- All I Ask ~ Adele"
Zavina menatap jalanan yang sangat ramai dengan kendaraan. Menikmati pemandangan yang sudah jarang ia liat, dan mungkin sekarang ia bisa merasakan nya kembali walau hanya sendiri. Langit sudah menampilkan warna jingga dengan perpaduan biru laut yang memang sangat ia tunggu-tunggu.
"Kalian urus saja manusia tidak berguna ini. Dia hanya beban dalam hidup saya. Dia anak gila!"
Air mata menetes begitu saja dari pelupuk mata nya. Kenapa suara Oma dan segala ucapan nya masih terus berputar di ingatan nya. Sakit sekali saat mengingat betapa bencinya Oma kepadanya dulu, atau mungkin sampai saat ini Oma masih tetap membenci nya?
"jangan nangis ya, Na! Mama sayang sama kamu, kamu kan perempuan hebat. Mama akan selalu ada di samping kamu!"
Tetesan demi tetesan jatuh begitu saja. Bolehkah Zavina menangis untuk saat ini? Menangis tanpa dilihat oleh orang yang ia kenal mungkin membuat ia lebih lega.
"Jangan nangis! Gue akan selalu sama lo!"
Zavina buru-buru mengusap air mata nya dan menoleh ke sumber suara. Di belakang nya, Luchio tersenyum dengan menenteng sebuah cotton candy yang lumayan besar. Zavina tersenyum kecil dan menarik nafas nya pelan.
Chio duduk di samping nya dan menaruh cotton candy di pangkuan nya. Zavina hanya diam dan memperhatikan cotton candy yang membuat ia teringat akan seseorang.
"Kenapa? Teringat sesuatu? Apa lo mau memaafkan orang yang identik dengan catton candy ini?" Ucap Chio sambil memperhatikan jalanan.
"Gue gabisa!"
"Kenapa? Karena dia udah bikin lo kaya gini?"
Zavina menggeleng. "Gabisa secepat ini buat gue memaafkan orang yang udah bikin hidup gue hancur!"
"apa salah nya? Dia sedang dirawat di rumah sakit karena sakit jantung nya kambuh. Apa lo gamau ketemu Dia?"
Luchio Vanio, sepupu Zavina yang sedang memasuki masa kuliah di salah satu kampus terbaik di Indonesia. Chio tau apa yang di alami Zavina karena selama penyembuhan, Mama nya yang selalu menolong dan memperhatikan akan kesembuhan Zavina. Jadi tidak mungkin bila Chio tidak tau akan masalah Zavina sampai ke akar nya.
Zavina tercengang sesaat dan bergeleng pelan. "Gue ga perduli, Yo! Percuma lo sampai seribu bahkan ratusan ribu kali bilang kaya gitu, gue ga akan mau!" Sentak Zavina sambil melempar catton candy ke pangkuan Chio.
"Vin! Lo gaboleh egois kaya gini. Dia itu masih satu darah sama lo dan lo malah kaya gini? Lo gabisa terus-terusan terpuruk sama masalalu lo yang kelam itu! Ayo keluar dari kegelapan, Vin!"
Zavina hanya terdiam dan air mata mendesak keluar dari kelopak matanya, buru-buru ia bangkit dan pergi meninggalkan Chio yang masih menahan rasa geram nya.
Chio mengekor di belakang Zavina dengan langkah yang pelan dan jarak yang lumayan, ia hanya ingin mengawasi sepupu nya yang sangat rapuh ini. Terlihat dari pandangannya, bahu Zavina bergetar dengan tangan yang mengepal kuat. Mungkin sekarang Zavina sedang merasakan sedih dan kesal jika mengingat masalalu nya.
Zavina membuka pintu pagar coklat tua dengan sedikit kasar dan segera berlari menuju pintu masuk agar cepat masuk ke kamar nya dan mengunci diri di dalam kamar mandi sampai ia merasa ingin mati.
"Kok baru pulang? Abis darimana, vin?"
Zavina menoleh ke sumber suara saat dirinya hendak menaikin tangga untuk menuju kamarnya. "Abis dari--""Vina pergi sama aku, Ma tadi!" Timpal Chio sambil menutup pintu utama yang berdekatan dengan tangga.
Dina mengangguk. "Kenapa ga bilang kalo kalian pergi bareng? Kirain mama, kamu latihan basket, Yo!" ucap Dina sambil menatap Chio yang sedang meminum segelas air dingin.
"engga, Ma! Lagi libur!"
"yaudah kalau gitu, kalian istirahat ya!"
Zavina mengangguk dan berjalan menuju kamarnya. Chio duduk berhadapan dengan Dina yang sedang memasang wajah minta penjelasan.
"Oma tadi bilang ke aku, kalo dia mau Zavina untuk tinggal sama dia. Tapi kayanya Zavina nya gamau deh, Ma!" Ucap Chio ikut duduk di hadapan Dina.
Dina menarik napas sejenak. "Ya mungkin Vina belum bisa nerima, Yo! Masalah yang Vina alami harus membutuhkan waktu yang lama agar bisa memaafkan kesalahan yang pernah terjadi"
Chio mengangguk paham. "Iya sih, Ma! Tapi kan Oma juga kasian. Kayanya Oma udah sadar deh ma kalo oma dulu salah!" Ujar Chio dengan suara seraknya.
"Semua akan kembali ke semula, Yo! Tunggu waktu yang tepat agar semuanya beres"
***
Suara hembusan nafas terdengar sangat kencang di samping telinga nya. Fiza menoleh dan satu kecupan tidak sengaja dipipi kiri nya membuat detak jantung Fiza tidak karuan. Dion tertawa pelan dan mengacak rambut Fiza dengan gemas.
"IHHHHH DIONNNN!!!! Bener-bener lo ya!" Semprot Fiza kesal namun berbanding terbalik dengan hati dan perut nya yang seperti banyak kupu-kupu berterbangan disana.
Dion tertawa. "Gapapa sih, sekali-kali! Lumayan lo dapet kecupan hangat dari most wanted sekolah di pagi hari yang cerah ini" ucap Dion sambil merapihkan rambutnya dengan menyeringai
Fiza hanya terdiam dan membuang muka, tak mau menatap Dion yang berada di samping nya. Ia takut jika perasaan ini menjadi semakin besar dan menghancurkan semua nya. Ia hanya ingin menyimpan perasaan ini seorang diri dan tanpa sepengetahuan siapa pun. Biarlah dia menjadi penyuka diam-diam untuk saat ini.
"Nanti pulang sekolah, temenin gue yuk!"
Fiza menoleh spontan ke arah Dion yang sedang duduk di seberang meja Fiza. Terdiam beberapa saat dan tersadar karena lambaian tangan Dion menghalangi pandangan nya.
"kemana?"
"Udah ikut aja!" ucap Dion kembali duduk di tempat duduknya.
Darigan memasuki kelas dengan wajah yang datar dan tak lupa kamera yang bertengger manis di lehernya.
"Yon, nanti gue gabisa ke taman kaya biasa! Gue ada job buat motret di acara festival nanti sore!" Ucap Darigan sambil menaruh tas dan duduk di tempatnya. Dion sudah kembali ke tempat duduk nya sebelum Darigan.
"Yaudah, gue juga ada urusan nanti!" Ujar Dion sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Fiza yang sedang menyenderkan punggung nya kedinding sehingga ia bisa melihat dengan jelakedipan mata Dion dengan senyum tipis di bibir merah nya. Fiza hanya diam sambil menetralkan jantungnya.
'sial! Tahan Za, tahan!'
***
MAAFKAN AKU
JANGAN LUPA VOTE KOMEN DAN SHARE.
LOV YU 💜💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
amfivolia
Teen Fiction"Ya aku memang tidak waras seperti kalian. Aku terlalu banyak menghayal dan melupakan dunia nyata! Memangnya salah jika Aku lebih menyukai dunia ku sendiri daripada harus bergabung dengan dunia kalian yang sangat menyakitkan?. Bahkan orang seperti k...