present : V

205 29 1
                                    

"Aku harus bicara padamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku harus bicara padamu."

Serim menelan ludah.

Sudah seminggu dia tahu bahwa anggota yang baru bergabung ke timnya adalah mantan kekasihnya, tapi baru kali itu Allen mengajaknya bicara secara langsung. Biasanya pemuda itu berlaku seakan dia tak pernah mengenal Serim dan tak punya niat untuk mengenalnya.

"Apa—" Serim terbatuk kecil saat suaranya pecah di akhir kalimat. "Apa yang hendak kau bicarakan?"

Allen mengangkat bahu, menggesturkan pada Serim untuk mengikutinya. Yang sedikit lebih tua mengekorinya menaiki tangga menuju ruang kosong terbuka di lantai dua yang biasanya hanya mereka gunakan untuk menjemur pakaian.

"Kurasa kita harus membahas apa yang telah terjadi, karena kita akan menjadi satu tim untuk waktu tak ditentukan, yang entah sampai kapan,"

Serim mengangguk menyetujui. Setengah dirinya masih tidak siap melihat reaksi Allen saat mereka harus berkonfrontasi secara langsung, meskipun setengahnya yang lain merasa lega karena dia tak perlu lebih lama lari dari keadaan.

"Ini,"

Serim berjengit saat Allen mengulurkan sesuatu padanya. "...buku tabungan?"

Allen menghela nafas. "Aku tidak memiliki masalah jika kau memutuskan hubungan kita tanpa alasan, Serim. Sama sekali tak masalah, aku mengerti memang susah mempertahankan hubungan denganku. Percayalah padaku aku tak menyimpan dendam atau apapun terhadapmu." Dia mengernyit. "Tapi aku benci berhutang, dan aku membencimu yang melakukan semua itu untukku. Aku mencarimu selama ini untuk mengembalikan ini."

Buku tabungan dan kartu ATM dipindahtangankan pada Serim. "Passwordnya tanggal lahirmu. Di situ berisi semua uang yang kau keluarkan untukku, termasuk uang untuk mengganti UKT dan asuransi jiwaku. Aku menjual apartmentmu."

Serim akan berpura-pura hatinya tidak berdenyut saat Allen menghindari menggunakan kata kita untuk menjabarkan tempat tinggal mereka selama beberapa tahun terakhir sebelum Serim meninggalkannya.

"Dan semua uangnya kumasukkan ke situ, tidak kurang sepeserpun. Kau bisa mengeceknya. Jika menurutmu ada yang kurang, bilang saja, akan segera kuganti sisanya."

"Allen—"

Raut wajah pemuda itu nampak mengernyit seolah menahan sakit. "Terima kasih banyak, setelah ini kuharap kita bisa berhubungan profesional sebagai rekan satu tim. Apapun yang ada di masa lalu harus kita tinggalkan di masa lalu ya, Serim."

Allen menatap Serim sekali lagi, sebelum berlalu pergi, meninggalkan Serim sendirian memandangi punggungnya yang makin menjauh.

Betapa Serim ingin menghentikannya, menjelaskan semua alasannya, mengatakan bahwa jika saja ada pilihan lain, dia takkan memilih meninggalkan Allen waktu itu dan justru kembali dipersatukan dalam keadaan yang rumit seperti ini.

Serendipity +SellenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang