"Kita harus berhenti berhubungan,"
adalah pesan terakhir Serim pada kekasihnya, sebelum kemudian menghilang tanpa jejak.
Enam bulan setelahnya, dia mendapat pesan di nomor privatnya, yang tak diketahui bahkan oleh negara.
"Untuk alasan mulia yang bo...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Untuk alasan mulia yang bodoh?
Serim mengernyit, berkali-kali memandangi layar ponselnya yang menampilkan pesan terlewat singkat itu. Dia melirik sekitar dan hanya melihat anggota termuda dalam timnya yang sedang bergoleran tidak jelas di ruang tamu. "Seongmin, kau mengirim pesan untukku?"
"Hah? Pesan apa kak?" Seongmin bertanya tanpa mengalihkan pandang dari monitor berlayar ganda miliknya yang menampilkan grafik rumit dan layar hitam dengan ratusan campuran huruf, angka, dan simbol yang tak bisa dimengerti Serim.
"Tak ada yang tahu nomor pribadi kita selain kita berdelapan, kan? Bahkan negara sekalipun?"
"Benar, aku sendiri yang menghapus data nomor pribadi kita dari semua pusat informasi digital dan bahkan menempelkan alamat IP palsu untuk berjaga-jaga."
"Tapi aku mendapat sms. Kalau begitu berarti seharusnya hanya kau yang bisa mengirimiku pesan, kan? Yang lain sedang rapat, tidur, atau berkutat di lab. Hanya kau yang senggang di sini."
Seongmin menoleh menatapnya dengan mata menyipit kesal. "Senggang?! Kakak tidak lihat ini?" Dia menuding monitornya yang sepenuhnya tak dimengerti Serim. "Aku sedang memperbarui program buatanku. Kenapa tidak kakak lihat dulu nomor yang mengirim pesan itu sebelum menggangguku?"
Serim mengangguk buru-buru, terlalu takut untuk membuat sang peretas galak itu marah. Meski dia adalah ketua tim dan Seongmin anggota termuda, anak itu seperti menguasai mereka semua. Dia buru-buru mengecek nomor ponsel yang mengirimkan pesan itu, dan rasanya jantungnya seperti melompati satu detakan saat berhasil mengenalinya.
Tidak mungkin. Ini nomor Allen sejak lima tahun yang lalu. Tidak mungkin dia tahu nomor ponsel Serim yang sekarang—seharusnyatak ada orang lain di seluruh dunia yang tahu selain ketujuh teman setimnya. Mungkin hanya kebetulan.
Tapi pesannya terlalu aneh untuk disebut kebetulan. Isi pesannya seakan adalah balasan untuk pesan Serim enam bulan lalu sebelum dia menghilang tanpa kabar. Tapi bagaimana dia bisa tahu nomor Serim yang ini—?
"Er—Seongmin?"
"Apa lagi kak?"
"Eh—jangan marah dulu! Apakah kau memiliki software atau program yang bisa melacak identitas orang hanya dengan nomor ponselnya?"
Seongmin menatapnya dengan mata menyipit. "Mana ada programyangsepertiitu."
"Ah, sudah kuduga pasti tidak ada." Serim menggaruk tengkuk. "Yah, baiklah."
Namun sang peretas terbahak setelahnya. "Orang biasa pasti akan berkata seperti itu, kan. Tapi aku ini Ahn Seongmin! Demeter! Hackerwhitehat terbaik Korea Selatan, bahkan mungkin di dunia. Tentu saja aku sudah pernah membuat software seperti itu. Kemarikan nomornya, kak."
Serim mengerjap, menyerahkan ponselnya pada Seongmin yang dengan bersemangat membuka laptopnya, menyalin nomor itu ke dalam program mencurigakan miliknya.