CHAP 8

444 19 0
                                    

Bajuku basah oleh keringat. Kakiku mulai nyeri. Semakin keatas jalur yang harus kami lalui semakin curam. Tanjakan-tanjakan ini seakan tidak berakhir. Orang itu seringkali harus berhenti untuk menungguku yang mulai megap-megap kehabisan nafas. Jika sudah begitu dia biasanya hanya merokok dan melihatku dengan sebal.

Aku sudah hampir tak peduli dengan harimau dikanan kiriku, atau kalong wewe yang pastinya sedang mengawasiku entah dimana. Selama mereka tidak menampakkan diri sudah cukup bagiku.

Sosok hantu orang desa tidak ada lagi diatas sini. Setelah melewati Kuburan kuda, penampakan mereka semakin berkurang hingga hilang sama sekali.

Musuhku yang utama saat ini cuma tanjakan-tanjakan yang semakin curam. Dibeberapa tempat aku bahkan harus menggunakan akar untuk membantuku naik. Sesekali muncul pocong, yang tiap kali selalu membuatku melompat kaget. Kalau sudah begitu biasanya orang itu tertawa terbahak-bahak kegirangan. Rupanya kepanikanku sudah menjadi hiburan buat dia.

"Bener kata abang tadi, setan-setan begitu bisanya cuma muncul hilang, muncul hilang doang. Ngga bisa ngapa-ngapain." Kataku dengan nafas tersengal-sengal.

Dia nyengir. "Yang gua maksud tadi kan Kuntilanak boy hehe." Jawabnya sumringah. "kan gua tadi ngga nyebut pocong."

"Lah kalo pocong gimana bang?"

"Di Afrika ada yang yang namanya cobra penyembur. Dia ngga matok kayak uler lain, tapi dia nyemburin bisa beracun ke muka korbannya." Dia menyambung, "pocong itu cobra penyemburnya dunia setan. Saran gua, kalo liat pocong cuma satu: lari. Lu ga bakal mau kan diludahin pocong."

"Kalo diludahin gimana bang?" Tanyaku.

"Ya buta hahaha." Dia menjawab diiringi gelak tawa senang.

Entah dia bercanda atau tidak, tapi yang jelas aku berharap jangan pernah lagi bertemu pocong.

"Bang, emang bener mitosnya, kalo bisa ngambil tali iketan pocong kita bisa kaya?" Tanyaku iseng.

"Ngapain susah-susah ngambil tali pocong. Ribet amat. Kalo sekedar cuma minta kaya, minta kebal, minta pelet, lu doa aja minta gituan ke pocong." Jawabnya ringan.

"Emang bisa bang?" Tanyaku polos.

"Ya bisa. Apa sih yang setan ngga bisa boy. Tapi lu gila kalo sampe begitu. Emang yang nyiptain lu pocong? Hahaha, manusia makin kesini makin aneh.'' dia menambahkan, "jadi ngga heran gua, kalian sampe ketimpa masalah kayak begini. Hidup lu kebangetan jauh dari agama boy."

Aku termenung mendengar jawabannya yang terkesan ngawur. Tapi ada kebenaran di situ. Memang betul, hidupku sudah melenceng jauh dari yang seharusnya.
Aku bertekad dalam hati, jika bisa lolos dari sini, aku ngga akan meninggalkan sholat.

Lalu aku mendengar bunyi berdebum ringan. Suara benda jatuh. Dengan panik aku mencari-cari sumber suaranya. Orang itu pun mendengar suara itu. Dengan mengikuti arah tatapannya barulah aku melihat sumber suara berdebum itu.

Dari tanjakan didepan kita, seonggok kepala tanpa tubuh tergeletak.

Aku bagai tersengat listrik ketika kepala itu berputar pelan dan menampakkan wajahnya. Mulutnya sobek sampai ke telinga, lidah panjangnya menjulur keluar dan bergerak-gerak mengerikan. Air liurnya menetes. Matanya yang tertutup, pelan-pelan terbuka. Dibalik kelopak mata itu tidak ada apa-apa, hanya lubang hitam. Kosong tapi terlihat mengancam.

Pelan, kepala itu terangat ke udara, menampakkan sisa tubuhnya. Ditempat yang seharusnya leher sekarang nampak hanya tulang. Jaringan urat dan otot yang tampak basah membelit tulang itu. Tampak menggantung jeroan perutnya. Busuk tapi juga berdenyut-denyut.

TEROR MISTIS DI CIREMAI!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang