past : I

1.4K 139 119
                                    

"Kenapa memanggilku ke sini, Serim?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa memanggilku ke sini, Serim?"

Yang lebih tua barang beberapa bulan tersenyum canggung, netra mengarah ke mana saja asalkan jangan kepada pemuda yang duduk manis di hadapannya.

"Mau makan dulu?"

Dalam diam Serim merutuki kegugupannya yang menghasilkan kalimat basa-basi yang sudah basi.

"Aku sudah makan," Pemuda di hadapannya mengulas senyum menawan, dan Serim rasanya nyaris memerlukan CPR karenanya.

Café yang mereka—sebenarnya Serim—pilih sebagai tempat pertemuan saat itu tak terlalu ramai, dengan iringan musik klasik di latar belakang dan suara ributnya jalan raya yang teredam kaca-kaca tebal. Mengesankan dan membuat nyaman.

"Hei, ada apa?"

Serim mendongak saat mendengar kalimat tanya itu. Tanpa sadar ia sudah menghabiskan semenit sendiri untuk memandangi sepatunya tanpa membalas ucapan lawan bicaranya.

"Uh..." Serim gelagapan mencari alasan. Namun kemudian dia berdeham beberapa kali. "Allen..."

"Ya?"

Pemuda di hadapan Serim mengangkat alis dan sedikit memiringkan kepala, tanda dia begitu penasaran akan lanjutan kalimatnya. Serim menggigit bibir gemas.

"Aku menyukaimu." Serim buru-buru memejamkan mata, terlalu takut melihat reaksinya. "Maukah kamu jadi pacarku?"

Tawa pelan terdengar sebagai jawaban, Serim memberanikan diri membuka mata.

"Kukira ada apa. Tentu saja." Allen tersenyum kecil, kedua matanya berbinar; cantik. Serim nyaris melongo melihat senyumnya. Namun kemudian dia terbahak, mungkin menertawakan kegugupan Serim yang berlebihan. Sesaat setelah tawanya mereda dia tersenyum. "Ya, aku mau jadi pacarmu, Serim."

Sang pemuda Park tersenyum lebar, malu-malu menjulurkan tangan di bawah meja untuk meraih tangan Allen dan menautkan jemari mereka.

Senyum Allen tak luntur, bahkan saat pelayan café membawakan Oreo slushie dan blueberry cheesecake yang dipesankan Serim untuknya.

"Aku memesankanmu kudapan." Serim menggesturkan pada piring kecil cantik berisi sepotong kue berhias buah ceri dan selai blueberry itu.

"Eum... Aku tidak bisa makan itu, Serim." Allen mendorong piring itu kembali mendekat ke arahnya. "Aku lactose intolerant."

Serim mengangguk, diam-diam mencatat informasi itu di dalam pikirannya.

File 1 : Allen itu intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa berarti ketidakmampuan tubuh mencerna gula laktosa dari produk susu dan olahan. Biasa terjadi karena kekurangan enzim laktase. Jangan pernah berikan padanya makanan atau minuman berbahan dasar susu.

"Oh—oke."

Hening kemudian. Serim menelan ludah, masih sangat gugup. Baginya Allen terlalu—terlalu—sempurna; tak tergapai. Masih seperti mimpi rasanya sekarang mereka ada dalam hubungan romansa.

Serendipity +SellenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang