BAGIAN 2

300 17 1
                                    

"Paman Weru Sugala...! Paman Satya Watara...?! Oh...!"
Gadis berbaju merah jambu yang tadi dikenali sebagai Sukesih berseru kaget. Dia bermaksud memburu kedua mayat itu, namun tiga dari Lima Setan Jatayu telah menghadang. Dan perlahan-lahan, mereka mendekati sambil menyeringai lebar. Dan gadis itu pun jadi mengurungkan niatnya, perlahan-lahan mundur dengan wajah tegang.
"Cempaka Sari! Lebih baik kau ikut dengan kami. Jangan khawatir, kau akan mendapat perlakuan secara baik!" ujar Ki Jatra Kendeng, memperingatkan.
"Siapa sebenarnya yang menyuruh kalian menghadangku?!" bentak gadis yang sebenarnya bernama Cempaka Sari. Nada suaranya terdengar sengit.
"Kau tidak perlu tahu. Yang penting sekarang ikut saja dengan kami..."
"Huh! Kalian pasti orang suruhan pamanku, Katut Denowo!"
"Ha ha ha...!" Ki Jatra Kendeng hanya ketawa lebar tanpa menjawab.
"Betul, bukan?" tanya Cempaka Sari dingin, seperti ingin meyakinkan dugaannya.
Ki Jatra Kendeng menghentikan tawanya. Dan wajahnya tampak menyeringai sinis. "Tangkap dia!" ujar laki-laki itu, tanpa berpaling sedikit pun dari wajah cantik Cempaka Sari.
Seketika tiga orang anak buah Ki Jatra Kendeng melompat menyergap. Namun dengan tangkas gadis itu mencabut pedangnya.
Sring!
"Kalian boleh menangkapku, kalau ada yang mau mati!" dengus Cempaka Sari mengancam.
"Jangan hiraukan ancamannya. Dia sama sekali tidak tahu caranya menggunakan pedang. Ayo, tangkap dia!" sentak Ki Jatra Kendeng semakin berang.
Cempaka Sari jadi terkesiap. Hatinya terkejut, karena lagi-lagi Ki Jatra Kendeng tahu kalau sebenarnya dia sama sekali tidak bisa memainkan pedang. Bahkan seumur hidupnya baru sekali ini memegang senjata itu. Kedua tangannya yang menggenggam batang pedang terlihat gemetar, namun gadis itu berusaha menguatkan semangatnya.
"Boleh kalian coba kalau ingin mampus!" dengus Cempaka Sari seraya menggertak kembali.
Ketiga laki-laki dari Lima Setan Jatayu itu masih tetap ragu. Malah salah seorang menoleh ke arah Ki Jatra Kendeng.
"Ki, bagaimana kalau dia terluka?"
"Bodoh kau! Biar kuselesaikan...?!" Ki Jatra Kendeng menggeram.
Tapi baru saja laki-laki itu akan turun tangan sendiri menangkap Cempaka Sari, sudah terdengar derap langkah kuda mendekati mereka. Ki Jatra Kendeng dan kawan-kawannya segera menoleh ke arah datangnya suara derap kaki kuda. Tampak seorang pemuda tampan berambut panjang dan berbaju rompi putih tengah berkuda bersama seorang gadis cantik berbaju biru muda. Sebentar saja, kedua penunggang kuda itu telah tiba di tempat ini.
"Hei! Kalau tidak ada urusan, cepat pergi dari sini!" hardik Ki Jatra Kendeng.
Sementara itu Cempaka Sari yang melihat gadis berbaju biru itu langsung tersenyum lebar. Dia segera berlari cepat, menghampiri.
"Pandan Wangi, Sahabatku! Oh, syukur kau berada di sini!" seru Cempaka Sari.
"Cempaka Sari...!" gadis berbaju biru muda yang dipanggil Pandan Wangi terkejut. Buru-buru dia melompat turun dari punggung kudanya. Sementara pemuda berbaju rompi putih yang tak lain dari Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti hanya tersenyum memandangi dua gadis yang kini berpelukan beberapa saat untuk menumpahkan perasaan rindu.
"Apa yang kau lakukan di sini Cempaka Sari. Dan, apa yang hendak mereka perbuat padamu?" tanya Pandan Wangi, sambil memandang tajam ke arah Lima Setan Jatayu.
"Ceritanya panjang.... Dan orang-orang ini ingin menangkapku."
"Menangkapmu? Apa salahmu?! Atau mereka yang memang mencari maut?!" dengus gadis berjuluk si Kipas Maut itu.
"Sial! Hm.... Kini jumlah kalian bertambah banyak. Nah, bersiaplah untuk mampus!" geram Ki Jatra Kendeng.
Lelaki itu langsung melompat hendak menangkap Cempaka Sari. Tapi tentu saja Pandan Wangi tak tinggal diam. Melihat sahabatnya terancam, dia langsung memapak serangan Ki Jatra Kendeng.
"Hiiih!" Plak! Plak!
Ki Jatra Kendeng sedikit terkejut, begitu kepalan tangannya mudah sekali ditangkis Pandan Wangi. Serangannya segera dilanjutkan dengan sodokan ke perut Pandan Wangi lewat satu tendangan keras. Namun gadis itu segera melejit ke samping, lalu balas menyerang dengan menendang ke arah tengkuk.
"Uts!" Ki Jatra Kendeng cepat-cepat melompat ke belakang sambil berjumpalitan. Sehingga tendangan gadis itu luput dari sasaran. Namun dari situ bisa dirasakan angin serangan kencang yang menandakan kalau gadis berbaju biru muda ini memiliki tenaga dalam tinggi.
"Bagus! Rupanya kau berisi juga! Hm.... Dengan begitu, kita bisa bermain-main barang sejenak!" kata Ki Jatra Kendeng, sinis.
"Boleh saja kau katakan main-main. Tapi aku justru menginginkan kepalamu!" sahut Pandan Wangi ketus.
"Ha ha ha...! Kau kira gampang berbuat seenakmu pada Ki Jatra Kendeng? He, Cah Ayu! Lebih baik kau dan kawanmu menyerah. Dan jangan ikut campur urusan Lima Setan Jatayu, kalau mau selamat!" gertak Ki Jatra Kendeng.
"O, jadi kalian yang berjuluk Lima Setan Jatayu yang terkenal itu?!" tanya Pandan Wangi dengan wajah dipasang terkejut. Namun sebenarnya gadis itu hanya mengejek saja. Dan agaknya kata-kata Pandan Wangi ditanggapi Ki Jatra Kendeng serta keempat kawannya.
"Ha ha ha...! Rupanya dia baru tahu siapa kita, Ki!" seru kawannya sambil ketawa lebar. "Lebih baik jangan dilepaskan begitu saja. Gadis ini telah mencampuri urusan orang. Dan untuk itu, dia patut dihukum. Dia harus meladeni kita berlima, lalu baru boleh dilepaskan begitu saja."
"Cih! Kalau aku terkejut mendengar Lima Setan Jatayu, bukan berarti takut. Justru hal ini telah lama kutunggu-tunggu, karena aku menginginkan kepala kalian untuk penghias isi rumahku!" dengus gadis berjuluk Kipas Maut itu.
"Kurang ajar...!" maki Ki Jatra Kendeng geram. Wajahnya berkerut menahan amarah.
"Ki Jatra Kendeng! Gadis liar ini jangan diberi hati lagi. Tangkap dan bereskan secepatnya. Biar kami yang mengurus Cempaka Sari!" dengus seorang kawannya. Gerahamnya terdengar berkerotokan, menahan geram.
Bersama ketiga kawannya, orang itu langsung hendak meringkus Cempaka Sari. Namun belum terlaksana, Pendekar Rajawali Sakti yang sejak tadi diam saja, kini melompat menghadang.
"Boleh saja kalian meringkusnya. Tapi tampaknya tak semudah itu!" kata Pendekar Rajawali Sakti tenang.
"Kurang ajar! Rupanya kalian memang sengaja mencari penyakit! Kau boleh mampus lebih dulu. Yeaaat!"
Seorang dari Lima Setan Jatayu langsung menerjang menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Sementara, tiga lainnya meneruskan niat hendak menangkap Cempaka Sari.
"Hup!"
"Kurang ajar!" Orang yang menyerang Rangga mendengus geram ketika tindakannya luput dari sasaran.
Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti terus berkelebat cepat, ke arah orang-orang yang hendak menangkap Cempaka Sari. Tangan dan kaki Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat, melepaskan pukulan dan tendangan bertubi-tubi.
Duk!
Begkh! "Aaakh! Ukh! Aduh!"
Tiga orang itu kontan terdorong terhuyung-huyung ke belakang ketika pukulan dan tendangan Pendekar Rajawali Sakti mendarat telak di tubuh mereka.
"Jangan coba-coba meneruskan niat kalian, selama aku masih berdiri di sini!" ancam Pendekar Rajawali Sakti.
"Keparat! Kau kira bisa berlagak di depan kami?! Huh! Kau boleh mampus sekarang juga!" dengus salah seorang sambil mencabut pedangnya.
Sring!
Bersamaan dengan itu, orang yang bersenjata tombak berujung logam seperti bulan sabit ikut membantu menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan dua orang lainnya masih tetap mengincar Cempaka Sari. Melihat hal itu, Pendekar Rajawali Sakti segera bertindak cepat. Dengan pengerahan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' dilepaskannya pukulan jarak jauh ke arah dua dari Lima Setan Jatayu yang hendak meringkus Cempaka Sari.
"Hiiih!" Werrr!
Mendapat serangan jarak jauh, kedua orang yang hendak menangkap Cempaka Sari terpaksa mengurungkan niat. Pada saat yang bersamaan, tubuh Pendekar Rajawali Sakti mencelat mendekati gadis itu.
"Berlindunglah di belakangku, Nisanak!" ujar Rangga, langsung menggaet si gadis itu ke belakang.
Sementara pada saat itu juga datang serangan berupa tebasan pedang ke leher Rangga.
Wuttt! "Uts!"
Pendekar Rajawali Sakti memiringkan kepalanya menghindarinya. Kemudian tangan kirinya menangkis kepalan lawan lainnya yang hendak menyodok ke dadanya.
Plak!
Begitu menangkis, kaki kanan Rangga bergerak cepat. Langsung dihantamnya lambung seorang lawan yang terdekat
Duk! "Akh!"
Orang itu menjerit kesakitan begitu tendangan Rangga mendarat telak di lambungnya. Tubuhnya kontan terjungkal ke tanah dengan perut langsung mulas.
"Setan!"
Tiga dari Lima Setan Jatayu semakin kalap saja melihat salah seorang dari kawanya ambruk di tanah. Mereka segera menyerang pemuda itu dengan ganas.
"Yeaaa!"
Secara bersamaan, mereka mengibaskan senjata ke seluruh bagian tubuh Pendekar Rajawali Sakti yang mematikan. Cepat bagai kilat Rangga melompat tinggi menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Langsung dilepaskan satu tendangan ke arah orang yang terdekat. Namun orang itu cepat menangkis dengan mengayunkan pedangnya. Maka dengan gerakan bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti menekuk kakinya. Dan dalam keadaan masih di udara, tubuh Rangga berputaran dengan kaki melepaskan satu tendangan kilat ke arah tangan salah seorang lawannya.
Duk! Des! "Akh!"
Kembali satu dari Lima Setan Jatayu terjungkal sambil menjerit kesakitan. Pergelangan tangannya langsung remuk. Sedangkan pedang dalam genggamannya yang terlepas, langsung disambar Rangga. Seketika Pendekar Rajawali Sakti mengibaskan pedang dalam genggamannya, karena pada saat yang sama dua bilah senjata meluruk ke arahnya.
Trang! "Akh!"
Kembali terdengar jeritan tertahan. Tangan salah seorang lawan Pendekar Rajawali Sakti kembali kesemutan manakala menangkis senjata yang dipegang Rangga. Dan belum lagi dia bersiaga, ujung pedang itu menyambar dadanya.
Bret! "Aaakh!"
Orang itu terhuyung-huyung ke belakang dengan dada berlumur darah, tersayat senjata yang dipegang Pendekar Rajawali Sakti. Melihat lawannya terluka, salah satu dari Lima Setan Jatayu menggeram hebat. Langsung pedangnya dikibaskan menyambar ke arah leher Pendekar Rajawali Sakti. Tapi Rangga hanya mendengus dingin. Lalu sambil menundukkan kepala, tubuhnya berputar. Langsung dilepaskan satu tendangan ke arah orang itu.
Duk! "Akh!"
Kembali terdengar jeritan keras. Pergelangan tangan orang itu langsung patah terkulai. Sementara senjata dalam genggamannya terlempar jauh.
"Bangsat! Kau akan terima balasannya!" geram lawan Pendekar Rajawali Sakti yang tinggal seorang lagi. Dia segera melompat menyerang Rangga dengan mengerahkan seluruh kemampuannya.
Rangga tersenyum dingin. Rangkaian jurus dari lima jurus 'Rajawali Sakti' yang sejak tadi digunakannya, sama sekali tidak mampu diimbangi lawan-lawannya. Kedua kakinya bergerak lincah, diikuti gerakan tangannya yang seperti kepakan sayap burung rajawali.
Kini Rangga berusaha menerobos pertahanan lawan. Sementara orang yang menjadi lawannya mengibaskan pedang, menyambar ke arah pinggang. Namun pedang itu hanya menebas angin, karena tahu-tahu Rangga sudah melenting ke atas. Bahkan tiba-tiba saja, tubuhnya meluruk melepaskan tendangan dahsyat dengan jurus 'Rajawali Menyambar Mangsa'. Begitu cepat gerakannya, sehingga orang itu tidak mampu menghindar.
Begkh! "Aaakh!"
Untung saja tendangan Pendekar Rajawali Sakti hanya dialiri tenaga dalam sedikit, sehingga orang itu hanya merasakan sesak pada dadanya yang mendapat tendangan cukup keras.
"Kurang ajar!"
Empat dari Lima Setan Jatayu berusaha bangkit berdiri. Sedangkan Rangga hanya memandangi dengan tangan terlipat di depan dada. Dan belum juga orang itu sempurna berdirinya....
"Aaakh!"
Serentak empat dari Lima Setan Jatayu berpaling ke arah sumber suara. Tampak Ki Jatra Kendeng sudah tersungkur di tanah sambil memegangi pangkal lengannya yang mengucurkan darah segar terkena sabetan kipas Pandan Wangi. Dia berusaha bangkit, namun ujung kipas gadis berbaju biru itu telah mengancam lehernya.
"Kau boleh bangun kalau ingin mampus!" dengus Pandan Wangi mengancam.
"Eh! Aku..., aku...."
Wajah Ki Jatra Kendeng tampak pucat. Bahkan keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Sementara Pandan Wangi melipat kipasnya dan menyelipkan di pinggang. Sambil berkacak pinggang, dia menatap tajam pada Ki Jatra Kendeng
"Cepat pergi dari sini. Atau, kutebas lehermu!'
"Eh! Baik..., baik...," sahut Ki Jatra Kendeng, seraya bangkit. Langsung keempat kawannya diajak pergi dari sini.
"Tunggu dulu...!" cegah Cempaka Sari membentak dengan wajah berang. "Aku harus tahu, siapa yang menyuruh kalian menangkapku?!"
"Eh...!" Ki Jatra Kendeng tersedak. Lalu ditatapnya gadis berbaju biru yang berjuluk si Kipas Maut dengan wajah bingung.
"Kau dengar pertanyaannya? Jawablah! Siapa yang telah menyuruh kalian?" timpal Pandan Wangi.
"Kisanak! Kami..., kami bisa terbunuh kalau sampai mengatakannya...."
"Hm.... Kalau begitu, kalian tidak sayang dengan nyawamu sendiri? Lebih baik aku saja yang membunuh kalian!" ancam Pandan Wangi, langsung mencabut kipas bajanya lagi.
Sring!
Wajah Ki Jatra Kendeng kembali pucat, melihat Pandan Wangi akan mengancamnya. Seketika kepalanya mengangguk cepat.
"Baiklah...."
"Cepat katakan! Dan, jangan cari-cari alasan!"
"Kanjeng Gusti Katut Denowo..."
"Hm, sudah kuduga!" desis Cempaka Sari mendengus sinis. "Nah! Pergilah kalian. Dan katakan pada pamanku, bahwa pekerjaannya akan sia-sia bila hendak menggulingkan kekuasaan ayahku!
"Ba... baik, Kanjeng Gusti Ayu," sahut Ki Jatra Kendeng seraya memberi hormat. Kemudian segera dia berlalu dari tempat itu diikuti kawan-kawannya.
Rangga dan Pandan Wangi diam saja seraya memperhatikan Lima Setan Jatayu yang segera berkelebat cepat berlalu. Lalu perlahan-lahan dihampirinya Cempaka Sari yang masih mematung dengan wajah lesu.
"Cempaka.... Apa sebenarnya yang telah terjadi? Kenapa kau meninggalkan istana kerajaan sejauh ini...?" tanya Pandan Wangi lirih.
Gadis berbaju merah jambu itu berpaling. Kemudian dipandangnya Pandan Wangi beberapa saat. Wajahnya tampak berduka. Dan tanpa bisa menahan rasa sedih di harinya, dia memeluk sahabatnya disertai isak perlahan.
Pandan Wangi mendekap erat sahabatnya sambil mengusap-usap rambutnya. Untuk sesaat dia tidak tahu, apa yang harus dikatakan. "Sudahlah. Jangan terus menangis, Cempaka. Kau kini selamat bersama kami. Nah! Sekarang ceritakan padaku, apa yang telah menimpamu...?" bujuk si Kipas Maut
Gadis itu melepaskan pelukannya. Kemudian disekanya beberapa tetes airmata yang sempat membasahi pipi. Lalu matanya melirik Rangga. "Ah, aku lupa! Kenalkan ini temanku...!" seru Pandan Wangi, memperkenalkan Cempaka Sari dengan Rangga.
Mereka saling berjabat tangan. Lalu terlihat Cempaka Sari seperti bingung dan tidak tahu harus berkata apa ketika memandang wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti. Untung saja Rangga sempat menyadari. Maka segera dilepaskannya tangan berbentuk indah ini.
"Ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku? Ceritakanlah. Jangan malu. Kakang Rangga saat ini adalah orang terdekatku. Tidak ada yang kami sembunyikan...," Pandan Wangi, berusaha memecah kebisuan yang terjadi.
"Orang terdekatmu? Jadi benar berita yang kudengar itu...?" kata Cempaka Sari disertai senyum manis di bibir.
"Berita apa yang kau dengar?"
"Bukankah Kakang Rangga yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti?"
Pandan Wangi mengangguk.
"Sungguh beruntung nasibmu, Pandan...."
"Kau ini bisa saja. Apakah hanya itu yang hendak kau ceritakan padaku?"
"Bukan. Kepergianku sebenarnya khusus untuk menemuimu!"
"Menemuiku?"
"Ya! Aku memerlukan pertolonganmu...," sahut Cempaka Sari sambil mengangguk.
"Pertolongan apakah yang bisa kuberikan?"
"Kerajaan saat ini terancam, karena Paman Katut Denowo mengadakan pemberontakan...."
"Pamanmu mengadakan pemberontakan? Apa sebabnya?"
"Beliau merasa kalau dialah sebenarnya yang pantas menduduki tahta kerajaan. Ayahanda tidak berdaya, karena tidak bisa membedakan siapa yang setia dan siapa yang hendak berkhianat," jelas Cempaka Sari.
"Lalu, apa yang bisa dilakukan kedua saudaramu?"
Cempaka Sari menggeleng lesu. "Kakang Andang Jaya mementingkan diri sendiri dan hidup hanya untuk bersenang-senang. Sedang Kakang Satya Darma terlalu lemah, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Aku bingung, dan tidak tahu harus berbuat apa. Lalu kuputuskan untuk meminta bantuan padamu...."
Pandan Wangi menepuk pundak sahabatnya disertai senyum menghibur. "Cempaka Sari... Kau adalah sahabatku. Maka sudah tentu aku akan membantumu dengan senang hati. Tapi bagaimana caranya aku harus membantumu?" hibur Pandan Wangi.
"Saat ini, Ayahanda tidak punya orang yang bisa dipercaya. Untuk saat ini memang sulit mengetahui, siapa orang yang berkhianat padanya. Juga berapa banyak prajurit kerajaan yang termakan hasutan Paman Katut Denowo. Sehingga, bila para pemberontak menyerang kerajaan, bisa dipastikan keadaan akan kacau-balau. Bahkan bukan tidak mungkin Ayahanda akan terbunuh...," jelas Cempaka Sari, langsung tertunduk lesu.
"Lalu?"
"Bukankah Kakang Rangga adalah Raja Karang Setra? Aku bersedia menjadi budak kalian, asalkan Kakang Rangga sudi membantu bersama pasukannya untuk menggempur para pemberontak! Pandan Wangi, tolonglah aku Kakang Rangga, tolonglah aku! Aku tidak tahu, kepada siapa lagi harus meminta pertolongan...!"
Cempaka Sari memandang sepasang pendekar dari Karang Setra itu bergantian. Wajahnya tampak memerah dan kelopak matanya sembab. Gadis itu kembali menangis dengan wajah tertunduk dalam.
Pandan Wangi lantas memeluk sahabatnya erat-erat. "Cempaka! Kau tidak perlu berkata begitu. Aku akan membantumu sekuat kemampuanku. Begitu juga Kakang Rangga. Bukankah begitu, Kakang?"
"Eh! iya... iya...," sahut Rangga, sedikit gugup.
"Jawablah yang tegas, Kakang. Biar Cempaka Sari bisa tenteram hatinya," ujar si Kipas Maut.
"Tentu saja aku bersedia membantumu."
"Nah! Kau dengar, bukan? Kami bersedia membantumu. Tenangkanlah hatimu, Cempaka!" ujar Pandan Wangi. Dipandangi sahabatnya disertai senyum yang teramat manis. Lalu disekanya air mata Cempaka Sari.
Cempaka Sari tersenyum, sambil memandang keduanya bergantian. "Terima kasih, Kakang Rangga.... Terima kasih, Sahabatku...," kata gadis itu lirih. Kemudian dipeluknya Pandan Wangi dengan rasa haru.

***

134. Pendekar Rajawali Sakti : Pemberontakan Di KertalokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang