HappyReading❤
●●●
Eni menutup pintu ruang kerja Alief, lalu duduk di sofa. Ia menatap ruang kerja Alief lalu mendengus kesal.
"Bosen banget, sih! Gak ada tv!" Eni menatap Alief yang tidak memperdulikannya.
"Alief, gak bosen setiap hari kerja?" tanya Eni. Alief hanya diam dan pokus kepada laptopnya."Boo, En bosen!" rengek Eni berjalan menuju kursi Alief. Pria itu lagi-lagi tidak merespon.
"Yaudah, anterin, En pulang. Pokoknya anterin!""Taksi berserakan di luar," ucap Alief membuat Eni mendecak sebal. Eni melangkah ke luar, ia tidak nyaman dengan suasana ini, semua karyawan menatapnya dan membicarakannya.
"Kamu siapa?" tanya seorang wanita tinggi, rambut panjang dan kulit putih kepada Eni. Eni mendongkak melihat wanita itu.
"En? En, En istrinya, Alief," jawabnya gugup, ia takut jika jawabannya salah. Wanita itu membulatkan mulutnya lalu mengangguk mengerti.
"Tante siapa?""Jangan panggil saya tante, saya Arsyila, asisten, Pak Alief," jawab Arsyila seraya menjabat tangan Eni.
"I-iya, kalo gitu, En pulang, ya," ucap Eni tersenyum canggung. Arsyila mengangguk.
"Wah, tingginya kayak, Alief," batin Eni menatap punggung Arsyila yang sudah jauh di belakang.●●●
Eni merogoh ponselnya lalu menjawab panggilan dari Alief.
[Iya, Alief, ada apa?][Kamu di mana?]
[En, di rumah, Abah.]
[Tunggu, Saya ke sana.]
[Iya, Alief.]
"Abah, Alief pengin ke sini," ucap Eni berlari menuju bawah. Denis yang sibuk menonton televisi lalu menatap anak semata wayangnya itu.
"Biarin aja, kamu mau nginep di sini?" tanya Denis, pria itu kini sudah tua, keriput di wajahnya dan rambutnya yang hampir memutih semua.
"Nggak, En mau pulang aja ke rumah, Alief. Abah mau nginep di rumah, En?" Denis menggeleng lalu meneguk kopinya. Eni duduk di samping Denis lalu mengambil tangan Denis.
"Abah, udah tua banget." Denis terkekeh mendengar perkataan putrinya."Kata siapa? Abah masih kuat gini. " Denis mengusap rambut putrinya lalu tersenyum.
"Kamu jangan nakal-nakal di kampus nanti, dengerin kata suami kamu." Eni mengangguk lalu memeluk Denis erat."En sayang Abah. Makasih, Abah udah sayang sama, En," ucapnya mempererat pelukkannya.
"Siapa bilang, Abah sayang kamu?" tanya Denis mengerutkan keningnya. Eni melepas pelukkannya lalu menatap tajam Abahnya.
"Abah ...," rengek Eni membuat Denis tertawa.
"Itu kayaknya, Alief." Denis berdiri lalu membukakan pintu untuk Alief."Assalamualaikum, Bah." Alief menyalami Denis lalu tersenyum kecil. Eni yang melihatnya sampai terkejut, ia tidak pernah melihat Alief tersenyum.
"Waalaikumsalam," jawab Denis seraya mengangguk. Eni menyodorkan tangannya kepada Denis, lalu menyalami Denis.
"Yaudah, En pulang dulu, Abah. Jangan lupa di makan obatnya, En bakalan rindu banget sama, Abah," ucap Eni memeluk Denis. Pria itu membalas pelukkan Eni lalu mengecup kening Eni.
"Iya, udah sana. Di sini juga banyak orang. Ada, Ateu, Omeu dan sekarang nambah, Ray." Denis melepas pelukkannya. Eni mengangguk lalu mengecup kening keriput Abahnya.
"Jaga putri saya, baik-baik," ucap Denis kepada Alief. Pria itu mengangguk lalu menyalami Denis."Dah, Abah!" seru Eni dari dalam mobil. Denis melambaikan tangannya. Hari sudah malam, Denis menatap lampu mobil yang sudah menjauh lalu menutup pintu.
●●●
Hari ini adalah hari di mana Eni mulai masuk kampus. Pagi ini dia sibuk mempersiapkan untuk kelas hari ini.
"En lupa beli pulpen! Alief! Alief punya pulpen?!" teriak Eni mencari keberadaan pria itu."Gak." Alief memilih meneruskan untuk sarapan. Pria itu berjalan menuju ruang kerjanya. Hari ini dia berangkat kerja siang.
"Nanti aja deh belinya, En mau mandi dulu," ucap Eni kepada dirinya sendiri. Setelah selesai mandi, Eni mengambil ikat rambut dan sisir, lalu mencari keberadaan Alief.
"Alief, Alief di mana?!" teriak Eni, rumah ini sangat besar baginya, hingga susah mencari keberadaan Alief."Alief," panggil Eni membuka pintu ruangan kerja Alief. Terlihat pria itu sedang duduk dan pokus kepeda kertas-kertas yang berserakan. Eni menyodorkan ikat rambut dan sisir kepada Alief.
"Kalo di rumah, En suka diikat rambutnya sama, Abah. Kalo di sini, En diikat rambutnya sama, Alief," cengir Eni. Alief menatap sebentar Eni lalu kembali menyibukan dirinya dengan kerjaan."Alief, ayo. En udah telat," rengek Eni menguncangkan tubuh Alief. Pria itu hanya diam tak bergeming. Eni tak kehabisan akal, ia menarik tangan Alief dan mengambil kertas-kertas kerja Alief.
"En robek aja kertasnya," ancam Eni membuat Alief menghembuskan nafas panjang."Berikan," ucap Alief meminta ikat rambut dan sisir yang Eni pegang. Eni melompat senang lalu memberikan sisirnya kepada Alief. Eni duduk di kaki Alief dan pria itu menyisiri dan mengikat rambut panjang Eni.
"Rambut, En gak bau, kok," ucap Eni tersenyum senang. Alief hanya diam dan terus mengikat rambut Eni.
"Alief, waktu kecil pernah ngikat rambut, En, 'kan?""Ya," jawabnya singkat. Eni terkekeh mengingat saat dulu Alief mengikat rambut Eni.
"Dulu, Alief beda. Alief baik, ramah, suka ketawa dan gak pernah marah-marah. Tapi, pas Alief pergi untuk kuliah, Alief berubah," ucap Eni. Alief hanya diam mendengar cerita Eni.
"Alief jadi jahat, gak pernah nyapa, En, Alief itu gak inget, ya sama, En?""Saya jahat?" tanya Alief membuka mulutnya kali ini. Eni mengangguk lalu terkekeh.
"Iya, Alief jadi suka marah-marah, apa saat, Alief kuliah, Alief di-bully di sana? Jadi, Alief pengin balas dendam?" tanya Eni menatap Alief yang sekarang tidak mengikat rambutnya.
"Tidak, saya tidak pernah mengalami hal itu," jawab Alief pergi meninggalkan Eni. Eni mengambil jaket hoodie-nya dan tas kecilnya, lalu berlari menuju luar. Hari ini Alief mengantarkannya menuju kampus.
"Alief, Alief tahu kampus, En?" tanya Eni seraya menutup pintu mobil.
"Ya, saya tahu," jawabnya. Eni tersenyum lalu menyimpan tas kecilnya di kursi belakang.
"Alief tahu? Di kampus, En cuma punya satu temen, namanya, Naomi. Dia itu kayak laki-laki, loh. Jago berantem," ucap Eni. Wanita itu terus bercerita tentang dirinya disepanjang jalan.
"Ke luar," ucap Alief saat tiba di kampus. Eni menatap kampus yang sudah banyak orang. Ia tersenyum lalu menyodorkan tangannya kepada Alief.
"Apa?""Salim," jawab Eni mengambil paksa tangan Alief lalu mencium punggung tangan pria itu.
"Assalamualaikum, Alief. En sekolah dulu, ya. Dadah!" seru Eni melambaikan tangannya."Wanita aneh," gumam Alief menatap punggung tangannya yang memegang setir.
●●●
"Omi! En rindu!" seru Eni memeluk wanita berambut lurus hitam. Dia adalah Naomi Laurent Kendrick, Naomi menjauhkan tubuh Eni dari tubuhnya lalu bergidik ngeri.
"Gak ketemu satu hari aja, udah lebay," ucap Naomi seraya memasukkan makanan ke mulutnya. Eni mendesis kesal lalu merebut mangkok mie milik Naomi.
"En lapar, tadi gak makan, di rumah Alief belum ada pembantu. Omi minat gak?" tanya Eni sembari mengunyah makanan.
"Ya kali, gue mau," ucap Naomi menelan sisa makanan yang ada di mulutnya. Lalu menatap temannya sinis.
●●●
Bersambung ... gimana-gimana? Semoga kalian suka, ya. Jadi, covernya itu aku samain aja;) soalnya miskin cover aku... yang mau nyumbang, silahkan ....

KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Tanpa Cinta (VersiHappyEnding)
ChickLitBagaimana jika seorang laki-laki dingin dan kejam dinikahkan dengan seorang wanita yang aneh dan ajaib? inilah yang dialami oleh Alief Aldigantara, seorang pengusaha muda yang sukses dan terkenal, bukan hanya karena hartanya saja, akan tetapi juga k...