BAB 3

9.3K 1.2K 185
                                    

Ibu Lis adalah orang yang tak suka dibantah. Begitu pula dengan Dean. Tapi, lelaki itu tak akan bisa membantah sang ibu jika beliau sudah mengeluarkan perintah. Seperti siang ini, seperti anak kecil yang akan mendapat hukuman jika tak mau menuruti ucapan ibunya. Dean sudah duduk malas di sebuah cafe bersama seorang perempuan yang katanya anak Om Ded-ded itu. Alya Savira.

"Jadi, apa alasan lo nerima perjodohan ini?" tanya Dean setelah basa-basi mereka yang benar-benar basi. Alya bilang dia akan menerima perjodohan itu. Gampang sekali dia.

Alya menoleh sekilas pada pria itu. Punggungnya masih bersandar dan kedua tangannya masih bersedekap. "Ya... Cuma biar ganti status aja. Lagian lo juga nggak buruk rupa." jawabnya santai.

Dean berdecak dalam hati. Perempuan ini cocok sekali dengan sang ibu. Buruk rupa? Hah?

"Bokap gue udah tua. Dia minta gue cepet-cepet nikah." sambung Alya.

Dean melirik Alya sekilas. Jika dilihat-lihat, Alya ini lumayan. Dia benar cantik seperti kata ibunya. Dagunya lancip dan hidungnya bangir. Rambutnya hitam kecoklatan sebatas bahu. Sepertinya lembut.

"Umur berapa, sih, lo?" tanya Dean.

"Penting?" Alya balas bertanya. Alisnya naik sedikit.

Dean menggeleng. Masih sulit jika harus menerima perjodohan itu juga. Tapi, demi ibunya, mungkin dia akan menawarkan perjanjian dengan gadis ini. Lagipula dia juga butuh pelampiasan. "Kita nikah kontrak."

Alya seketika menoleh. Ia tatap Dean cukup lama sebelum berucap. "Boleh."

"Tiga bulan." seru Dean tanpa tedeng aling-aling.

"Kecepetan. Bokap gue pasti curiga." sahut Alya dan meurunkan tangannya. Ia seruput lagi kopinya yang mulai dingin. "Satu tahun."

"Kelamaan." balas Dean tak setuju.

"Sepuluh bulan?"

"Lima."

"Lo pikir ibu lo nggak curiga?"

"Delapan bulan. Deal?" Dean menyodorkan tangannya dan langsung disambut oleh Alya. Segampang itu mereka membuat keputusan.

Alya kemudian mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari dalam tas jinjingnya. Gadis itu menuliskan banyak kalimat di atas kertas putih itu. Cukup lama ia berkutat dengan pulpennya sebelum menyerahkan kertas itu pada pria di depannya. "Lo bisa nambahin." ucapnya sambil meletakkan pulpen di meja, agak dekat dengan posisi Dean.

Dean meraih kertas itu dan mulai membacanya. Gadis ini pintar seperti dugaannya. Dia sudah mempersiapkan semuanya dengan apik.

1. Wajib memenuhi hak dan kewajiban, nafkah lahir dan batin.

"Lo maniak." Dean berucap frontal. Nafkah lahir batin, apa gadis itu minta ditiduri?

Alya mendesah malas. "Nggak lucu kalau gue nanti masih perawan pas udah jadi janda."

Hah? Dean hampir terbahak. "Lo masih perawan?" tanya Dean agak sangsi karena penampilan Alya yang menurutnya seksi. Blouse tanpa lengan dipadukan dengan rok span di atas lutut yang ketat. Gadis itu memang membawa blazer, tapi tak dipakai. Dean tadi bahkan sempat menikmati bongkahan pantatnya saat gadis itu berjalan ke toilet. Memang sebagai sesama manusia tidak boleh menilai orang lain dari penampilannya. Tapi, Dean juga bukan orang yang bodoh. Seingatnya dia cukup sering melihat Alya di bar langganannya dulu. Dugem bersama teman-temannya saat hari sudah larut untuk seorang perempuan. Dan Dean tahu jika Alya bukan perempuan polos macam istri Arya atau istri Raka. Alya dengan kehidupan malamnya tidak bisa menjamin jika gadis itu masih perawan.

Undesirable WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang