3

34 8 0
                                    

Jeoline menatap langit langit kamarnya, tangannya menggenggam cokelat panasnya. Gadis itu menggunakan hoodie over size dengan celana panjang yang terlapisi oleh selimutnya. Disebelahnya ada seorang pemuda yang masih memakai jas putih dokternya.

"papa kenapa gak pulang aja? Papa capek kerja mending istirahat dirumah, Olin bisa kok jaga diri" kata Jeoline.

Seungwoo menatap anak adopsinya dengan tersenyum hambar. "papa bakal minta tolong kak Jisung nemenin kamu disini ya?"

"kak Jisung kan lagi sibuk urus skripsi, pa... Jeoline gapapa kok"

Seungwoo mengelus tangan anaknya, lalu mengecup kepala anaknya itu. "papa gak tau lagi kalau papa kehilangan malaikat seperti kamu" tangannya mengusap pipi Jeoline. "maaf papa belum bisa bawa kamu pulang, Lin"

Jeoline memeluk Seungwoo hangat, "papa gak boleh bilang kayak gitu.. Walaupun disini, Olin bisa jaga diri kok" kata Jeoline.

"papa besok bawain kamu buku huruf braille ya? Biar kamu bisa—

"pa, Wonjin itu baik banget pa! Olin gak tau lagi kenapa Tuhan ciptain manusia sebaik dia" Seungwoo menyelipkan anak rambut Jeoline ke belakang telinganya. "tadi ada dua temannya datang. Yang satu lagi punya kakak yang sama kayak Jeoline, tapi kakaknya meninggal"

"papa pernah operasi pasien buta"

"operasi?" tanya Jeoline.

"iya, kakaknya mendonorkan kedua bola matanya ke adiknya. Tapi, papa gagal"

"kenapa?"

"alat yang papa gunakan membuat infeksi ke si pendonor, pendonor itu hanya bertahan setengah tahun. Dan meninggal di rumah sakit, didepan papa" kata Seungwoo penuh sesal.

"suatu saat Olin punya pendonor, papa maukan jadi dokter operasinya Olin?" tanya Jeoline polos.

Tak lama Seungwoo pergi, meninggalkan Jeoline sendiri dikamarnya. Sesekali meminum cokelatnya yang hampir dingin. Dirinya menangis, tetapi tak ada air mata keluar dari pupil matanya sama sekali. Hanya isakan isakan kecil dari dirinya.

"Olin mau ngeliat wajah papa, mau ngeliat wajah kak Jisung, mau ngeliat wajah... Wajah Wonjin.. Tuhan, izinin Olin liat mereka"i

"izinin Olin mandang sekeliling Olin lagi"

"Selamat malam Wonjin" gumamnya.

Jeoline menyeruput minumannya sampai habis lalu meletakannya ke nakas dengan hati hati. Matanya terpejam, ya walaupun sama sekali tidak berpengaruh sama keadaannya. Toh, sama sama gelapkan?

***

Wonjin duduk di pinggir kasurnya, meminum beberapa pil obatnya dengan satu tenggukan air obat itu larut masuk kedalam tenggorokannya. Matanya memandang cermin yang ada di depannya, menatap tubuhnya yang sempat kurus karena drop. Matanya berharap ada pendonor yang bersedia.

Wonjin mengambil ponselnya, menatap foto Jeoline yang dia tangkap secara diam diam. Rambut cokelat bergelombang sepinggang itu terurai rapih, sweater putih - pinknya melapisi tubuh kurusnya, rok pendek berwarna putih, dengan sepatu kets berwarna senada dengan roknya membuat gadis itu bertambah istimewa dimata Wonjin. Oh Tuhan tolong jaga dirinya untuk Wonjin, biar Wonjin bisa menetap lebih lama untuk berubah dari kehidupannya yang dulu.

"Di saat gue berusaha nyerah, malaikat datang menemai hari hari gue"

"disaat gue seperti jatuh ke samudra ada orang yang ngangkat gue buat kedaratan lagi"

"kalau gue gak ada Jeoline bakal baik baik ajakan? Atau kalau Jeoline gak ada gue bakal baik baik ajakan?"

Wonjin menatap beberapa botol kaca berwarna hijau yang menjadi koleksinya. Masih menetap disana, tidak ada waktu Wonjin untuk membuang benda rongsok itu. Benda yang buat Wonjin hancur sampai ke gagalan fungsi ginjal kanannya yang semakin buruk. Foto foto laknat tentang kehidupan malamnya dulu. Seharusnya dia tau orangtuanya bukan orangtua yang tidak harmonis, kehidupannya baik baik aja. Orangtuanya tidak pernah memaksa, orangtuanya selalu bilang pertimbangkan - pertimbangkan dan pertimbangkan.

Senyumnya terlukis tipis di bibir Wonjin, mengusap layar ponselnya. Air matanya jatuh, memikirkan bagaimana kalau dirinya duluan yang meninggalkan Jeoline? Atau Jeoline yang lebih dulu meninggalkan dia? Wonjin gak pernah senyaman ini dengan orang yang baru dia temui.

"udah malem, selamat tidur ya Olin" katanya menatap keluar jendela lalu berbaring ketempat tidurnya.



Halo! Ehehehe... Jangan lupa votement nya ya^^

Gimana chapter kali ini? Belum ada feel ya?

To Reach You • Ham WonjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang