Modus

4 0 0
                                    

    "Pagi yang cerah.." sapa Vinno yang keluar kamar mandi dengan mata yang menyipit tanpa lipatan.
    "Tumben kamu udah mandi?" Ejek mama Vinno.
    Vinno hanya tersenyum sambil melirik ke kanan dan ke kiri.
    "Ayah mana?" Tanya Vinno.
    "Masih tidur"
    "Gaada pekerjaan lagi?"
    "Eh lah dalah.. kesamber apaan si kamu ini.." Dengan senyuman tipis mama Vinno menyindir tanpa jeda.
    "Gaada ya? Kalau ada panggil aku ya, di depan. Hahahahaaaa..." Vino melangkah ke luar rumah.
    Selang beberapa saat, Aqila benar benar datang. Vinno dengan sigap melangkah cepat menghampirinya.
    Belum sempat Aqila mengucap salam Vinno mendahuluinya
    "Hai, aku Vinno. Kamu?"
    Aqila tetap menunduk sambil memberikan rantangnya.
    "Ini.." suguh Aqila.
    "Ditanya nama dikasih rantang..hehe.." Vinno menerima rantang bagian bawah dengan tangannya. Dia paham kejadian kemarin membuatnya tidak nyaman, dan tidak ingin mengulanginya lagi.
    "Ini rantang kemarin.. terimakasih ya.. besok biar tante yang ambil.. kamu gak usah jauh jauh kirim ke sini." Mama Vinno keluar dengan satu set rantang putih.
    "Baik Tante, saya duluan" Aqila meninggalkan pertanyaan Vinno.
    "Itu pendiam atau jual mahal si Hem.. membuatku semakin terpana mweheheheee..." Gumam Vinno lirih
    "Paan sih no.." lirikan ibunya membuat Vinno berhenti meringis.
    "Ma.. jujur maaa.. aku belum tau namanya.." Vinno merengek mengikuti mamanya dari belakang.
    Mama Vinno berbalik
    "Aqila namanya" mama Vinno menepuk jidat Vinno dengan jemarinya.
    "Mama gak senang lihat kamu suka dia. Kita berbeda, dia pasti juga tidak suka. Menyerah saja nak, dari awal kamu sudah ditolak. Bagaimana kamu bisa melanjutkannya."
    Kata kata itu sangat menyakitkan, tapi Vinno dengan keceriaannya tetap tersenyum. Dia membayangkan langkah yang selanjutnya harus dia ambil.
    "Tapi kan Vinno udah besar"
    "Terus kalau kamu bener bener suka dia, mama bakal bertaruh. Kamu pasti ninggalin agama kita. Mama gak beri izin kamu sama dia." Tolak mama Vinno tegas. Tau usia Vinno adalah usia yang tepat untuk mempunyai hubungan yang panjang. Dan sangat menghawatirkan jika Vinno benar benar mengejarnya.
    Vinno memandang kosong rantang yang dibawanya.
    "Sudahlah biarkan ma.. orang anak muda lagi kasmaran kok dihalangi. Gak bakal mempan. Tunggu aja beberapa Minggu lek gak betah kan pisah sendiri." Ayah Vinno menyelamatkan sekaligus menyindir ulah Vinno yang kekanak Kanakan.
    Vinno terdiam, raut mukanya mulai berubah. Seakan dia masih punya usaha untuk melakukan jalannya sendiri. Agama yang berbeda bukan halangan baginya. Setelah makan pagi, Vinno masih membujuk mamanya untuk mengembalikan rantang makanan pagi ini sekaligus melihat keadaan bibi Marpiah.
    Akhirnya Vinno berhasil dengan bantuan ayahnya. Sebenarnya ayah Vinno mendukung apa yang dilakukan Vinno. Karena dia sudah pernah berada dalam kondisi Vinno, tanpa ada yang mendukungnya. Ayahnya hanya ingin anaknya menempuh jalan yang diinginkannya saja.
    "Asalanualaikom" salamnya yang terdengar aneh dari dalam rumah Aqila.
    "Waalaikum salam" Aqila sedikit terkejut dengan sosok yang ada di depan pintunya sekarang. Iya, Vinno. Sambil menunjukkan senyum khasnya, Vinno menyuguhkan tangannya yang sedang membawa rantang.
    "Terimakasih.." Aqila selalu menjawab dengan kata yang singkat. Dan hal itu yang membuat dia semakin menarik.
    Bibi Marpiah datang tergopoh-gopoh karena mendengar suara yang dikenalinya.
    "Ya Allah den.. kok repot-repot ke sini balikin rantang? Ada apa?" Tanyanya antusias
    "Ndak bi.. cuma iseng, sekalian jalan jalan pingin maen bosen di rumah saja" Vinno menjawab dengan semangat. Seakan tau apa yang selanjutnya akan diucapkan bibi Marpiah.
    "Oalah.. yaudah ayo mampir dulu kalau gitu, gak keburu kan?..." Tawar bibi Marpiah.
    Aqila mengalihkan pandangannya sambil sedikit memanyunkan bibirnya.
    (Nah kan betol.. memang instingku ini tidak bisa dipungkiri kepandaian nya.)
    "Ah.. Ndak keburu bi.. cuman jalan jalan aja kok.. hehe.." Vinno sangat sumringah sambil menatap Aqila masuk ke dalam rumah membawa rantangnya tadi.
    "Ayo masuk.. Aqila, buatkan teh hangat ya nak.." perintah bibi Marpiah.
    "Iya Bu.." jawaban singkat Aqila dari kejauhan
    "Ndak usah repot bi, saya baru minum tadi." Tolak Vinno dengan modusnya.
    "Wong cuma wedang (minuman) kok ditolak."
    Vinno tersenyum gembira. Sikap ini yang Vinno sukai dari bibi Marpiah, sangat peka dan perhatian.
    "Kamu baru pertama kali kesini, ada apa sebenarnya? Pasti bukan sekedar jalan jalan."
    Aqila keluar dengan 2 cangkir teh diatas nampan. Vinno selalu menunjukkan senyumnya tiap kali Aqila datang. Bibi Marpiah sudah bisa menebak apa tujuan Vinno ke rumahnya. Bibi Marpiah menggerak gerakkan bola matanya seakan mengode pada Aqila. Aqila yang cepat tanggap merasa geram pada ibunya. Tidak jarang ibunya melakukan itu tiap kali ada laki laki yang menyukai Aqila datang ke rumahnya.
    "Monggo diminum.." Ucap Aqila sembari berdiri.
    Vinno langsung menyambar teh buatan Aqila.
    "Sini saja Aqila.. siapa tau den Vinno mau ke sini melihatmu secara jelas?" Goda bibi Marpiah.
    "Bagaimana rasanya den? Apa sama dengan buatan bibi?" Bibi marpiah tidak berhenti menggoda.
    "Sama sama manisnya hihi..." Vinno menjawab dengan senyuman.
    "Itu antara teh bibi sama tehnya atau tehnya sama yang membuat? Hahahaha...."
    "Hahahaha...." Vinno menyusul tawa bibi Marpiah dengan tawa ringannya.
    Aqila masih sedikit emosi dengan tingkah laku ibunya yang tak kunjung usai mengintimidasi semua orang. Di usianya yang menginjak 60 an tetap saja menggoda laki laki yang menanyakan Aqila. Terpaksa Aqila tersenyum untuk mengimbangi suasana.
    "Apa kamu sudah kenalan? Den bagus ini namanya Alvinno Sebastian putranya Bu Gladis dan pak Gono Bastian."
    "E.. anu.. tadi di rumah saya sudah memperkenalkan diri."
    "Lah.. kalau begitu berarti kamu pasti belum tau anak saya yang cantik dan pendiam ini. Kenalkan, namanya Aqila Rizky Hamida. Anak bungsu saya yang paling cantik dan rajin."
    Vinno menunjukkan senyum disertai lesung pipinya. Aqila memejamkan mata menghadap ke bawah saat pertama melihat dengan jelas pesona Vinno ketika tersenyum.

    (Astaghfirullah sadar Aqila..) Aqila mulai merasakan sesuatu juga.

    Vinno yang sedari tadi memperhatikannya, merasa bangga terhadap diri sendiri. Dia paham apa yang dilakukan Aqila untuk menghindari tatapannya. Vinno semakin menjadi. Aqila membuka matanya, dan didapati Vinno masih tersenyum sambil melihatnya.
    "Saya pamit dulu, kakak saya sepertinya membutuhkan bantuan di belakang." Saking gugupnya Aqila meninggalkan percakapan.
    "Dia pemalu hihihi... Cuma gitu aja malu." Bibi Marpiah tertawa cekikikan.
    "Yasudah kalau begitu saya pamit dulu bi.." Vinno bersiap pulang.
   

    "Oh iya, satu hal lagi nak.." bibi Marpiah berdiri menghampiri Vinno.
    "Kalau kamu berani memulai, kamu juga harus berani menanggung resikonya ya le.." Ujar bibi Marpiah dengan wajah serius tapi tetap sumringah.
    "Saya biasa saja tentang semua ini. Kalian yang melanjutkan, saya hanya memberi izin dan memberi nasehat kalau kalau ada hal yang perlu saya campuri. Saya hanya mengingatkan sebatas ini saja. Hati hati memilih jalan."

    Seakan bibi Marpiah memberikan peringatan pertamanya secara halus. Selama 10 tahun terakhirnya bekerja sebagai pembantu rumah Vinno, bibi Marpiah paham betul apa yang diinginkan Vinno sebagai orang yang mudah jatuh cinta.

    Vino tersenyum sambil mencium tangan bibi Marpiah.
    "Saya sangat mengenal sampean. Jadi apapun yang sampean lakukan saya izinkan. Asal jangan sakiti perasaannya saja. Itupun kalau sampean berhasil dapat kata boleh darinya. Saya titip anak saya ya, kalau salah nantinya, jangan mudah marah. Wanita kalau dimarahi tambah marah balik hihi..."

    Belum sehari Vinno mendekati keluarganya, sudah diberi izin sama bibi Marpiah. Vinno sangat senang, tapi juga gusar karena bibi Marpiah sangat dermawan. Bahkan Vinno belum memberi tahu kalau dia menyukai anaknya, tapi sudah sejauh itu dukungan yang diberikannya, berbalikan dengan ibunya sendiri.
   

love to be dissimilar personTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang