CHAP 5

443 19 1
                                    

Ketika aku memberanikan diri membuka mata, sosok itu berdiri disana. Bertolak pinggang.
Aku masih dalam keadaan jatuh terduduk. Shock.
Sosok itu mengeluarkan suara yang anehnya terdengar normal.

"Apa-apaan wey! "

Aku langsung menguasai diri. Sosok ini ternyata manusia biasa. Pendaki! Aku masih bengong tak percaya melihat manusia normal berdiri dihadapanku. Sosok itu bicara lagi, kali ini tangannya menunjuk ke kolong gubuk.

"Apa-apaan. Mie gua jadi ga bisa dimakan wey! "

Aku terpana. Mataku bolak balik melihat sosok itu dan mie yang baru direbus diatas kompor portable kotak. Benar mie itu sudah bercampur tanah merah yang tadi kulempar.

Ketika makin tenang, baru aku menyadari sosok itu memang manusia biasa yang memakai kemeja lapangan warna hitam, celana pdl dan sepatu running.
Kulihat sekali lagi, sepatu runningnya menapak ke tanah. Dia benar manusia.

Dia menggamit tanganku dan menolongku berdiri. Aku ditatap dari atas ke bawah ke atas lagi.

"Apa-apaan barusan? " Katanya lagi.

"Eh, anu, maaf bang. Saya beneran ngga tau ada orang disini. " Aku meminta maaf.

"Naik berapa orang? " Tanyanya lagi.

"Sendiri." Jawabku.

Sekarang aku bisa melihat dengan jelas orang ini. Tingginya sama denganku. Usianya mungkin menjelang 50 tahun tapi sosoknya nampak lebih muda. Cahaya memantul dari kacamata bulatnya. matanya penuh selidik memandangku.

"Ngga dianjurkan jalan malam sendiri di Ciremai. " Katanya, "emang dapet ijin naik tadi dibawah. "

"Iya bang. Dapet. " Jawabku, sengaja tidak terus terang alasanku naik.

"Ya udah, istirahat dulu aja. Mau mie? Gw masak dulu. Yang tadi harus dibuang gara-gara lu. "

Barulah aku sekarang melihat dengan jelas. Dibelakang gubuk ini dia menggelar matras. Carrier besar berdiri menyandar di tiang kayu.

"Siapa nama lu? Dari mana? " Katanya sambil menyalakan api dikompor.

"Saya Adi bang. Dari Jakarta. Kalo abang? " Jawabku.

Sambil tetap membelakangiku, sibuk dengan kompornya dia menjawab
"Gw Moka. "

Aku sama sekali tak peduli dia darimana. Aku sangat bersyukur bukan hanya aku sendiri di gunung ini. Rasa aman dan tenang menguasai dadaku.

Setelah mie matang. Dia mengeluarkan mangkok plastik dari carriernya. Menuang sebagian mie itu untuk kumakan. Sedang dia sendiri memakan mie tadi langsung dari misting.

Sambil makan dia terus-terusan memperhatikanku. Setelahnya dia mengeluarkan rokok kretek dari kantong bajunya, lalu menghisapnya dalam.

"Jadi lu orangnya ya.. " Katanya, seakan berbicara pada diri sendiri.

"Gimana bang maksudnya? " Tanyaku, tak yakin arah pertanyaannya.

Dia memandangku dengan tatapan kesal. "Kalian tuh semua pendaki sama aja. Bisanya cuma ngotorin gunung. Ngga punya rasa hormat. "

Aku terperangah "abang udah tau ya.. "

"Mak Ncep nitipin lu ke gua. Dia yang cerita semua. Mulai dari sini sampe atas lu bareng gw. " Katanya lagi

"Mak Ncep? Mak Ncep siapa bang? " Tanyaku bingung.

"Bocah emang ngga ada hormat-hormatnya sama orang tua. Mak Ncep yang dari kemarin nolongin lu sama temen lu. Kalo ngga ada Mak Ncep, temen cewe lu pasti udah lewat dibawa ke alam lain. " Jawabnya ketus.

Rupanya ibu tua yang terus-terusan menjaga Ayu di Cibunar itu namanya Mak Ncep. Aku memang sama sekali tidak bertanya nama Ibu tua itu, juga bapak yang menjagaku. Ada rasa menyesal menyadari betapa kurangnya sopan santunku pada orang yang sudah beberapa hari ini menolongku dan Ayu.

"Mak Ncep juga yang ngejagain lu ngelewatin hutan pinus. Makanya lu bisa aman sampe sini. Kalo ngga lu bisa dimakan setan penganten tadi. "

"Tapi saya jalan sendiri tadi bang. Mak Ncep? Setan penganten? " Aku bertanya bingung.

Tapi dia tidak menjawab. Dia cuma tersenyum sinis sambil membereskan carriernya.
Aku bergidik mengingat rasa dingin yang menjalari tengkukku tadi. Mungkin setan penganten itu tadi benar-benar ada dibelakangku.

Selesai packing carrier, dia berjongkok dan berkata serius.

"Mulai dari sini perjalanan kita ngga akan gampang. Lu cukup ngikutin gw. Baca doa-doa yang lu tau. Pikiran jangan kosong. "

"I.. Iya bang." Jawabku.

"Kita bakal disambut semua penghuni Ciremai. Dari yang bentuknya abstrak sampe solid. Dari yang nyaru jadi manusia sampe yang mukanya berantakan. Siapin mental lu. Kalo lu ngga selamat disini, temen lu dibawah juga ngga bakal selamat. "

"Iya bang. " Jawabku lagi.

"Lu inget dua ini : kalo tiba-tiba muncul suara gending gamelan. Apapun yang terjadi kita harus diam. Jangan bergerak. Paham lu? "

"I.. Iya bang. Yang keduanya apa bang? "

"Lu bakal ngeliat banyak penampakan nanti. Tapi ada satu penampakan yang paling berbahaya. Penampakan Kalong wewe! "

"I.. Itu yang gimana bang? Terus saya harus gimana kalo ada gituan? " Pikiranku langsung kalut.

"Kalong wewe itu bentuknya perempuan telanjang. Rambutnya awut-awutan. Lehernya miring kayak patah, lidahnya ngejulur keluar. Tetenya panjang ngegantung sampe ke paha.

Aku menelan ludah membayangkan sosok itu.

" Kalo dia muncul. Lu harus pura-pura ngga liat. Apapun yang dia lakukan walau mukanya nempel dimuka lu, lu harus pura-pura ngga liat. Kalo ngga... "

"Kalo ngga gimana bang... "

"Kalo dia sampe tau lu bisa liat dia. Lu bakal ditarik keatas pohon, artinya lu ditarik ke alamnya. Dan lu ga bakal bisa balik lagi."

"I.. I... Iya bang. " Badanku mulai gemetar.

"Yah doa aja makhluk itu ngga muncul. Susah nolong orang yang udah diculik Kalong wewe. Lu harus waspada kalo lu nyium bau khasnya. kalo bau itu muncul, kemunculannya dijamin pasti. "

"Bau apa bang? " Tanya ku.

"Bau pandan."

TEROR MISTIS DI CIREMAI!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang