2. Lingkungan baru

0 0 0
                                    

Pagi telah memancarkan auranya, gadis itu tersenyum lantas turun untuk sarapan.

"Assalamualaikum Ayah dan Bunda," tak lupa dengan senyuman ala Fati yang menampakkan lubang kecil di kedua pipinya.

"Waalaikumussalam" jawab kedua orang tua nya dengan senyuman pula.

Setelah beberapa menit mereka sibuk menyantap makan hanya bunyi sendok dan piring yang saling beradu.

Selesai sudah sarapan Fati lantas berdiri dan menyandang tas.

"Aku sekolah dulu ya Ayah, Bunda." segera ia mencium tangan kedua orang tuanya.

"Gak bareng nih sama Ayah?" tanya sang Ayah yang malah di jawab gelengan oleh Fati.

"Gak usah, aku jalan aja Ayah, lagiankan dekat sekalian olahraga biar aku tambah tinggi," ujarnya seraya barerjinjit disamping tubuh Ayahnya yang tinggi.

Sang Ayah tertawa lantas menatap jenaka Fati.

"Lagian anak Ayah kok rendah ya bun? mungil gini lagi badannya, apa kurang gizi ya bun?" ucapannya lantas membuat Fati mengerucutkan bibir kesal, meski hanya pura-pura.

"Iiiih, Ayah gak lah aku kan selaku makan sayur," ujar Fati dengan ekspresi lucunya.

"Yaudah, ceper pergi ke sekolah ntar telat sayaang," suruh bunda lantas diangguki Fati.

 

Kulangkahkan kaki memasuki pekarangan sekolah yang tampak ramai, para siswa terutama siswa baru tampak berkerumun dan berkumpul.

Wajah senang dan bahagia sangat jelas tampak pada wajah para siswa baru, sementara Fati? Wajahnya tampak bingung, sama sekali ia belum menemukan teman barunya.

Entah itu hanya perasaan Fati atau memang pada kenyataannya, ia merasa ditatap oleh para siswa. Mungkin saja karena pakaiannya berbeda dari yang lain.

Sesekali terdenganmr suara bisikan dikala Fati melewati beberapa siswa.
Kalau kalian bertanya bagaimana perasaannya pastilah kalian akan merasa kasihan padanya.

Fati sangat risih, sekarang ia menyadari kalau yang orang bisikkan adalah dirinya ketika dua orang siswa datang menghampirinya.

"Heh, lo itu caper banget sih," ujar salah satu siswa perempuan tersebut menatap Fati sinis.

" Maaf, memangnya ada apa dengan saya?" tanya Fati dengan sopan.

"Sok suci sih lo!" seru salah satu gadis lainnya.

"Liat tuh cadar lo, mending dilepas deh keburu orang-orang kabur ngira lo bawa bom!"  hardik gadis itu menatap Fati yang sudah menunduk.

Merasa tidak perlu diladeni, Fati melangkah pergi dari hadapan kedua gadis itu dan kerumunan yang diam-diam memperhatikan kejadian tadi.

"Astaghfirulloh, ampuni hamba ya Allah." Gadis itu mengusap dadanya.

Memang, perkataan  kedua gadis itu sungguh menohok hatinya. Tapi jika ia menangis lantas bagaimana ia bisa berjuang.

Teringat ia belum sholat dhuha ia lantas mencari musholla sekolah. Tanpa pikir panjang ia segera memasuki musholla.

Selesai menjalankan sholat dhuha Fati merasa hatinya kembali tenang. Rasa sedih atas kejadian tadipun audah mulai menghilang.

Ia keluar dari musholla menuju teras untuk mengenakan sepatunya. Tanpa disadari Fati merasakan seseorang menepuk pundaknya dari belakang, reflek ia menoleh ke bwelakang.

"Assalamualaikum, kenalin aku Humairo," ujarnya tersenyum ramah.

"Waalaikumussalam, salam kenal Humairo, nama aku Fati," ujarku tersenyum  ikut ramah.

"Kita berteman ya sekarang," ujar gadis itu tak henti-hentinya tersenyum. Wajah cantiknya dibaluti jilbab putih menambah kesan ramahnya.

"Iya, tentu." Tanpa pikir panjang aku memeluknya.

Karena gerakanku yang refleks membuat Humairo tersungkur kebelakang menahan tubuhku, untung saja kami tidak tersungkur ke belakang.

●●●●●●●●●●
Assalamualaikum man temaaan, gimana? Seru nggak?











Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rasa Yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang