BAHAS ITU LAGI!" Via dengan nafas ngos-ngosan pergi meninggalkanku. Untung keadaan kelas saat ini tidak terlalu ramai.

Via kenapa? Kenapa dia marah-marah seperti itu saat aku bertanya tentang pembunuhan yang dilakukan Martin?

Tunggu sebentar ....

Misteri Dibalik PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang