Rumah baru kehidupan baru, pagi ini adalah jadwal penerbangan Nindi, dia terpaksa meninggalkan tempat kelahirannya hanya karena seorang pria, Nindi harus selalu kuat, Nindi tak akan membiarkan masa depannya hancur hanya karena satu orang pria yang selama ini telah membolak-balikan kehidupannya.
"Ma, Paa Nindi berangkat. Do'ain Nindi supaya jadi lebih baik ya?" pamit Nindi sambil mencium kedua punggung tangan kedua orang tuanya.
Nindi segera menaiki pesawat yang akan ditumpanginya, Nindi sudah tak tega lagi melihat wanita paruh baya yang selama ini menjaganya dengan penuh kasih sayang harus berlinang air mata, menangis sesenggukan sedari tadi.
"Nin?" Ibu Nindi memanggil dengan air mata yang masih menyertainya.
"Iya Ma?" jawab Nindi menoleh kebelakang sembari tersenyum mencoba menguatkan Ibunya itu.
"Jaga diri baik-baik ya, makan jangan sampai telat, kabarin Mama jangan lupa?" tutur Ibu Nindi. Kembali memeluk Nindi dengan erat, ini lah momen yang paling Nindi hindari, Nindi tak mau meninggalkan air mata dalam perpisahan sejenak ini.
" Tenang saja Ma, jika perlu Nindi akan ngabarin Mama setiap hari. Yasudah Nindi berangkat,pesawatnya sudah nunggu dari tadi," ucap Nindi meyakinkan sedikit memberikan kekehan di akhir kalimatnya. Nindi tak henti-hentinya melambaikan tangan, Nindi baru berhenti saat dia sudah berada didalam pesawat, ketika keberadaan orang tuanya sudah tak terlihat.
***
Didalam pesawat Nindi duduk disebelah wanita cantik tampilannya lebih terlihat feminim dibanding dirinya. Biasanya Nindi tak mau menyapa orang terlebih dahulu, tapi kali ini Nindi benar-benar ingin merubah dirinya.
"Hai, namaku Nindi", sapa Nindi dengan senyuman manisnya. Sembari mengulurkan tangan ingin menjabat tangan wanita disebelahnya.
"Hello Nindi, aku Echa, senang berkenalan dengan mu," jawab Echa dengan nada sangat lembut, sentuhan tangannya pun sangat menenangkan.
" Tujuanmu kemana?" tanya Nindi lagi, mencoba menghindari suasana canggung.
"Belum ku ketahui aku ingin kemana," balas Echa dengan senyuman manisnya tak kalah manis dibanding dengan senyuman Nindi.
"Bagaimana jika kita bersama saja, kita bisa menjalin pertemanan, nanti aku disana ingin meneruskan pendidikan, tinggal bersamaku saja, papaku sudah memberikanku apartemen yang lumayan luas jika ditempati dia insan saja," tawar Nindi kepada Echa dan dibalas senyuman yang merekah.
"Benarkah, kau mengajakku tinggal bersama, boleh kah?" Tanya Echa lagi memperjelas.
"Tidak perlu khawatir Echa, tenang saja aku bersungguh-sungguh menawarkan semua ini," terang Nindi kembali meyakinkan.
"Bytheway, kau mau ngapain pergi ke jerman?" lanjutku sambil terus sibuk merapikan barang yang ku bawa.
"Aku kabur dari rumah, Bunda sama Ayahku tak pernah memperdulikanku. So, aku memutuskan hidup sendiri tanpa adanya mereka, toh mereka tak keberatan aku pergi meninggalkan mereka."
Mereka berdua semakin deket seperti sudah saling kenal sejak lama, tak terasa mereka berdua tertidur pulas.
***
"Nin, udah sampai tujuan, buruan bangun." Pinta Echa sambil mentoel-toel pipi Nindi agar segera terbangun dari mimpinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIRIMU YANG BERBEDA
Teen Fiction"Mengapa kau menangis?" tanya pria itu panik, dia Nathan tapi mengapa dia bersikap seolah-olah tak mengenal ku, seolah-olah dia tak pernah melakukan sesuatu kepadaku. "Nathan?" panggil ku, aku tak menggubris pertanyaannya tadi. " Nathan? dari mana...