PROLOG

4 2 1
                                    

Fatimah runnisa, gadis itu sedang sibuk mengemasi barang-barangnya, ah bukan gadis itu saja tapi semua penghuni pesantren karena hari ini mereka telah selesai melaksanakan pendidikan di pesantren An-nabawiyah.

Rasa haru mengisi pesantren itu dikala semuanya akan pergi dan melangkah untuk mencari jati diri selanjutnya, tak terkecuali empat gadis yang masih melepas rindu dengan berpelukan layaknya teletabies mereka bahkan tertawa bersama di sela tangis yang memecah di kamar yang telah mereka huni selama tiga tahun terakhir.

"Ahhhh aku pasti akan merindukan kalian," ujar Vita yang masih dalam dekapan mereka.

"Sudahlah aku tidak ingin kita terlihat sangat cengeng," lirih Enna yang mulai melepas pelukan mereka, ia memang sosok yang paling tegar diantara mereka berempat.

"Insya Allah aku pasti akan mengingat kisah kita selama disini." ujar Gita yang mulai menyeka air matanya diikuti oleh mereka semua.

"Tentunya akan membuat aku tertawa sendiri seperti orang gila ketika mengingatnya," tawa mereka semua kini pecah oleh ledekan Vita.

Pintu kamar terbuka menampakkan sepasang suami istri yang akan mengakhiri perpisahan mereka.

"Assalamualaikum, apa kalian sudah selesai?" tanya wanita paruh baya dengan senyuman indahnya.

"Waalaikumussalam" jawab mereka serempak.

"Sudah Bunda, apa kita akan pulang sekarang?" tanya Fati pada wanita paruh baya yang ternyata bundanya.

Tampak tatapan tak rela dari teman-temannya, menyadari itu Fati kembali meminta sedikit waktu untuk bersama teman-temannya dan bunda nya pun mengizinkan seraya berlalu pergi setelah mengucap salam.

"Fati, Vita, Enna, aku akan sekolah di kairo kata ummi begitu," ujar Gita dengan nada lirih.

"Alhamdulillah itu bagus, Kenapa pula harus bersedih Insya Allah jika allah berkehendak suatu saat nanti kita pasti bertemu jika tidak di dunia ya di jannahnya." ujar Fati yang langsung di amin kan oleh mereka.

"Aku juga kayaknya sekolah diluar kota barengan sama Enna," kini giliran Vita yang membuka suara dan di ikuti anggukan oleh Enna.

"Kini bagaimana denganmu Fati?"tanya Enna yang hanya di balas dengan senyuman oleh yang ditanya.

"Mungkin hanya disini, tapi Alhamdulillah."

"Oh iya kita tidak boleh lupa kalau kita harus menuntut ilmu atas dasar karena Allah ta'ala" ujar Fati mengingatkan mereka semua.

"Tentu!" jawab mereka serempak dengan penuh semangat.

Setelah beberapa menit lamanya nereka kemudian pergi ke pangkuan orang tua masing-masing dan berbalik untuk meninggalkan pesantren yang sangat mereka cintai itu.

••••••••••••••••••

"Bagaimana perasaanmu sekarang nak?" tanya bunda disela perjalanan mereka menuju rumah yang cukup Fati rindukan.

Fati menatap bundanya lantas tersenyum dan tak lupa menampakkan lesung pipi nya yang begitu manis.

"Alhamdulillah Bunda, jauh lebih baik"

"Alhamdulillah, kamu akan sekolah dimana?" kini Ayahnya yang membuka suara ditengah macetnya Ibukota.

Sejenak Fati diam memikirkan sesuatu dan menatap sekitar, ia kembali ke kota setelah tiga tahun ia bergelut di dunia pesantren itu pun di tempat yang cukup pelosok, ya menurutnya itu lebih tenang.

"Insya Allah, aku bakal masuk SMA di dekat rumah saja Ayah" ujarnya disela hingar bingarnya lalu lintas.

"Kenapa? Kamu tidak mau ke tempat abangmu kuliah di Kalimantan?" pertanyaan dari sang ayah cukup membuat Fati tergiur tapi ia mengurungkan niat kembali karena ada sesuatu hal.

"Tidak Ayah, aku ingin menemani Bunda saja bukannya ayah juga sibuk?" ujar Fati sambil menyunggingkan senyum.

"Ya sudah, terima kasih sudah mau menemani bunda di rumah," sang bunda mengelus lembut puncuk kepala Fati yang dilapisi oleh jilbab.

"Iya Ayah juga senang, akhirnya Ayah tidak akan khawatir kalau ada tugas di luar kota."

Rasa Yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang