Goyah

7 1 0
                                    

"Emang ekspresinya gimana tadi?" Tanya perempuan berkuncir kuda dengan warna coklat tua nya.
"Gak tau ah.. malu aku sebenernya. Aku tampis tangannya, tapi gak kasar. Tapi dia kayaknya biasa aja. Udah kebiasaan itu hihi.." wanita berkerudung abu abu rupanya tertawa cekikikan di balik telapak tangannya.
Perempuan berambut coklat Chika Galvannya Soerohardjo, teman dekat wanita berkerudung abu abu bernama Aqila Rizky Hamida. Mereka berdua sedang membicarakan pagi yang hangat dengan tawa yang tak kunjung usai karena tingkah Vinno.
Aqila membantu ibunya yang sudah cukup tua sebagai anak bungsu yang berbakti dengan mulai menggantikannya mengantar makanan untuk keluarga Vinno. Vanya seringkali tidur di rumah Aqila karena temannya perempuan terdekatnya hanya dia. Meskipun mereka berbeda dari segi kebiasaan, agama maupun kasta, mereka mudah beradaptasi.
Vanya adalah YouTubers dan gaming yang punya tangan dengan banyak skill. Kepribadian yang pendiam dan dia susah bergaul. Berasal dari keluarga yang terbilang cukup kaya dan dia bukan anak yang dimanja. Buktinya saja dia sudah berpenghasilan sendiri dengan channel YouTube miliknya. Tidak banyak mungkin dari sekitar 5 sampai 6 juta subscriber. Tidak se famous miawaug atau Jess no limit sih.. meskipun pendiam saat dia bertemu dengan seseorang yang dikenalnya kadang masih saling bertegur sapa.
Aqila adalah wanita yang care dengan semua orang. Orang yang baik dan perhatian tapi juga sibuk. Itu dikarenakan dia tidak punya ayah, sudah 16 tahun sejak sepeninggalnya. Dan Aqila masih sangat kecil untuk mengingatnya. Punya satu kakak lelaki. Sebenarnya Aqila sendiri merasa tidak enak dengan kebiasaan Vanya yang sering memakai baju ketat dan celana pendek. karena mereka berdua dekat Vanya tidak merasa terbebani dengan apa yang dikatakan Aqila. Karena memang benar yang diucap Aqila. Kakaknya laki-laki dan belum mempunyai hubungan serius dengan wanita, jadi untuk jaga-jaga, Vanya harus punya kesopanan setidaknya menjaga tata busananya.

***

Vanya duduk di ayunan depan rumahnya. Hari ini dia tidak ke rumah Aqila dulu mungkin dia masih sibuk membantu kakaknya. Seusai membuat video dan melepas penat Vanya mencari udara segar. Tampak dari luar pagar ada seorang laki-laki berkaos putih dengan celana trainingnya membuka pagar rumah Vanya.
"Pras.." sapa Vanya sambil melambai.
Pras adalah tetangga dan temannya sejak kecil. Sering saling mendengar cerita dari masing-masing. Sudah dianggap keluarga sendiri bahkan lebih dekat dari kakak perempuan Vanya sendiri. Vanya mulai membuka obrolan.
"Pras.. aku pengen cerita."
"Ya cerita aja, biasanya gimana? Kayak gak pernah cerita aja pake tanya segala" jawab Pras ringan.
"Aku udah sering cerita segala sesuatu tentang Aqila kan.. tapi aku masih merasa aneh aja"
Pras mulai merasa curiga. Memang benar setiap kali mereka bercakap, apa yang diucap Vanya selalu Aqilla. Vanya pernah tinggal di Thailand untuk beberapa bulan dengan mamanya, dan itu yang membuat pikiran Pras semakin menjadi. Apa yang diceritakan Vanya setiap saat selalu menjerumus dengan hal aneh yang Pras sendiri tidak tau harus berbuat apa.
"Em.. engga deh" Vanya seperti ingin bercerita, tapi ditahan. Tidak seperti biasanya.
Pras berharap apa yang dia pikirkan bukan sesuatu yang ingin diucap Vanya.
"Kenapa? Gak biasanya.. kamu gak percaya sama aku?" Pras mencoba melembekkan kekakuan bicaranya.
"Gak gitu.. takutnya kamu yang gak percaya. Ini hal gila."
"Emang kamu gila dari lahir gapapa.. hahaha.." Pras mencoba tertawa.
Vanya melihat muka Pras yang kaku. Dan Pras terdiam.
"Sebenarnya.. perasaanku sama dia lebih dari sekedar teman."
Pras masih terdiam. Apa yang dipikirkan Pras menjadi kekacauan.
"Ahahahaha ... Lucu lucu.. suka banget bercanda.. belajar dari mana lawakan ahahaa.. eh jangan jangan ini prank ya.. hayo... Mana kameranya.. jangan disembunyikan dong.. nanti aku gak kelihatan tampan.." lagi, Pras mengeraskan tawanya sambil berpura pura mencari kamera. Padahal dia tau apa yang diucapkan Vanya benar adanya.
Vanya berdiri memulai langkah. Pras menghentikannya. Vanya berbalik sambil menatap tanah dengan sudut 20° dari kakinya yang mulai berputar menghadap kaki Pras. Memandang tangan kiri yang digenggam erat Pras. Vanya mengusap sudut matanya yang mulai basah.
"Aku gak tau ini apa, tapi ini benar yang kurasakan.. sudah lama, semakin hari semakin kuat, dan aku sudah mencoba positive thinking tentang ini semua. Aku tidak bisa mengakhirinya. Bagaimana ini.." suaranya surau.
Pras mendekapnya erat, mencoba menenangkan sesenggukan Vanya.
"Kan ada aku.. Kenapa harus yang berbeda.."
"Tapi kalian memang berbeda.."
Pras mengelus rambut Vanya yang halus
"Kamu harus tau perbedaan Vanya.. kamu anak yang pandai. Kenapa harus dilanjutkan.."
Vanya masih sesenggukan. Pras tidak tau harus berbuat apa.
"Mari ikut aku ke musholla? Mau?" Tawar Pras dengan lembut.
Vanya mengusap air matanya lagi, dan mulai mengangguk lemas. Mengikuti jejak Pras adalah satu satunya hal yang sering dilakukan Vanya ketika sedang bersedih. Bahkan mama Vanya sendiri tidak bisa menenangkan. Pras selalu menjadi pelarian Vanya.
Pras menutupi rambut Vanya yang panjang dengan kerudung yang memang sengaja ditinggalkan Pras di musholla yang selalu sepi. Mayoritas penduduk perumahan adalah non Islam. Jadi hanya beberapa saja yang mampir, bahkan untuk adzan dan sholat berjamaah hanya 3-4 orang setiap pertemuannya.
Pras mengambil wudhu, memakai kopyah dan memposisikan duduknya untuk mulai membaca ayat Al Qur'an. Tampak dari belakang, punggung Pras sangat lebar dan kuat, tidak se rapuh Vanya yang duduk tertunduk di ujung belakang musholla. Pras mulai membaca ayat suci Al-Quran dengan pelafalan dan jeda yang tepat.

Mantra itu sangat merdu

Benar benar merdu

Sangat merdu

Vanya terus mengalirkan air mata. Bahkan Vanya yang tidak tau artinya hanya terpejam dan merenung.

Sungguh bacaan yang sangat indah





***

Vanya berjalan mendahului Pras. Dengan langkah Pras yang panjang, Vanya disusul dengan senyuman yang melebar
"Vanya, apa sekarang sudah mendingan?" Tanya Pras
Vanya masih terdiam dengan memperhatikan langkahnya dengan pandangan kosong.
Pras menghentikan langkah Vanya dengan tubuhnya yang tiba tiba menghalangi pandangan kosong Vanya.
"Mau mencobanya bersamaku?" Pras memberikan kata kata yang benar benar tidak bisa dicerna.
"Apa maksudmu?" Vanya angkat bicara
"Kamu sangat cantik.. mau berpacaran denganku?" Tanya Pras dengan ringannya melontarkan penawaran yang aneh.
"Menyingkir kamu." Ucap Vanya dingin.
"Vanya.. sebenarnya aku sudah menyukaimu dulu, bahkan lebih dulu sebelum kamu menyukai orang itu.. apa tidak boleh aku mengungkapkannya sekarang? Aku ingin mengucapkannya secepat mungkin, tapi kamu malah tidak mempercayaiku." Pras meyakinkan ucapannya sambil menekuk punggung dan menopang badan dengan tangan yang menempel di lututnya, bahkan memandang mata Vanya yang sekarang sedang memperhatikannya juga.
Vanya hanya terdiam membuang muka. Vanya tidak punya perasaan apa apa, bahkan tidak lebih dari seorang teman.
"Baik mari kita coba, aku anggap ini hari pertama kita. Selanjutnya aku akan tunjukkan bagaimana rasanya hari hari bersamaku akan tampak berbeda." Pras mencubit kedua pipi Vanya dan berjalan cepat mendahului Vanya.
Vanya masih merasa aneh. Tapi dia tidak bisa menolak juga. Dia tidak pernah berpacaran, bahkan dengan wajahnya yang sebenarnya bisa memikat banyak laki laki itu. Mungkin dia terlalu serius dan tidak ingin diganggu dengan kehidupan seperti itu. Tapi saat ini Vanya benar benar ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki seseorang yang bisa diandalkan, dicintai, dan mengerti keadaan Vanya.
Dari kejauhan Pras memberikan tangan kanannya pada Vanya. Sambil mengusap air matanya lagi Vanya membalas uluran tangan Pras.

love to be dissimilar personTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang